Pengadilan India Kuatkan Larangan Jilbab di Sekolah

Pengadilan dinilai lakukan interpretasi hukum yang keliru 

Jakarta, IDN Times - Pemerintah India di negara bagian selatan Karnataka yang dikuasai oleh Partai Bharatiya Janata (BJP) milik Perdana Menteri Narendra Modi, menguatkan keputusan larangan jilbab bagi siswa muslim di sekolah. Keputusan itu dilakukan pada hari Selasa, 15 Maret 2022, bersamaan dengan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menetapkannya sebagai hari perang melawan Islamofobia.

Dalam beberapa bulan terakhir, negara bagian Karnataka mengalami ketegangan masalah pelarangan jilbab di sekolah yang dikelola pemerintah. Siswa perempuan muslim yang mengenakan pakaian agama itu, tidak diperbolehkan memasuki kelas, baik itu di sekolah menengah atau perguruan tinggi.

Larangan jilbab memicu protes umat Islam di wilayah tersebut yang mengatakan mereka kehilangan hak-hak dasar untuk pendidikan dan agama. Tapi siswa Hindu melakukan protes tandingan, mengenakan selendang safron, warna yang terkait erat agama dan disukai oleh nasionalis Hindu.

1. Jilbab dianggap bukan praktik keagamaan penting dalam Islam

Pengadilan India Kuatkan Larangan Jilbab di Sekolahilustrasi (Unsplash.com/Satria SP)

Umat Islam India adalah minoritas dengan membentuk sekitar 13 persen dari total1,35 miliar populasi penduduk India. Jumlah umat Islam India diperkirakan sekitar 200 juta orang.

Sejak partai Narendra Modi BJP berkuasa, berbagai pengamat menilai telah terjadi diskriminasi terhadap umat Islam. Nasionalisme Hindu yang menguat, juga berdampak pada umat beragama lain seperti Kristen dan Katolik.

Di Karnataka, larangan jilbab memicu para mahasiswa mengirim petisi penolakan ke pengadilan. Tapi pada Selasa, dilansir Reuters, Ketua Hakim Ritu Raj Awasthi mengatakan "kami berpendapat bahwa mengenakan jilbab oleh wanita muslim tidak menjadi bagian dari praktik keagamaan yang penting dalam keyakinan Islam."

Keputusan itu menguatkan larangan jilbab di sekolah yang dikelola pemerintah di negara bagian Karnataka. Para siswa muslim diperintahkan untuk tetap menggunakan seragam sekolah yang telah ditetapkan secara konstitusional dan tidak dapat ditentang.

2. Pengadilan dinilai lakukan interpretasi hukum yang keliru

Baca Juga: Luncurkan Rudal ke Pakistan, India Mengaku 'Tidak Sengaja'

Sebenarnya India tidak memiliki undang-undang atau aturan dari pusat tentang seragam sekolah di seluruh negeri. Tapi keputusan di negara bagian Karnataka dapat mendorong lebih banyak negara bagian untuk mengeluarkan pedoman larangan jilbab tersebut.

Bulan lalu, Menteri Dalam Negeri Federal Amit Shah mengatakan dia lebih suka siswa tetap mengenakan seragam sekolah daripada pakaian keagamaan apa pun.

Siswa muslim yang mengajukan petisi penolakan larangan jilbab di sekolah, rencananya akan membawa kasus itu ke Mahkamah Agung. Anas Tanwir, pengacara yang akan mewakilinya, menyebut putusan pengadilan Karnataka "mengecewakan" dan "salah," katanya dikutip Al Jazeera.

Menurut Tanwir, pengadilan telah melakukan interpretasi hukum yang salah. "Sejauh menyangkut praktik keagamaan yang esensial, (itu) seharusnya tidak menjadi pertanyaan. Pertanyaannya seharusnya adalah apakah (pihak berwenang) memiliki kekuatan untuk mengeluarkan perintah seperti itu."

Aktivis mahasiswa perempuan Afreen Fatima mengatakan putusan pengadilan Karnataka sangat mengganggu. "Ini secara yuridis menjatuhkan sanksi terhadap apartheid. Ini akan menjadi preseden yang mengkhawatirkan dan semakin mendorong wanita muslim keluar dari ruang pendidikan."

"Implikasinya akan dirasakan di semua negara bagian. Ini akan memberanikan ekstremis Hindu untuk merendahkan wanita muslim di ruang publik," tambahnya.

3. Tidak akan sekolah atau kuliah tanpa jilbab

Pengadilan India Kuatkan Larangan Jilbab di Sekolahilustrasi (Pexels.com/Monstera)

Tarik-ulur masalah larangan jilbab di Karnataka terjadi pertama kali di distrik Udupi pada bulan Januari, sebuah distrik yang dikuasai oleh partai BJP. Salah satu perguruan tinggi distrik itu tidak melarang siswa muslim untuk mengenakan jilbab, akan tetapi meminta mereka melepasnya ketika berada di dalam kelas.

Protes dilakukan oleh mahasiswa dan itu menular ke perguruan tinggi lainnya di negara bagian tersebut. Polarisasi terjadi di masyarakat dan ketegangan tercipta sehingga masalah itu menarik perhatian internasional.

Peraih Hadiah Nobel Malala Yousafzai bahwa mengomentari masalah itu, dan meminta para pemimpin India untuk melakukan sesuatu guna menghentikan marginalisasi perempuan muslim di negaranya.

Saat ini mahasiswa dan siswi muslim di Karnataka mengatakan akan memperjuangkan hak beragama dengan mengenakan jilbab. Dilansir BBC, Almas AH, salah satu mahsiswi mengatakan "saya tidak akan kuliah tanpa hijab. Dan saya akan memperjuangkannya karena hijab adalah bagian penting dari agama saya."

Aliya Assadi, mengatakan "kami memiliki begitu banyak harapan dalam sistem peradilan dan nilai-nilai konstitusional kami. Kami merasa telah dikhianati oleh negara kami sendiri."

Menurut Associated Press, jilbab secara historis tidak dilarang atau dibatasi di ruang publik India. Perempuan mengenakan jilbab adalah hal biasa di seluruh negeri, yang memiliki kebebasan beragama dan diabadikan dalam piagam nasional dengan negara sekuler sebagai landasannya.

Baca Juga: India Larang Jilbab, Berujung Protes Picu Penutupan Sekolah

Pri Saja Photo Verified Writer Pri Saja

Petani Kata

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Novaya

Berita Terkini Lainnya