Putin Salahkan NATO atas Ketegangan di Eropa Saat Ini

Putin tidak ingin konflik bersenjata dan pertumpahan darah  

Jakarta, IDN Times - Presiden Rusia Vladimir Putin menyalahkan NATO atas ketegangan yang terjadi di Eropa saat ini. Menurutnya, NATO dan Barat memiliki penilaian yang keliru atas apa yang mereka yakini dengan kemenangan Perang Dingin.

Presiden Putin menyatakan hal itu pada hari Selasa (21/12/21) saat melakukan pertemuan dengan para jenderal di Kementrian Pertahanan. Pemimpin Rusia itu juga mengatakan tidak memiliki pilihan mundur atas ketegangan yang ada di perbatasan Ukraina.

Titik nyala di Eropa saat ini yang paling dikhawatirkan akan meledak adalah di Ukraina. Negara bekas pecahan Uni Soviet itu menuduh bahwa Rusia akan melancarkan serangan karena telah menumpuk ratusan ribu pasukan di dekat perbatasan timur negaranya.

NATO dan sekutu Barat telah menyatakan dengan tegas akan mendukung kedaulatan Ukraina jika mendapat serangan dari Rusia. Mereka juga mengancam akan menjatuhkan sanksi keras kepada Moskow.

1. Saatnya Rusia menanggapi aktivitas AS dan NATO yang semakin memperburuk situasi

Upaya untuk meredakan ketegangan yang terjadi di perbatasan Ukraina terus dilakukan oleh para petinggi dunia yang terlibat dalam kepentingan tersebut. Jika ketegangan itu tidak mereda, ditakutkan akan terjadi pertempuran besar yang menyebabkan banyak nyawa melayang.

Ketegangan di Ukraina khususnya, dan di Eropa pada umumnya saat ini, menurut Vladimir Putin adalah kesalahan Barat. Dilansir Tass, "apa yang terjadi sekarang, ketegangan yang muncul di Eropa, itu salah mereka," katanya pada pertemuan para petinggi kementerian, merujuk pada Barat.

Bagi Putin, AS dan NATO terus melangkah dengan aktivitas yang menyebabkan situasi semakin memburuk. Sampai pada titik saat ini, Rusia harus menanggapi semua aktivitas itu karena khawatir NATO semakin dekat dengan perbatasan negaranya.

Beberapa negara pecahan Soviet telah menjadi anggota NATO. Ukraina dan Georgia yang berbatasan langsung dengan Rusia, juga telah berusaha untuk bergabung dengan NATO.

Rusia merasa terancam dengan hal itu karena, jika mereka diterima sebagai anggota NATO, maka peralatan canggih aliansi atlantik utara itu akan dapat ditempatkan di negara-negara yang dekat dengan Rusia.

Peralatan tersebut seperti misalnya rudal jelajah. Itu berarti secara langsung mengancam keamanan Rusia. Pada tahun 2019 lalu, Warsaw Business Journal menyebutkan bahwa AS telah memasang rudal jelajah Tomahawk di Rumania dan Polandia.

Kemampuan rudal jelajah itu dapat mencapai target antara 500 hingga 2000 kilometer. Putin telah memperingatkan bahwa hal itu merupakan ancaman bagi negaranya.

2. Vladimir Putin tidak menginginkan konflik bersenjata dan pertumpahan darah

Baca Juga: Sekjen NATO: Belum Saatnya Pasukan NATO Tinggalkan Afghanistan

AS yang memimpin aliansi NATO dituduh telah melebarkan pengaruhnya untuk mengepung Rusia. Beberapa pecahan negara Soviet telah terlibat keanggotaan NATO dan penempatan persenjataan canggihnya, secara langsung menimbulkan ancaman bagi Rusia.

Dilansir Associated Press, rudal jelajah AS dan NATO dapat ditempatkan di Ukraina jika negara itu diterima keanggotaan di aliansi atlantik utara. "Bagi kami, ini adalah tantangan paling serius–tantangan terhadap keamanan kami," kata Putin.

Rudal-rudal AS dan NATO akan dapat mencapai Rusia hanya dalam beberapa menit, yang tentu saja membuat Moskow harus bereaksi. Itulah mengapa, Kremlin mengajukan proposal jaminan keamanan berdasarkan hukum kepada AS dan NATO agar ada jaminan jangka panjang.

Aktivitas NATO itu menurut Putin didasari atas penilaian yang keliru atas apa yang diyakini sebagai kemenangan Perang Dingin. AS dan NATO terlalu euforia dan menyebarkan pengaruh ke banyak wilayah.

Dalam pertemuan dengan para jenderalnya, Putin membantah memiliki rencana menyerang Ukraina. Tapi dia tidak akan mengesampingkan ekspansi NATO dan penyebaran senjata.

Dilansir Al Jazeera, Presiden Putin menegaskan bahwa "konflik bersenjata dan pertumpahan darah sama sekali bukan sesuatu yang akan kami pilih, kami tidak menginginkan skenario seperti itu." 

Dia berharap bahwa segera dilakukan pembicaraan konstruktif antara Moskow dan Washington di negara netral seperti misalnya di Brussel.

3. AS siap melakukan pembicaraan dengan Rusia

Putin Salahkan NATO atas Ketegangan di Eropa Saat IniPersenjataan tempur Rusia. (Twitter.com/Минобороны России)

Dilansir Reuters, Vladimir Putin telah memberikan penegasan yang nyata akan niatnya berdiskusi dengan Barat. Tapi, "jika garis agresif rekan-rekan Barat berlanjut, kami akan mengambil langkah-langkah respons teknis-militer yang memadai dan bereaksi keras terhadap langkah-langkah yang tidak bersahabat," kata Putin.

Presiden Rusia juga baru saja melakukan pembicaraan dengan Presiden Prancis dan Kanselir Jerman yang baru. Jerman khususnya mendesak dilakukannya de-eskalasi militer.

Diplomat Departemen Luar Negeri AS untuk Eropa, Karen Donfried, juga mengatakan bahwa Washington siap untuk terlibat dengan Moskow dalam pembicaraan lewat tiga saluran.

Menurut Donfried, tiga saluran yang dimaksud adalah secara bilateral, lewat Dewan NATO-Rusia, dan melalui Organisasi Keamanan dan Kerjasama di Eropa (OSCE).

Di sisi lain, Donfried juga menegaskan bahwa AS akan tetap mengirimkan pasokan persenjataan untuk pertahanan ke Ukraina. "Seperti yang dikatakan Presiden Biden kepada Presiden Putin, jika Rusia menginvasi Ukraina lebih lanjut, kami akan memberikan bahan pertahanan tambahan kepada Ukraina di atas dan di luar apa yang sudah kami proses dalam penyediaannya."

Baca Juga: Menhan Jerman: 'NATO Tak Kan Biarkan Didikte oleh Rusia'

Pri Saja Photo Verified Writer Pri Saja

Petani Kata

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Novaya

Berita Terkini Lainnya