Mariupol, Kota Pelabuhan yang Jadi Simbol Perlawanan Ukraina

Akankah Mariupol hancur seperti Aleppo di Suriah?

Jakarta, IDN Times - Sejak invasi Rusia ke Ukraina pada 24 Februari, kota pelabuhan Mariupol terus-menerus mendapatkan serangan. Kota itu kini telah terkepung selama lebih dari satu bulan dan ratusan ribu warga sipil terjebak di dalamnya. Mereka kehilangan akses ke makanan, air dan obat-obatan.

Kota Mariupol adalah kota paling menderita di Ukraina saat ini. Setiap hari pertempuran jalanan terjadi dan bom-bom Rusia terus berjatuhan ke kota tersebut. Upaya terbaru evakuasi warga sipil ditunda karena ancaman serangan dari Rusia.

Presiden Volodymyr Zelenskyy mengatakan bahwa pasukannya diizinkan untuk meninggalkan kota tersebut. Tapi para tentara menolaknya. Mereka tidak ingin meninggalkan warga sipil dan rekan-rekan yang terluka.

Tentara Ukraina yang terus bertahan di Mariupol adalah bukti nyata bahwa mereka adalah pasukan dengan jiwa kesatria, bertempur habis-habisan mempertahankan kota yang sudah hampir hancur.

Menteri Luar Negeri Prancis bahkan menyebut Mariupol kemungkinan akan jadi 'Aleppo Kedua', di mana pasukan Rusia ketika di Suriah menghancurkan kota di Damaskus itu untuk menguasainya. Berikut ini adalah perkembangan termutakhir situasi di kota Mariupol.

Baca Juga: Ukraina: Rusia Ingin Meratakan Mariupol dengan Tanah

1. Mariupol akan jadi Aleppo kedua

Mariupol, Kota Pelabuhan yang Jadi Simbol Perlawanan Ukrainailustrasi (Pexels.com/Алесь Усцінаў)

Mariupol adalah kota pelabuhan Ukraina di pesisir selatan. Rusia sepertinya sangat menginginkan kota itu untuk dikuasai, sedangkan Ukraina habis-habisan mempertahankannya. Meski Rusia sudah melakukan pengepungan selama lebih dari satu bulan, Mariupol sampai saat ini masih tetap berada di tangan Ukraina.

Gedung-gedung di Mariupol telah banyak yang hancur berantakan oleh bom Rusia. Warga sipil masih banyak yang terjebak. Dikutip dari Times of Israel, Menteri Luar Negeri Prancis Jean-Yves Le Drian mengatakan kota itu akan menjadi 'Aleppo kedua,' kota di Suriah yang dihancurkan pasukan Basar al-Assad dengan dukungan Rusia yang luas untuk memaksanya menyerah.

Le Drian memperingatkan perang pengepungan Rusia di Mariupol bisa menimbulkan kesalahan kolektif karena "warga sipil dibantai, dimusnahkan, penderitaannya mengerikan." Wali kota Mariupol Vadym Boichenko mengatakan saat ini masih ada sekitar 160 ribu warga sipil yang terjebak di kota tersebut.

2. Koridor kemanusiaan evakuasi Mariupol ditangguhkan

Mariupol, Kota Pelabuhan yang Jadi Simbol Perlawanan Ukrainailustrasi reruntuhan bangunan yang diserang (Pexels.com/Алесь Усцінаў)

Upaya untuk melakukan evakuasi warga sipil di Mariupol terus dilakukan. Koridor kemanusiaan untuk mencari rute yang aman telah dibuat. Namun pada 28 Maret, koridor kemanusiaan itu kembali ditangguhkan karena ancaman serangan dari Rusia.

Dilansir Deutsche Welle, Wakil Perdana Menteri Ukraina Iryna Vereshchuk mengutip intelijen bahwa rute evakuasi tidak aman untuk dilalui. "Intelijen kami telah melaporkan kemungkinan 'provokasi' oleh penjajah di rute koridor kemanusiaan. Jadi, untuk alasan keselamatan publik, kami tidak membuka koridor kemanusiaan hari ini," ujarnya.

Ada dua koridor kemanusiaan yang disiapkan, yakni menuju kota Zaporizhzhia dan satu lagi menuju antara dua kota di wilayah Luhansk. Dikutip dari Ukrinform, Wali Kota Mariupol Vadym Boichenko menjelaskan ada 26 bus yang menunggu pergi ke Mariupol untuk evakuasi.

Sayangnya, tidak ada keputusan yang diambil untuk membawa dan menyelamatkan warga sipil dari bus tersebut. Itu karena koridor kemanusiaan berada di bawah ancaman serius dari pasukan Rusia.

Baca Juga: Perempuan Hamil dan Bayinya Tewas dalam Serangan Rusia ke Mariupol

3. Ribuan warga sipil Mariupol tewas

Mariupol, Kota Pelabuhan yang Jadi Simbol Perlawanan Ukrainailustrasi kota di Ukraina setelah diserang Rusia (Pexels.com/Алесь Усцінаў)

Dengan taktik pengepungan Rusia terhadap kota Mariupol dan serangan tanpa henti, kota itu benar-benar menderita. Sekitar 160 ribu penduduk sipil telah kehilangan akses ke kebutuhan dasar seperti makanan, air bersih, jaringan listrik dan bahkan obat-obatan.

Kota Mariupol terlihat seperti putus asa dan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) memperingatkan korban sipil bisa terus bertambah. Dilansir laman resmi PBB, 1.035 warga sipil telah tewas dan sedikitnya 1.650 terluka.

Menurut Ukraina, sekitar 2.500 warga sipil telah tewas dan banyak di antaranya dikuburkan di pemakaman massal. Tim UNHCR PBB menyebut kota itu benar-benar terkepung dan jalan tidak dapat diakses karena ranjau atau kendaraan yang terbakar.

Pada pertengahan Maret, Iryna Vereshchuk mengatakan hampir 4.000 warga Mariupol berhasil dievakuasi. Presiden Volodymyr Zelenskyy, dilansir RFE/RL menyebut lebih dari 60 ribu warga telah dievakuasi sejak serangan Rusia ke kota tersebut. Hanya saja, masih ada lebih banyak warga sipil yang terjebak dan tidak bisa menyelamatkan diri.

Baca Juga: Mariupol Dicengkram Rusia, Ukraina Kehilangan Akses ke Laut Azov

4. Puluhan ribu warga Mariupol dipindahkan secara paksa oleh Rusia

Mariupol, Kota Pelabuhan yang Jadi Simbol Perlawanan UkrainaIlustrasi kerusakan infrastruktur di Ukraina (Twitter.com/OCHA Ukraine)

Sementara masih ada sekitar 160 ribu warga sipil yang terjebak di Ukraina, ada puluhan ribu warga Mariupol yang dikabarkan telah diambil paksa oleh Rusia. Mereka dipindahkan ke wilayah kota yang telah dikuasai oleh pasukan Vladimir Putin.

Pada Kamis 24 Maret, dewan kota Mariupol mengatakan "penduduk distrik Left Bank mulai dideportasi secara massal ke Rusia. Secara total, sekitar 15.000 warga Mariupol telah menjadi sasaran deportasi ilegal," jelasnya dikutip Reuters. Belum diketahui apa tujuan Rusia melakukannya. 

Menurut pengamatan citra satelit, Rusia telah membangun sebuah kamp sementara di Bezimenne, timur Mariupol. Dilansir BBC, sekitar 5.000 warga sipil ditampung di kamp tersebut. Pemindahan itu dilakukan tanpa koordinasi dengan Kiev.

Dengan beberapa bagian kota Mariupol yang telah dikuasai Rusia, ada laporan yang menunjukkan warga sipil lapar, haus dan sakit, tidak punya banyak pilihan selain pergi ke daerah yang dikuasai Rusia atau ke wilayah Rusia sendiri.

Matt Morris, juru bicara Komite Palang Merah Internasional (ICRC) siap memberi bantuan tapi dengan jaminan keamanan dari Ukraina dan Rusia. Morris juga menegaskan hukum humaniter internasional, "mengharuskan orang-orang diizinkan pergi, tetapi tidak boleh dipaksa pergi."

Dikutip dari Ukrinform, dalam perkembangan terbaru, 439.420 warga sipil Ukraina telah direlokasi pasukan Rusia dari daerah yang Ukraina yang menurut mereka berbahaya. Dari Mariupol ada 98.081 warga sipil yang dipindahkan. Skala deportasi Rusia di Ukraina saat ini dinilai sebanding dengan deportasi yang pernah dilakukan Adolf Hitler pada Perang Dunia II.

5. Presiden Zelenskyy izinkan tentaranya tinggalkan Mariupol, tapi mereka menolak

Mariupol, Kota Pelabuhan yang Jadi Simbol Perlawanan UkrainaPresiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy (Twitter.com/Володимир Зеленський)

Dengan kondisi yang putus asa dan krisis kemanusiaan yang terjadi, kota Mariupol benar-benar dalam situasi yang menyedihkan. Ukraina khawatir jika Mariupol jatuh ke tangan Rusia, maka Moskow akan dengan segera menggunakan kota itu sebagai lokasi pendaratan pasukan bantuan.

Selain itu jika Mariupol jatuh, akan menjadi koridor darat pasukan Rusia yang datang dari Krimea dan dari Donetsk serta Luhansk. Dengan begitu, pasukan Rusia bisa bersatu tanpa ancaman dan melakukan serangan ke utara.

Dilansir Ukrinform, dalam wawancara bersama jurnalis Rusia, Presiden Zelenskyy mengatakan telah memberi izin tentaranya untuk meninggalkan kota tersebut. "Tapi para tentara menjawab 'Kami tidak bisa. Yang terluka ada di sini. Kami tidak akan meninggalkan yang terluka'. Selain itu, mereka mengatakan 'Kami tidak akan meninggalkan yang gugur'. Jadi, mereka (pasukan Ukraina) membela kota, membela yang terluka, membela yang gugur, yang ingin mereka kubur."

Mayat-mayat tergeletak di jalanan di Mariupol, entah itu mayat warga Ukraina atau tentara Rusia. Tidak ada yang memindahkan mayat-mayat tersebut. Ukraina disebut telah meminta militer Rusia agar mengizinkan membawa yang terluka dan tewas ke luar kota, tapi mendapat penolakan.

6. Mariupol akan jadi simbol abadi perlawanan Ukraina

Mariupol, Kota Pelabuhan yang Jadi Simbol Perlawanan Ukrainailustrasi tentara Ukraina (Twitter.com/Defence of Ukraine)

Telah terjadi bencana kemanusiaan besar di Mariupol. Sekitar 90 persen bangunan di kota itu juga hancur oleh tembakan dan bom. Warga sipil tewas dan bantuan kemanusiaan tidak bisa memasuki kota.

David Petraeus, mantan Direktur CIA, menyebut Mariupol adalah "Alamo Ukraina," kutip The Hill. Alamo adalah sebuah benteng di Texas yang dulu dikepung oleh Meksiko pada 1836 dalam perang Meksiko-Amerika. Sekitar 200 pasukan Amerika mempertahankan benteng itu dari gempuran 6.000 pasukan Meksiko. 13 hari bertahan tapi akhirnya Meksiko mampu mengalahkan pasukan AS.

Dalam penggambaran Petraeus, pasukan Ukraina bisa mempertahankan kota Mariupol habis-habisan. Tapi kota itu sepertinya tampak seolah-olah harus runtuh dan ditaklukkan. "Dan ketika itu terjadi, itu adalah saat yang berbahaya bagi Ukraina karena pelabuhan itu dapat digunakan oleh Rusia," jelas Petraeus.

Sampai saat ini, tentara Ukraina masih dengan gagah berani mempertahankan kota pelabuhan Mariupol. Mariupol akan jadi simbol abadi perlawanan Ukraina terhadap penindasan dan perjuangan untuk kemerdekaan.

Pri Saja Photo Verified Writer Pri Saja

Petani Kata

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Anata Siregar

Berita Terkini Lainnya