Prancis Tarik Pasukan dari Afrika Barat

Lebih dari 2.000 personel akan dipulangkan

Paris, IDN Times - Prancis meluncurkan Operasi Barkhane di Afrika Barat pada Agustus tahun 2014 lalu. Operasi itu melibatkan lebih dari 5.000 personel untuk bekerja sama dengan negara-negara seperti Niger, Mali, Chad, Burkina Faso dan Mauritania dalam melawan kelompok militan jaringan al-Qaeda dan ISIS.

Selama delapan tahun melancarkan operasi tersebut, kini Prancis akan menarik pasukannya. Presiden Emmanuel Macron mengatakan pada hari Jumat (9/7) bahwa lebih dari 2.000 pasukannya akan ditarik dari wilayah tersebut.

Sisa pasukan akan tetap bertahan sebab Prancis masih akan terus berkomitmen membantu pada negara-negara mitra di Afrika Barat dalam memerangi kelompok jaringan al-Qaeda dan ISIS.

1. Prancis akan tutup pangkalan militer di Mali

Negara-negara yang bekerja sama dengan Prancis dalam menahan serangan kelompok militan disebut G5 Sahel. Mereka melakukan pertemuan dalam sebuah acara Konferensi Tingkat Tinggi pada hari Jumat (9/7) untuk membahas beberapa persoalan.

Presiden Prancis Emmanuel Macron dalam kesempatan tersebut mengatakan akan menutup pangkalan militernya yang berada di Mali bagian utara. Melansir laman France24, penutupan itu akan mulai dilakukan pada akhir tahun ini, sebab ancaman militan mulai bergeser ke selatan.

Emmanuel Macron mengatakan "kami akan mengatur ulang pasukan kami sejalan dengan kebutuhan untuk menghentikan penyebaran ini ke selatan, dan itu akan mengarah pada pengurangan personel militer kami di utara," katanya.

Dalam beberapa analisis pengamat militer, para militan telah mulai mengalihkan fokusnya, untuk menyerang negara-negara lain di Afrika Barat seperti Pantai Gading atau Benin. Dalam pendapat Macron, "musuh kita telah meninggalkan ambisi teritorial mereka demi menyebarkan ancaman tidak hanya di Sahel, tetapi di seluruh Afrika Barat," jelasnya dalam acara yang digelar melalui siaran video tersebut.

2. Prancis akan kurangi pasukan hingga menjadi sekitar 2.500-3.000 personel

Baca Juga: Batu yang Dikira Berlian Afrika Ternyata Hanya Kuarsa

Dengan berpindahnya ancaman teritorial yang dilakukan oleh jaringan kelompok milita al-Qaeda dan ISIS di wilayah Sahel yang menimbulkan ancaman di wilayah selatan, karena itu pasukan Prancis yang terkonsentrasi di utara akan mulai ditarik pulang. Penarikan pasukan akan dilakukan dalam jangka panjang.

Melansir laman Al Jazeera, penarikan pasukan itu akan menyisakan pasukan Prancis di Sahel menjadi sekitar 2.500 sampai 3.000 personel. Itu berarti lebih dari 2.000 pasukan Prancis akan mulai dipulangkan.

Kehadiran Prancis di Afrika Barat awalnya berada di Mali, setelah intervensi untuk memaksa pemberontak bersenjata menyingkir dari kota-kota di bagian utara. Mereka melakukannya di bawah operasi Serval. Operasi itu kemudian digantikan dengan Operasi Barkhane yang mencakup lebih luas negara.

Namun bagi Prancis, Operasi Barkhane sebagai bagian untuk membantu menahan serangan para kelompok militan, tidak akan dilakukan selamanya. "Prancis tidak memiliki panggilan atau keinginan untuk tinggal selamanya di Sahel. Kami ada karena kami diminta,” katanya Emmanuel Macron.

3. Presiden Niger berterima kasih atas dukungan Prancis

Prancis Tarik Pasukan dari Afrika BaratPresiden Niger, Muhamed Bazoum. (Twitter.com/Mohamed Bazoum)

Dalam beberapa bulan terakhir, pasukan militan masih terus melakukan serangkaian serangan yang lebih berani. Sejak Januari tahun ini, sudah ada ratusan warga sipil yang jadi korban serangan militan. Mereka sebagian besar beroperasi di pertemuan tiga perbatasan negara yakni Mali, Niger dan Burkina Faso.

Tiga pangkalan militer Prancis yang akan ditutup dalam beberapa bulan mendatang di Timbuktu, Tessalit dan Kidal di Mali utara dan pasukan Prancis akan diatur ulang kehadirannya untuk fokus di daerah perbatasan tiga negara tersebut.

Presiden Niger yang bernama, Mohamed Bazoum, satu-satunya pemimpin G5 yang hadir di Paris menyambut baik dukungan dan pelatihan militer yang telah dilakukan oleh Prancis.

Bazoum mengatakan “hal utama adalah bahwa Prancis mempertahankan prinsip dukungannya, kerja samanya, dan dukungannya untuk angkatan bersenjata negara-negara kami yang berbeda. Kami membutuhkan Prancis untuk memberi kami apa yang tidak kami miliki. Kami tidak membutuhkan Prancis untuk memberi kami apa yang sudah kami miliki,” katanya menjelaskan.

Melakukan konfigurasi ulang posisi pasukan militer yang dilakukan oleh Prancis, beberapa pengamat melihatnya adalah dampak dari dua kudeta militer di Mali yang berlangsung hanya dalam jarak sembilan bulan. Kudeta itu telah menciptakan Mali dalam ketidak stabilan politik dalam negeri.

Baca Juga: Togo Resmikan PLTS Terbesar di Afrika Barat

Pri Saja Photo Verified Writer Pri Saja

Petani Kata

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Novaya

Berita Terkini Lainnya