PBB: Pengungsi di Tigray Kehabisan Air Bersih dan Makanan

Bantuan untuk pengungsi diblokade kelompok bersenjata

Addis Ababa, IDN Times - Perang antara pemerintah federal Ethiopia dengan para pejuang Tigrayan People's Liberation Front (TPLF) terus terjadi. Perang tersebut tidak hanya memanas di wilayah Tigray akan tetapi telah melebar sampai wilayah timur bernama Afar.

Kini, ketika peperangan terus berkecamuk, sekitar 24.000 pengungsi Eritrea yang berada di daerah Mai Aini dan Adi Harush terjebak dalam pertempuran. PBB juga mengatakan pada Selasa (27/7) bahwa para pengungsi akan segera kehabisan pasokan makanan dan air bersih.

Di sisi lain, ada ratusan truk bantuan dari PBB yang justru tertahan karena terjadi blokade di jalan antara Semera dengan Mekelle, ibukota Tigray. Ratusan truk bantuan tersebut masih tertahan, termasuk bantuan dari lembaga internasional lainnya.

1. Pengiriman pasokan makanan terakhir pada bulan Juni

Konflik antara TPLF dengan pemerintah federal Ethiopia menyala pada November 2020. Perdana Menteri Abiy Ahmed saat itu melancarkan operasi militer setelah menuding para pejuang TPLF menyerang beberapa kamp militer milik pasukan federal. Selama sekitar satu bulan perang, ibukota Mekelle di wilayah Tigray berhasil dikuasai pasukan pemerintah federal.

Namun, para pejuang TPLF tak pernah menyerah. Mereka terus melakukan gerilya sampai kemudian delapan bulan kemudian, mereka dapat mengambil alih ibukota Mekelle. Setelah itu, eskalasi kekerasan terus meningkat karena TPLF bertekad untuk mengambil kembali wilayah yang dikuasai oleh militer federal.

Dalam peningkatan eskalasi kekerasan tersebut, para pengungsi yang berada di Mai Aini dan Adi Harush wilayah Tigray terjebak dalam pertempuran. Melansir kantor berita Reuters, dua pengungsi sejauh ini telah dilaporkan tewas tertembak.

Selain itu, pasokan makanan untuk para pengungsi juga diperkirakan habis karena pasokan terakhir dikirim pada bulan Juni. Pasokan tersebut adalah paket ransum yang digunakan sebagai jatah untuk 30 hari. 

Babar Baloch, juru bicara Komisaris Tinggi PBB untuk Pengungsi (UNHCR) mengatakan "pendistribusian makanan terakhir ke dua kamp pengungsian dilakukan selama bulan Juni, persediaan ransum saat itu hanya cukup untuk 30 hari.”

Baloch juga memperingatkan "bahaya kelaparan yang nyata" akan terjadi jika para pengungsi tidak menerima pasokan tambahan.

2. UNHCR mengimbau pihak dalam konflik untuk menegakkan hak pengungsi

PBB: Pengungsi di Tigray Kehabisan Air Bersih dan MakananPengungsi konflik Tigray-Ethiopia sedang menunggu pembagian bahan makanan dari World Food Programme. (Twitter.com/WFP_Ethiopia)

Perang antara pemerintah federal Ethiopia dengan TPLF yang berlangsung selama delapan bulan lebih sejak tahun lalu, telah mengakibatkan ribuan orang tewas. Selain itu, ada jutaan warga Tigray yang mengungsi, baik itu di dalam maupun di luar wilayah seperti di Sudan.

Kini, semakin meningkatnya tekad TPLF untuk kembali mengambil alih kota-kota yang diduduki militer federal, peperangan juga berkecamuk menerobos batas regional ke wilayah Afar yang jadi front pertempuran terbaru.

Melansir laman resmi UNHCR, lembaga pengungsi PBB itu mengatakan sekitar 55.000 orang telah menjadi pengungsi di Afar terkait terbukanya front pertempuran baru itu. 

Saat ini, jalur utama antara Semera di Afar yang terhubung dengan Mekelle di Tigray telah diblokir sejak tanggal 16 Juli lalu. Pasokan dari UNHCR dan lembaga lain kini terdampar di Semera.

UNHCR menghimbau kepada para pihak yang berkonflik untuk menegakkan hak-hak warga sipil dan menghormati pengungsi untuk dilindungi dari permusuhan. UNHCR mendesak semua pihak yang berkonflik untuk segera memberikan akses kemanusiaan dan keamanan bagi pekerja bantuan yang berusaha memberikan bantuan penyelamatan jiwa.

Baca Juga: Front Baru Perang Tigray-Ethiopia Terbuka di Wilayah Afar

3. Banyak pengungsi yang takut dikaitkan dengan tentara Eritrea dan dijadikan sebagai objek balas dendam

Kondisi pengungsi di Tigray tidak hanya terdiri dari warga Tigray korban konflik akan tetapi juga warga Eritrea yang melarikan diri dari negaranya sejak tahun 2000-an lalu. Presiden Eritrea yang bernama Isaias Afwerki, disebut memiliki catatan yang buruk tentang hak asasi manusia dan sistem dinas militer paksa telah menyebabkan beberapa orang menjuluki Eritrea "Korea Utara di Afrika.

Banyak warga Eritrea yang merlarikan diri dari pemerintahan otoriter Isaias Afwerki. Jumlah mereka yang mengungsi di wilayah Tigray sekitar 95.000 orang sebelum perang meletus antara TPLF dengan militer federal.

Pada awal pertempuran pada November 2020, militer Eritrea disebut telah menyeberang ke Tigray dan membantu militer federal Ethiopia memerangi TPLF. Beberapa catatan mengemukakan tuduhan bahwa pasukan Eritrea terlibat dalam pelanggaran seperti penjarahan, pembantaian dan aksi rudapaksa massal terhadap warga Tigray.

Melansir laman Daily Sabah, kepala lembaga pengungsi Ethiopia (ARRA) yang bernama Tesfahun Gobezay menjelaskan banyak pengungsi yang takut dikaitkan dengan tentara Eritrea dan dijadikan sebagai objek balas dendam.

Tahun lalu, dua kamp pengungsi Eritrea di Tigray utara yang berlokasi di Hitsats dan Shimelba, dijarah dan kemudian dihancurkan sepenuhnya oleh militan pro-TPLF. Lebih dari 5.000 pengungsi di dua kamp yang hancur tersebut, ditempatkan di Mai Aini dan Adi Harush.

Selain itu, kekacauan juga melanda sektor medis warga sipil. Juru bicara WHO yang bernama Fadela Chaib, mengatakan 3,8 juta orang di wilayah Tigray membutuhkan bantuan kesehatan, tetapi fasilitas kesehatan telah dijarah dan dihancurkan. "Layanan kesehatan di Tigray sangat terbatas, menyebabkan ratusan ribu orang, termasuk mereka yang terluka selama pertempuran, wanita hamil dan penyintas kekerasan seksual, tidak (memiliki) akses yang memadai ke obat-obatan penting dan perawatan dasar," kata Chaib seperti dilansir Anadolu.

Baca Juga: Ethiopia Tolak Permintaan AS untuk Tarik Pasukan dari Tigray

Pri Saja Photo Verified Writer Pri Saja

Petani Kata

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Novaya

Berita Terkini Lainnya