Mesir Jatuhkan Hukuman Mati pada 24 Ikhwanul Muslimin

12 terdakwa juga dihukum mati pada bulan Juni

Kairo, IDN Times - Ikhwanul Muslimin, sebuah organisasi oposisi pemerintah Mesir yang berdiri sejak tahun 1928 lalu, terus mendapatkan tekanan yang keras dalam beberapa dekade oleh dari pemerintah Mesir. Ikhwanul Muslimin juga telah menginspirasi banyak organisasi politik lain di negara muslim di dunia.

Di Mesir, Ikhwanul Muslimin sendiri dilarang karena dianggap terkait dengan gerakan terorisme. Pada hari Kamis (29/7), Pengadilan Kriminal Damanhour, Mesir, memerintahkan hukuman mati untuk 16 terdakwa yang berafiliasi dengan Ikhwanul Muslimin. Delapan anggota Ikhwanul Muslimin yang dituduh membunuh seorang polisi pada Desember 2014 juga ikut dihukum mati pada hari yang sama.

Mereka yang dihukum mati termasuk Mohamed Sweidan, seorang pemimpin regional organisasi tersebut karena dianggap terlibat dalam pengeboman sebuah bus polisi di kota Rashid, provinsi Beheira pada tahun 2015 lalu.

1. Mereka yang dihukum mati terlibat dalam dua kasus terpisah

Sebanyak 24 anggota Ikhwanul Muslimin atau mereka yang berafiliasi dengan organisasi tersebut, telah dijatuhi hukuman mati oleh pengadilan berdasarkan dua kasus yang terpisah pada akhir bulan Juli. Menurut laman Al Jazeera, 16 terdakwa di antaranya berafiliasi dengan Ikhwanul Muslimin yang dianggap terlibat dalam pengeboman sebuah bus polisi di Beheira pada tahun 2015.

Peristiwa pengeboman itu telah menewaskan tiga personel polisi dan membuat 39 personel lainnya mengalami luka-luka.

Sebanyak delapan terdakwa lainnya, oleh pengadilan disebut anggota Ikhwanul Muslimin yang dituduh telah membunuh seorang polisi pada bulan Desember tahun 2014. Insiden itu terjadi di kota Ad Dilinjar, juga di provinsi Beheira.

Tidak ada rincian mengenai apakah hukuman tersebut sudah final atau masih dapat diajukan banding kembali. Namun, Shehab Organization for Human Rights, sebuah organisasi hak asasi manusia yang berbasis di luar Mesir mengatakan, hukuman tersebut final karena dilakukan oleh pengadilan darurat.

2. Mesir juga menjatuhkan hukuman mati kepada 12 orang pada bulan Juni

Baca Juga: Sierra Leone Hapus Hukuman Mati untuk Narapidana

Selain hukuman mati kepada 24 terdakwa yang terlibat pembunuhan pada akhir bulan Juli, pada bulan sebelumnya yakni bulan Juni, pengadilan Mesir juga telah menjatuhkan hukuman mati terhadap 12 orang terdakwa. Para terdakwa itu juga dikabarkan anggota Ikhwanul Muslimin yang terlibat dalam pembunuhan polisi pada tahun 2013.

Melansir laman France24, keputusan pengadilan pada 12 terdakwa pada bulan Juni, mencakup dua pemimpin senior Ikhwanul Muslim. Itu juga secara efektif mengakhiri kasus pengadilan lebih dari 600 terdakwa setelah Mohamed Mursi digulingkan oleh militer pada tahun 2013 dan digantikan oleh Abdel Fattah el-Sisi yang saat ini memimpin Mesir.

Para terdakwa dihukum karena "mempersenjatai geng kriminal yang menyerang penduduk dan melawan polisi serta memiliki senjata api, amunisi, dan bahan pembuat bom." Mereka juga dituduh bersalah karena "membunuh polisi, melawan pihak berwenang dan perusakan properti publik," tambahnya.

Dua tokoh senior Ikhwanul Muslimin yang ikut dihukum mati adalah Mohamed al-Beltagy dan Safwat Hegazy. Keputusan tersebut final dan tidak dapat diajukan banding.

Saat Mursi digulingkan, ada protes besar para pendukungnya yang di antaranya terdiri dari elemen Ikhwanul Muslimin. Mereka melakukan aksi duduk besar-besaran di lapangan Rab'a Al-Adawiya untuk memprotes, di bagian timur Kairo. Pasukan kemanan menyerbu alun-alun tersebut dan sekitar 800 orang tewas dalam satu hari. Kementrian Kesehatan Mesir saat itu mengatakan sekitar 45 petugas polisi tewas.

Setelah peristiwa tersebut, tindakan keras dan panjang terhadap kelompok islamis Ikhwanul Muslimin dilakukan.

3. Represi terhadap Ikhwanul Muslimin

Mesir Jatuhkan Hukuman Mati pada 24 Ikhwanul MusliminKenneth Roth, direktur eksekutif Human Rights Watch. (Twitter.com/Human Rights Watch)

Insiden pada tahun 2013 dinilai oleh Human Rights Watch (HRW) sebagai tindakan pembubaran unjuk rasa dengan kekerasan yang dilakukan oleh pasukan keamanan. Di laman resminya, HRW dalam penyelidikan peristiwa tersebut melaporkan, pasukan membawa pengangkut personel lapis baja (APC), buldoser, pasukan darat, dan penembak jitu, personel polisi dan tentara.

Mereka menyerang demonstran termasuk wanita dan anak-anak dan menembaki para pengunjuk rasa. Lebih dari 800 orang tewas dalam tragedi itu.

Dalam tragedi memilukan tersebut, tidak ada pejabat Mesir yang diadili. Ratusan kelompok Ikhwanul Muslimin atau orang-orang yang dianggap berafiliasi dengan organisasi dan ikut melakukan demonstrasi, diadili secara massal.

Kenneth Roth, direktur eksekutif HRW pada tahun 2014 setelah penyelidikan selama satu tahun menyatakan, "di Rab'a Square, pasukan keamanan Mesir melakukan salah satu pembunuhan terbesar di dunia terhadap demonstran dalam satu hari. Ini bukan hanya kasus kekuatan yang berlebihan atau pelatihan yang buruk. Itu adalah tindakan keras yang direncanakan di tingkat tertinggi pemerintah Mesir. Banyak pejabat yang sama masih berkuasa di Mesir, dan memiliki banyak tanggung jawab.”

Namun pemerintah yang berkuasa menindak anggota kelompok Ikhwanul Muslimin yang terlibat dalam demonstrasi yang, menurut HRW, ada beberapa di antaranya juga menyerang polisi dengan menggunakan tembakan peluru tajam. Setelah Mohamed Mursi tumbang, represi seperti menghukum anggota Ikhwanul Muslimin yang terlibat dalam peristiwa itu dilakukan seperti persidangan yang memberikan hukuman mati.

Melansir France24, Khalil al-Anani, seorang profesor ilmu politik di Doha Institute yang menulis buku tentang Ikhwanul Muslimin, menggambarkan putusan putusan pengadilan pada bulan Juni sebagai bagian dari "balas dendam politik berkelanjutan terhadap lawan politiknya."

Philip Luther, Direktur Riset dan Advokasi Amnesty International untuk Timur Tengah dan Afrika Utara, mengatakan “hukuman mati yang kejam ini, yang dijatuhkan pada 2018 setelah persidangan massal yang sangat tidak adil, adalah noda pada reputasi pengadilan banding tertinggi Mesir dan memberikan bayangan gelap atas seluruh sistem peradilan negara itu."

Baca Juga: Jatuhi Hukuman Mati Remaja, Saudi Tuai Kecaman

Pri Saja Photo Verified Writer Pri Saja

Petani Kata

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Novaya

Berita Terkini Lainnya