Presiden Chad Meninggal Dibunuh Pemberontak

Prancis berduka atas kematian sekutunya tersebut

N'Djamena, IDN Times - Republik Chad di Afrika Tengah saat ini sedang berduka. Presidennya yang bernama Idriss Deby meninggal karena serangan dari kelompok pemberontak yang bernama Front Pour l'Alternance et La Concorde au Tchad (FACT).

Juru bicara militer pemerintah Chad yang bernama Azem Bermendao Agouna mengumumkan kabar duka tersebut pada hari Selasa (20/4).

Presiden Idriss Deby memenangkan pemilu yang baru saja dilakukan pada 11 April dan dia sudah memimpin Republik Chad selama sekitar 30 tahun lamanya. Usai pemilu yang dimenangkannya, FACT menolak klaim kemenangan itu dan melancarkan serangan di daerah Tibesti, wilayah utara Republik Chad.

1. Masa berkabung nasional selama 14 hari

Presiden Chad Meninggal Dibunuh PemberontakIdris Deby, Presiden Chad sebelum meninggal (Twitter.com/Maréchal Idriss Deby Itno)

FACT telah berusaha menggulingkan kepemimpinan Idriss Deby sejak tahun 2016 lalu. Idriss Deby sendiri dianggap sebagai salah satu pemimpin yang bersekutu dengan Barat karena membantu memerangi kelompok militan seperti Boko Haram dan jaringan al-Qaeda lain di Afrika Barat dan Afrika Tengah.

Pada hari Jumat lalu (16/4), FACT mengatakan pihaknya telah menyerbu sebuah garnisun militer pemerintah di Gouri. Klaim tersebut dibantah dan oleh pemerintah dikatakan pemberontak telah dikalahkan.

Melansir dari laman CNN, sepertinya klaim pemerintah Chad itu tidak sepenuhnya benar. Hal itu karena, ketika Idriss Deby melakukan kunjungan ke garis depan pertempuran, justru Presiden mendapatkan serangan dan meninggal akibat luka-luka yang ia derita.

Juru bicara militer Chad, Azem Bermendao Agouna, mengumumkan "dengan kepahitan yang dalam kami mengumumkan kepada rakyat Chad kematian pada hari Selasa ini, 20 April 2021, dari Marsekal Idriss Deby Itno sebagai akibat dari cedera di garis depan."

Usai kematian Presiden Deby, militer mengumumkan masa berkabung nasional selama 14 hari ke depan. Jam malam juga akan diterapkan mulai pukul 6 sore hingga pukul 5 pagi. Perbatasan udara akan ditutup sampai batas waktu yang belum ditentukan.

Baca Juga: Terancam Punah, Dua Badak Hitam Langka Mati di Chad

2. Pemerintahan transisi dipimpin oleh putra Presiden Deby

Presiden Chad Meninggal Dibunuh PemberontakIdriss Deby menggunakan hak suaranya dalam pemilu (Twitter.com/Maréchal Idriss Deby Itno)

Meninggalnya Presiden Idriss Deby secara otomatis membuat Republik Chad mengalami masa kekosongan kepemimpinan. Militer mengatakan akan mengambil alih kekuasaan sementara dan menjanjikan pemilihan umum yang bebas, demokratis dan transparan.

Jenderal Mahamat Kaka, putra almarhum Presiden Deby segera ditunjuk sebagai presiden dewan transisi pemerintahan.

Namun penunjukkan Mahamat Kaka dinilai oleh pengamat Nathaniel Powell sebagai upaya mencegah kudeta dan memberikan pemerintahan berkelanjutan sebuah rezim.

Melansir dari kantor berita Reuters, Powell yang telah lama menulis tentang keterlibatan Barat seperti Prancis dan Amerika Serikat di Republik Chad mengatakan "pengumuman cepat dari pembentukan dewan militer dan penunjukan putranya Mahamat sebagai kepala negara, bagaimanapun juga menunjukkan keberlangsungan rezim."

Kepemimpinan Republik Chad, menurut salah seorang diplomat, seharusnya dipegang oleh ketua parlemen setelah presidennya meninggal. Namun dengan penunjukkan putra presiden, menurut diplomat tersebut, mereka akan terus menghadapi pemberontakan.

3. Prancis berduka atas kematian sekutunya

FACT adalah organisasi politik dan militer yang didirikan oleh SG Mahamat Mahdi Ali pada Maret 2016 di Tanua, Chad utara. Ia memiliki basis di perbatasan antara Chad dengan Libya. Serangan terbaru FACT di daerah pegunungan Tibesti adalah konflik militer yang telah lama berlangsung.

Prancis yang membantu Chad pernah melancarkan serangan udara ke pegunungan tersebut pada tahun 2019. Pada tahun 2008, para pemberontak juga pernah melancarkan serangan sampai ke gerbang istana kepresidenan. Bantuan dari Prancis datang dan berhasil mendorong pemberontak mundur.

Prancis yang memiliki operasi militer Barkhane di sepanjang daerah Sahel untuk melawan militan jihadis, bersekutu dengan beberapa negara termasuk Chad. Karena itu, posisi Presiden Idriss Deby di mata Barat adalah salah satu aliansi yang banyak membantu.

Melansir dari lama Al Jazeera, kematian Idriss Deby ditanggapi oleh kantor kepresidenan Prancis. Dalam sebuah pernyataan, kantor kepresidenan Prancis mengatakan "kehilangan seorang teman pemberani."

Idriss Deby menjadi presiden Chad setelah menggulingkan Presiden Hissene Habre pada tahun 1990. Sejak saat itu, ia berkuasa sampai meninggal dibunuh kelompok pemberontak. Sebelum jadi presiden, Deby adalah panglima angkatan bersenjata tertinggi yang mendukung Habre.

Idriss Deby mendapatkan pelatihan militer dari Prancis pada tahun 1970an. Dia sendiri juga senang berada di garis depan memimpin pasukan. Namun ketika dalam kunjungan ke pasukan Republik Chad yang baru saja ia lakukan, keberuntungan tidak berpihak kepadanya. Ia meninggal karena serangan dari kelompok pemberontak tersebut.

Baca Juga: Menteri Chad Ditahan Polisi karena Nikahi Anak Usia 14 Tahun

Pri Saja Photo Verified Writer Pri Saja

Petani Kata

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Novaya

Berita Terkini Lainnya