Lakukan Genosida, Junta Myanmar Digugat di Pengadilan Jerman

Gugatan diajukan kelompok HAM Fortify Rights

Jakarta, IDN Times - Kelompok advokasi hak asasi manusia Fortify Rights mengajukan pengaduan pidana di Jerman pada Selasa (24/1/2023). Mereka meminta jaksa menyelidiki dan mengadili pihak-pihak yang bertanggung jawab atas kekejaman terhadap Rohingya dan kelompok pro-demokrasi yang menentang kudeta militer.

Kelompok advokasi itu mengajukan gugatan bersama 16 penyintas Myanmar yang selamat dari peristiwa pembantaian yang dilakukan junta militer. Sejak gugatan itu diumumkan, kantor kejaksaan federal Jerman belum mau mengomentarinya.

1. Pengumuman pengajuan pidana diumumkan di Thailand

Lakukan Genosida, Junta Myanmar Digugat di Pengadilan JermanIlustrasi (Unsplash.com/Tingey Injury Law Firm)

Fortify Rights dan 16 orang Myanmar meminta hukuman terhadap para jenderal Myanmar atas tuduhan genosida, kejahatan perang, dan kejahatan kemanusiaan. Para tokoh militer disinyalir terlibat dalam aksi kejam itu usai kudeta pada 2021. Tuntutan pidana juga melibatkan insiden kekerasan terhadap muslim Rohingya sepanjang tahun 2017.

Dilansir Associated Press, pengumuman pengaduan pidana itu diumumkan di Bangkok, Thailand. Fortify Rights mengatakan bahwa orang-orang yang dinilai bertanggung jawab atas kejahatan terkait dua peristiwa itu belum dimintai pertanggung jawaban.

Tuntutan itu tidak hanya terjadi di Jerman, tapi juga di Argentina dan Turki. Pengajuan tuntutan pidana berada di bawah konsep yurisdiksi universal.

"Penyelidikan dan penuntutan selanjutnya atas kejahatan ini di bawah hukum Jerman akan berfungsi untuk menghukum mereka yang telah melakukan kejahatan paling berat, mencegah kejahatan di masa depan oleh pelaku di Myanmar, dan memberi sinyal kepada calon pelaku lainnya di Myanmar dan di tempat lain bahwa pertanggungjawaban atas kejahatan kekejaman tak dapat dihindari," kata Fortify Rights dalam pernyataan.

Baca Juga: Kekejaman Junta Myanmar Disokong Perusahaan Barat

2. Mengapa tuntutan diajukan ke Jerman?

Tindakan represif militer Myanmar terhadap aksi kelompok pro-demokrasi membuat warga sipil marah. Mereka kemudian mengangkat senjata, melakukan perlawanan secara gerilya terhadap militer.

Dari 16 warga Myanmar yang membuat pengaduan, separuhnya adalah penyintas Rohingya selama 2017 dan separuhnya lagi adalah penyintas peristiwa brutal usai kudeta militer 2021-2022.

Fortify Rights terpaksa mencari bantuan Jerman karena mendapat penolakan Dewan Keamanan PBB untuk membuat rujukan militer Myanmar diseret ke Pengadilan Kriminal internasional, dikutip dari Al Jazeera.

"Kami meminta untuk pertama kalinya dalam sejarah, militer Myanmar dimintai pertanggungjawaban atas semua kejahatannya terhadap semua kelompok etnis," kata Pavani Nagaraja Bhat, rekan investigasi di Fortify Rights.

Warga Manmar yang mengadu berasal dari etnis Arakan (Rakhine), Burman, Chin, Karen, Karenni dan Mon. Nagaraja Bhat mengatakan, meski berbeda etnis, semua penyintas telah menderita sejak kudeta militer. Mereka kehilangan rumah, keluarga, mata pencaharian dan kebebasan.

Nickey Diamond, salah satu individu dalam kasus tersebut, kini tinggal di Jerman. Dia percaya Jerman dapat membuka penyelidikan dan mencari keadilan atas kejahatan junta Myanmar.

"Ini adalah waktu untuk mengakhiri impunitas dan memastikan para pelaku militer (Myanmar) dan lainnya tidak lolos dari kejahatan mereka," kata Diamond.

3. Tuduhan yang diajukan

Lakukan Genosida, Junta Myanmar Digugat di Pengadilan Jermanilustrasi (Unsplash.com/Saw Wunna)

Myanmar telah diguncang beberapa peristiwa mematikan. Di antaranya kekerasan terhadap muslim Rohingya pada 2017 yang menyebabkan ribuan orang tewas dan ratusan ribu orang mengungsi.

Kemudian pada 2021, negara itu mengalami kudeta militer yang diikuti dengan pertempuran brutal antara tentara melawan kelompok pro-demokrasi hingga kini

Dalam penjelasan Fortify Rights, dilansir The Guardian, beberapa anggota militer Myanmar dituduh secara sistematis melakukan pembunuhan, pemerkosaan, penyiksaan, pemenjaraan, penghilangan dan penganiayaan.

Beberapa anggota militer Myanmar juga dituduh melakukan tindakan lain yang merupakan genosida, kejahatan terhadap perang dan kemanusiaan. Bukti substansial menunjukkan tokoh militer tahu tentang tindakan bawahannya tapi tidak berusaha menghentikan atau menghukum pelaku kejahatan.

Baca Juga: Aset Anak Pemimpin Junta Myanmar Ada di Thailand, Pencucian Uang?

Pri Saja Photo Verified Writer Pri Saja

Petani Kata

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Vanny El Rahman

Berita Terkini Lainnya