Nepal akan Larang Perempuan ke Luar Negeri Tanpa Izin 

Rencana mendapatkan protes keras 

Kathmandu, IDN Times – Insiden pelecehan dan eksploitasi perempuan Nepal di luar negeri yang terjadi dalam beberapa dekade, ditanggapi oleh pemerintah negara lereng Himalaya itu dengan aneh. Mereka berencana membuat aturan untuk melarang perempuan pergi ke luar negeri.

Usulan rancangan undang-undang oleh departemen imigrasi tersebut menjelaskan bahwa perempuan Nepal yang berusia dibawah 40 tahun, harus ada izin dari keluarga dan pemerintah lokal setempat agar dapat pergi sendirian ke luar negeri.

Para perempuan Nepal menanggapi usulan tersebut dengan kemarahan. Mereka melakukan demonstrasi menentang rencana undang-undang tersebut. Mereka menganggap bahwa rancangan undang-undang melanggar ketentuan konstitusional yang adil bagi semua warga negara.

1. Kritik atas konstruksi berpikir patriarki

Nepal akan Larang Perempuan ke Luar Negeri Tanpa Izin Protes atas diskriminasi perempuan di Nepal. (Twitter.com/Skandal Gautam)

Pada hari Jumat (12/2), ratusan orang yang sebagian besar perempuan melakukan protes di jantung ibukota Kathmandu. Banyak dari mereka adalah para aktivis dan jurnalis perempuan. Mereka berbaris untuk menuntut diakhirinya kekerasan dan diskriminasi terhadap perempuan.

Mereka juga menuntut untuk penghapusan rencana undang-undang yang akan melarang perempuan bepergian ke luar negeri bagi mereka yang usianya di bawah 40 tahun. Direktur Eksekutif Women Lead Nepal, Hima Bista, mengkiritik undang-undang tersebut yang berdasarkan dengan pola pikiri patriarkis.

Melasnsir dari laman The Guardian, Hima Bista menjelaskan “Yang sangat berbahaya adalah proses berpikir dibaliknya. Perintah bahwa seorang pembuat kebijakan sedang berpikir untuk membuat RUU yang membatasi pergerakan gadis dan perempuan dewasa memberi tahu kita seberapa dalam pola pikir patriarki yang mengakar,” katanya.

Rencana pemerintah Nepal itu mendapatkan tantangan keras karena dianggap tidak memperdayakan perempuan namun justru bersigap regresif dan inkonstitusional karena melanggar prinsip keadilan.

2. Upaya untuk memerangi eksploitasi perempuan

Nepal akan Larang Perempuan ke Luar Negeri Tanpa Izin Ilustrasi Perundungan Online (IDN Times/Mardya Shakti)

Dalam catatan perkiraan Komisi HAM Nepal, ada sekitar 35.000 orang, termasuk diantaranya 15.000 perempuan dan 5.000 perempuan muda yang menjadi korban eksploitasi pada tahun 2018. Pemerintah Nepal berupaya untuk memerangi eksploitasi itu dengan cara melarang perempuan bekerja di luar negeri, khususnya di wilayah Teluk.

Pada tahun 2017, larangan itu telah berlaku bagi perempuan Nepal agar tidak bekerja di Teluk sebagai PRT. Aktivis mengeluh atas larangan tersebut karena dianggap melanggar hak-hak perempuan. Namun upaya para aktivis tidak membuahkan hasil.

Kini ketika Nepal kembali mencoba semakin keras melakukan upaya memerangi eksploitasi perempuan migran dengan cara melarang bepergian, pemerintah mendapatkan reaksi protes keras dari para aktivis.

Melansir dari laman Associated Press, seorang aktivis HAM bernama Reshu Aryal ingin memprotes ketidakpedulian para pejabat terhadap perilaku diskriminatif dan kekerasan seksual perempuan dan anak-anak perempuan.

Para aktivis mendesak pemerintah untuk memperbaiki agen perekrutan pekerja dengan lebih baik. Selain itu mereka juga meminta pemerintah untuk memberikan layanan perlindungan ketika pelanggaran terjadi. Agen perekrutan pekerja yang tidak jelas, membuat para pekerja migran perempuan “dibodohi” bekerja secara ilegal tanpa dokumen resmi yang membuat perempuan menjadi objek perdagangan dan pelecehan.

Baca Juga: Chhaupadi, Tradisi Pengasingan Perempuan Saat Menstruasi di Nepal

3. Memperburuk keadaan

Nepal akan Larang Perempuan ke Luar Negeri Tanpa Izin Protes menuntut diakhirinya kekerasan dan diskriminasi perempuan di Nepal. (Twitter.com/Reeta Pariyar)

Perdagangan dan pelecehan perempuan pekerja migran adalah perkara serius yang saat ini terjadi. Namun menurut Meenakshi Ganguly, direktur Human Rights Watch Asia Selatan, dia mengatakan “kebijakan ini hanya memperburuk keadaan,” katanya menanggapi RUU pelarangan perempuan pergi ke luar negeri.

Melansir dari laman Jurist, Ganguly juga menegaskan bahwa “pemerintah Nepal harus menempatkan perempuan untuk ikut ambil bagian dalam membuat keputusan, alih-alih memperlakukan mereka seperti anak-anak dan warga negara kelas dua.”

Berbagai kelompok masyarakat sipil telah menentang RUU tersebut, tidak hanya para aktivis perempuan. Organisasi Hak Asasi Manusia juga mengecam RUU tersebut. Namun pihak imigrasi membela diri dan mengatakan bahwa aturan itu tidak melanggar hak yang dijamin secara konstitusional. Departemen juga menyalahkan media, bahwa aturan tersebut adalah proposal dan bukan undang-undang.

Baca Juga: Chhaupadi, Tradisi Pengasingan Perempuan Saat Menstruasi di Nepal

Pri Saja Photo Verified Writer Pri Saja

Petani Kata

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Novaya

Berita Terkini Lainnya