Pengadilan Austria Batalkan Larangan Jilbab

UU ini dianggap melanggar prinsip kesetaraan

Wina, IDN Times – Dalam sebuah negara demokrasi, kedinamisan sebuah masyarakat adalah hal yang dianggap wajar. Perbedaan pendapat seharusnya bisa terjadi tanpa ada tekanan dari pihak manapun. Aturan dan keputusan bisa disusun dan dibuat agar keadilan bisa diraih. Itulah uniknya atmosfer demokrasi.

Di Austria, pengadilan konstitusional membatalkan undang-undang yang berisi larangan penggunaan jilbab untuk anak-anak sekolah dasar. Peristiwa ini bisa terjadi karena sebuah negara memakai sistem demokrasi. Undang-undang menyasar kepada jilbab Muslim dan dianggap melanggar kebebasan beragama. Pengadilan mengatakan bahwa undang-undang tersebut dapat menyebabkan marjinalisasi gadis-gadis Muslim.

Melansir dari laman BBC, Christoph Grabenwater, Hakim Agung pengadilan, mengatakan “larangan selektif,...berlaku secara eksklusif untuk siswi Muslim dan dengan demikian memisahkan mereka secara diskriminatif dari siswa lainnya” jelasnya (12/12). Undang-undang larangan penggunaan penutup kepala, ditujukan untuk jilbab Muslim dan itu mencederai kebebasan beragama.

1. Jilbab sebagai bagian integral praktik keagamaan

Pengadilan Austria Batalkan Larangan JilbabJilbab adalah bagian integral keagamaan yang muslim jalani, kata Umit Viral. Ilustrasi (instagram.com/iggioe)

Keputusan untuk membatalkan undang-undang pelarangan tutup kepala, khususnya jilbab bagi siswa Muslim, adalah suatu keputusan yang unik dari sebuah negara Eropa yang didominasi non-Muslim dan atheis. Komunitas Agama Islam Austria (IGGOe) yang mengajukan gugatan tersebut, menyambut baik keputusan pengadilan tersebut.

Melansir dari laman Al Jazeera, Umit Vural menjelaskan “Kami tidak akan memafkan sikap meremehkan wanita yang memutuskan untuk tidak memakai jilbab, dan kami juga tidak setuju dengan pembatasan kebebasan beragama Muslimah yang memahami jilbab sebagai bagian integral dari praktik keagamaan yang mereka jalani” (12/12).

Program pemerintah Austria saat ini adalah menekankan anak-anak harus tumbuh dalam atmosfer pendidikan dengan “paksaan seminim mungkin” dan melihat jilbab adalah salah satu paksaan yang diterapkan oleh orang tua kepada anak-anaknya. Karena itu, larangan jilbab untuk anak-anak usia dibawah 10 tahun diterapkan agar mereka tidak dikucilkan secara sosial.

Menurut data tahun 2017, jumlah penduduk Austria yang memeluk agama Islam ada sekitar 8 persen. Sebagian besar adalah pendatang dari Turki, Bosnia-Herzegovina dan Kosovo. Pada tahun 2010, 12 persen penduduk Austria tidak percaya adanya Tuhan, roh atau kekuatan ghaib.

2. Undang-undang larangan jilbab mulai berlaku pada tahun 2019

Pengadilan Austria Batalkan Larangan JilbabIrmgard Griss, anggota Partai Liberal Austria, mengkritik undang-undang larangan jilbab untuk anak-anak muslim. Ilustrasi (instagram.com/hdgoe)

Pemerintah sayap kanan Austria OVP dan FPO yang berkuasa, mengusulkan kepada parlemen sebuah undang-undang yang melarang “pakaian yang dipengaruhi secara ideologis atau religius yang dikaitkan dengan penutup kepala.” Deskripsi dari undang-undang tersebut luas, namun ditargetkan pada jilbab muslim anak-anak. Parlemen saat itu menyetujui usul tersebut.

Menurut The Guardian, penutup kapala umat Sikh dan kippa umat Yahudi tidak terpengaruh dengan undang-undang. Perban medis, pelindung kepala dari hujan dan salju juga tidak tercakup dalam undang-undang yang disetujui pada Mei 2019 (16/5/19). Hampir semua oposisi pemerintah menentang undang-undang yang disetujui tahun lalu.

Anggota partai liberal Irmgard Griss saat itu melontarkan protes keras. Larangan jilbab itu mengancam dan lebih banyak menimbulkan kerugian dibandingkan dengan kebaikannya. Menurut Griss, tidak ada bukti bahwa anak perempuan lebih sulit belajar saat mengenakan jilbab. Novelis Austria-Jerman, Daniel Kehlman, memberikan kritik keras kepada Kanselir Austria, Sebastian Kurz, dan mengingatkannya bahwa sejarah masa depan akan menuliskan partai ekstremis sayap kanan telah merusak citra negara.

Baca Juga: Bersepeda Tanpa Jilbab, Perempuan Iran Dimasukkan ke Penjara

3. Melanggar prinsip persamaan dan kewajiban negara terhadap netralitas agama

Pengadilan Austria Batalkan Larangan JilbabKaum Muslim Austria berbela sungkawa dan mengutuk aksi terorisme di negara tersebut yang dilakukan oleh kaum radikal. Ilustrasi (instagram.com/iggioe)

Undang-undang yang melarang penggunaan penutup kepala bagi anak-anak di Austria, dan berdampak secara khusus kepada perempuan Muslim, dianggap sebagai undang-undang kontroversial yang disahkan Austria pada 2019 tahun lalu. Pengadilan kemudian menyatakan bahwa undang-undang tersebut melanggar prinsip persamaan dan kewajiban negara terhadap netralitas agama.

Grabenwater mengatakan “(undang-undang) ini membawa resiko menghambat akses gadis Muslim ke pendidikan dan lebih tepatnya menutup mereka dari masyarakat”, kutip laman Deutsche Welle (11/12). Namun oleh legislator yang didominasi konservatif dan sayap kanan, mereka beralasan dengan undang-undang tersebut akan melindungi perempuan dari penindasan seksis dari ideologi Islam yang dipolitisasi.

Gugatan atas undang-undang yang kontroversial itu membuktikan bahwa aturan yang dibuat terbukti melanggar prinsip kesetaraan. Undang-undang juga diskriminatif karena tidak berdampak pada penutup kepala Sikh dan Yahudi. Ketika undang-undang itu disahkan pada 2019, seorang perwakilan dari serikat polisi Austria pada saat itu menyatakan bahwa banyak petugas polisi akan menolak untuk menegakkan hukum dari undang-undang tersebut. 

Baca Juga: Bersepeda Tanpa Jilbab, Perempuan Iran Dimasukkan ke Penjara

Pri Saja Photo Verified Writer Pri Saja

Petani Kata

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Novaya

Berita Terkini Lainnya