Kisruh Pilpres Uganda, Belasan Pendukung Oposisi Tewas

Oposisi bertekad hentikan kediktatoran

Kampala, IDN Times – Uganda, negara di wilayah Afrika Timur yang memiliki sekitar 45 juta penduduk sedang mengalami krisis politik yang mencekam. Presiden Yoweri Museveni, satu-satunya diktator yang masih berkuasa di wilayah Afrika Timur mencalonkan kembali menjadi presiden ke enam kalinya.

Akan tetapi pada pencalonan presiden kali ini, Museveni yang awalnya diperkirakan menjadi capres tunggal, mendapatkan penantang Bobi Wine, seorang politisi muda mantan penyanyi populer di negara tersebut. Bobi Wine menjadi penantang kuat dan memiliki banyak pendukung generasi muda yang menginginkan perubahan.

Protes besar terjadi ketika Bobi Wine ditangkap saat melakukan kampanye di Uganda bagian timur. Penangkapan Wine saat ini adalah untuk yang ke dua kalinya. Penangkapan pertama terjadi pada 2 November 2020. Wine mencalonkan diri sebagai presiden Uganda dengan tujuan untuk mengakhiri kediktatoran Museveni yang telah menguasai negara tersebut selama lebih dari 30 tahun.

1. Ikhtiar untuk menghentikan kediktatoran 

Kisruh Pilpres Uganda, Belasan Pendukung Oposisi TewasBobi Wine, capres oposisi Uganda (instagram.com/bobiwine)

Bobi Wine yang memiliki nama asli Robert Kyagulanyi Ssentamu lahir pada tahun 1982. Dia adalah seorang penyanyi, aktor, pengusaha dan sekaligus politikus yang mewakili East Kyadondo County di Uganda Tengah. Wine yang saat ini menjabat sebagai anggota parlemen, memiliki gerakan kuat untuk melawan Museveni dan mencalonkan diri sebagai capres Uganda. Pemilihan presiden Uganda akan berlangsung pada Februari 2021.

Dalam pidatonya setelah lolos mencalonkan diri sebagai capres, Wine mengatakan “untuk Anda Tuan Museveni, karena Anda telah gagal mengendalikan keserakahan dan nafsu kekuasaan, generasi kami bertekad untuk menyelamatkan diri Anda sendiri dan menghentikan kediktatoran Anda yang telah berusia 35 tahun” jelasnya seperti dikutip dari laman berita CNN (3/11).

Wine ditangkap tanpa alasan yang jelas pada 2 November 2020, dengan proses penangkapan yang dianggap kejam serta pendukungnya mengklaim bahwa Bobi Wine disiksa oleh militer dan polisi. Polisi memecahkan jendela kendaraan Wine, lalu menyeretnya keluar dan memasukkan ke dalam mobil polisi yang kemudian segera pergi begitu saja.

2. Protes penangkapan Bobi Wine yang ke dua menyebabkan protes dan belasan pendukungnya meninggal

Kisruh Pilpres Uganda, Belasan Pendukung Oposisi TewasBobi Wine kampanye di tengah para pendukungnya meski hujan mengguyur. (instagram.com/bobiwine)

Bobi Wine, seorang penyanyi reggae yang begitu populer kembali ditangkap oleh polisi ketika kampanye di Uganda timur. Polisi menuduhnya telah melakukan pelanggaran aturan pembatasan COVID-19 yang hanya memperbolehkan massa tidak lebih dari 200 orang. Usai penangkapan tersebut, protes besar terjadi khususnya di ibukota Kampala, Uganda.

Para pendukung Wine yang sebagian besar anak-anak muda menuduh bahwa penangkapan dengan alasan melanggar aturan COVID-19 hanyalah tameng belaka. Pendukung Wine melakukan protes, memblokir jalanan ibukota dan membakar ban.

Polisi dan militer terlibat kericuhan dengan para demonstran. Menurut The Guardian, orang-orang tak dikenal berpakaian preman yang diyakini personel keamanan, melepaskan tembakan dari senjata otomatis ke arah para pemrotes (19/11). Tidak jelas berapa jumlah korban meninggal, namun kamar mayat utama Kampala menerima 19 jenazah yang sebagian besar diidentifikasi mati karena luka tembak. Jenazah lain diidentifikasi mati lemas karena gas air mata dan korban kecelakaan “tabrak lari”.

Baca Juga: Dua Kandidat Presiden Uganda Ditahan Saat Resmi Ikuti Pilpres

3. Situasi yang tidak menentu

Kisruh Pilpres Uganda, Belasan Pendukung Oposisi TewasAnak-anak diantara pendukung presiden Museveni (instagram.com/kagutamuseveni)

Demonstrasi yang berlanjut kerusuhan dalam dua hari terakhir di ibukota Kampala, Uganda, menjadikan situasi di negara tersebut tidak menentu. Kerusuhan dengan cepat menyebar di ibukota dan daerah-daerah sekitar Kampala. Militer dan polisi dikerahkan untuk menangani ketidakstabilan yang berlangsung di ibukota.

Menurut Associated Press, lebih dari 350 orang ditangkap oleh pihak kepolisian dan ratusan demonstran terluka oleh serangan peluru karet, gas air mata serta peluru tajam (19/11). Juru bicara militer Flavia Byekwaso menggambarkan situasi ibukota seperti perang. “Anda dapat melihat apa yang terjadi, orang-orang dilempari batu, orang-orang dibunuh, kendaraan dirusak, ban (tergeletak) di mana-mana. Hal-hal ini terjadi secara spontan di jalanan, jadi polisi tidak dapat mengatasi situasi” katanya menjelaskan mengapa militer ikut “manggaduhkan” suasana ibukota Kamala.

Uganda telah dipimpin oleh Museveni selama lebih dari 30 tahun. Dengan jangka waktu berkuasa selama itu, rakyat Uganda, seperti halnya rakyat Indonesia ketika dipimpin oleh Soeharto, lelah dan muak dengan kondisi yang ada.

Sekjen partai National Unity Platform yang mengusung Bobi Wine, David Lewis Rubongoya, menjelaskan bahwa “ini bukan tentang COVID-19. Ini tentang represi, orang-orang sangat marah dan mereka tepat untuk marah”. Seperti dikutip dari The Guardian, Rubongoya juga menjelaskan bahwa rakyat “lelah dengan penindasan dan kediktatoran yang menyebabkan semua masalah di negara ini” (19/11).

Kelompok oposisi bertekad untuk terus melawan dengan tujuan mengakhiri kediktatoran dan penindasan yang telah dilakukan oleh Museveni. Orang-orang telah merasa lelah dan muak terhadap kediktatoran presiden sepuh yang lahir pada September 1944 lalu itu.

Baca Juga: Remaja 19 Tahun Calonkan Diri pada Pemilihan Presiden Uganda

Pri Saja Photo Verified Writer Pri Saja

Petani Kata

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Novaya

Berita Terkini Lainnya