PBB: Myanmar Gunakan Hukuman Mati untuk Hancurkan Oposisi

7 mahasiswa dihukum mati dalam pengadilan rahasia

Jakarta, IDN Times - Pemerintahan junta militer Myanmar disebut Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) telah menggunakan hukuman mati terhadap ratusan orang yang ditangkap sejak kudeta militer Februari 2021.

Pada Jumat (2/12/2022), kepala Hak Asasi Manusia PBB, Volker Turk, khawatir bahwa hukuman mati itu digunakan untuk menghancurkan oposisi.

Ada lebih dari 15 ribu orang Myanmar yang menentang kudeta telah ditangkap oleh militer. Hampi 1.700 dari tahanan itu telah diadili dan dihukum secara rahasia oleh pengadilan sementara. Tidak ada yang memiliki akses ke pengacara atau keluarga.

Dari jumlah itu, lebih dari 100 orang telah dijatuhi hukuman mati. Pada akhir November lalu, sebanyak tujuh mahasiswa dijatuhi hukuman mati oleh pengadilan militer.

1. Militer Myanmar gagal menegakkan transparansi

PBB: Myanmar Gunakan Hukuman Mati untuk Hancurkan OposisiVolker Turk, kepala komisioner tinggi HAM PBB (Twitter.com/Volker Türk)

Laman resmi kantor hak asasi manusia PBB, OHCHR, melaporkan keterkejutan mereka terhadap pengadilan rahasia militer Myanmar yang memberi vonis mati kepada para tahanan. Turk mengatakan, rupanya militer Myanmar telah menjatuhi hukuman mati lebih dari 130 orang.

Tujuh mahasiswa dijatuhi hukuman mati pada 30 November. Empat hukuman mati tambahan dikeluarkan untuk akvitis muda lainnya.

"Militer terus mengadakan persidangan di pengadilan rahasia yang melanggar prinsip-prinsip dasar peradilan yang adil, dan bertentangan dengan jaminan yudisial independen dan imparsialitas," kata Turk.

Dia menuduh pengadilan militer Myanmar secara konsisten gagal menegakkan tingkat transparansi apapun dan bertentangan dengan proses hukum paling dasar. Dia menyerukan agar semua eksekusi ditangguhkan.

Baca Juga: Makin Parah, Media Propemerintah Turut Jadi Sasaran Militer Myanmar

2. Myanmar melanggar konsensus ASEAN

Bulan lalu, ASEAN melakukan pertemuan tingkat tinggi untuk membahas masalah Myanmar. Sekretaris Jenderal PBB, Antonio Guterres, ikut hadir dalam pertemuan tersebut.

Ada lima poin konsensus yang disepakati, mencakup penghentian segera kekerasan yang terjadi di Myanmar. Namun, hukuman mati yang dijatuhkan oleh pengadilan militer terbukti telah melanggar konsensus itu, kata Turk.

Dalam pertemuan tingkat tinggi ASEAN, Guterres memperingatkan situasi politik, keamanan dan kemanusiaan Myanmar meluncur semakin jauh ke dalam bencana. Dia mengutuk aksi kekerasan dan penggunaan kekuatan berlebih dari militer.

3. Hukuman mati sebagai alat politik penghancur oposisi

Kudeta militer Myanmar tahun lalu telah memicu perlawanan bersenjata dari rakyat. Pertempuran sporadis terjadi di seluruh Myanmar dengan sekitar 2 ribu orang telah tewas. Lebih dari 15 ribu orang lainnya masih berada di dalam tahanan.

Hukuman mati terbaru pengadilan Myanmar itu dijatuhkan kepada mahasiswa yang berusia antara 18 dan 24 tahun yang ditahan. Mereka ditangkap pada 21 April dan diadili di pengadilan militer penjara Insein, Yangon.

Melansir Al Jazeera, PBB menuduh militer Myanmar telah menunjukkan penghinaan terhadap upaya perdamaian regional dan internasional, dengan menggunakan hukuman mati sebagai alat politik guna menghancurkan oposisi.

Baca Juga: Menlu Retno: ASEAN Sudah Extra Effort Atasi Isu Myanmar

Pri Saja Photo Verified Writer Pri Saja

Petani Kata

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Vanny El Rahman

Berita Terkini Lainnya