Rayakan 60 Tahun Perjanjian Elysee, Ini yang Dibahas Prancis-Jerman

Pengamat menilai hubungan dua negara itu sedang bermasalah

Jakarta, IDN Times - Kanselir Jerman Olaf Scholz berkunjung ke ibu kota Paris, Prancis dan bertemu dengan Presiden Emmanuel Macron pada Minggu (22/1/2023). Pertemuan itu untuk merayakan 60 Perjanjian Elysee, membahas berbagai kerja sama, termasuk membicarakan masalah Ukraina.

Perjanjian Elysee sendiri adalah perjanjian persahabatan yang ditandatangani Prancis dan Jerman Barat pada 22 Januari 1963. Dua negara itu selama berabad-abad terus bermusuhan dan perjanjian tersebut meletakkan dasar hubungan baru persahabatan kedua negara.

Berikut ini fakta pertemuan perayaan 60 tahun Perjanjian Elysee tersebut.

Baca Juga: Tolak Kenaikan Usia Pensiun, Jutaan Warga Prancis Demonstrasi

1. Paris-Berlin sebagai kekuatan penggerak Eropa

Sebagai anggota Uni Eropa (UE), Prancis dan Jerman adalah dua raksasa ekonomi utama. Di benua Eropa, dua negara itu kerap menjadi rujukan tentang berbagai hal, dari ekonomi, teknologi, pertahanan dan lainnya.

Berbicara di Universitas Sorbonne yang bergengsi, Kanselir Scholz mengatakan bahwa masa depan Eropa selanjutnya akan bertumpu pada kekuatan penggerak Paris dan Berlin, kutip Deutsche Welle.

"Mesin Jerman-Prancis adalah mesin untuk kompromi, diminyaki dengan baik, tetapi dari waktu ke waktu juga keras dan ditandai dengan kerja keras," ujar Scholz.

Scholz bersama sekitar 300 anggota parlemen Jerman bertemu dan berkumpul di Sorbonne untuk perayaan 60 tahun Perjanjian Elysee.

Baca Juga: Tolak Kirim Tank ke Ukraina, Jerman Dikecam 

2. Melawan kebijakan AS yang dinilai tidak adil

Presiden Macron sebagai tuan rumah, menyambut kedatangan ratusan mitranya dari Jerman tersebut. Dia mengatakan bahwa Paris telah membuka jalan rekonsiliasi dan oleh sebab itu akan menjadi pelopor untuk meluncurkan kembali Eropa.

Dilansir Associated Press, dalam kesempatan itu Macron menyerukan pengembangan model energi baru di UE. Macron juga mengajak Eropa untuk memberi tanggapan terhadap subsidi AS terhadap pembuat mobil listrik yang dinilai tidak adil dan diskriminatif.

Prancis ingin Eropa melawan langkah AS tersebut. Oleh karena itu, Paris mendorong UE untuk melonggarkan aturan subsidi negara demi mempercepat alokasi produksi, menyederhanakan dukungan untuk investasi dan menciptakan dana kedaulatan UE demi meningkatkan industri hijau.

Di bawah pemerintahan Joe Biden, AS mengesahkan Undang-Undang Pengurangan Inflasi (Inflation Reduction Act/IRA)) yang dinilai merugikan Eropa. Subsidi besar AS dapat memicu relokasi fasilitas produksi dan investasi sektor strategis dari UE ke AS, termasuk pembuat mobil listrik.

Baca Juga: BI Proyeksikan Inflasi Januari 2023 Capai 0,41 Persen 

3. Bersama memberi dukungan kepada Ukraina

Rayakan 60 Tahun Perjanjian Elysee, Ini yang Dibahas Prancis-Jermanilustrasi tentara Ukraina (Twitter.com/Defence of Ukraine)

Selain rencana meningkatkan kerja sama ekonomi dan energi baru yang bersih, Prancis dan Jerman juga membahas dukungan militer untuk Ukraina. Prancis dan Jerman telah membantu Ukraina secara signifikan, tapi sejauh ini Kiev masih terus meminta bantuan tank kelas berat Leopard Jerman yang belum disetujui Berlin.

Dilansir Euro News, langkah Jerman itu dinilai lamban sehingga memicu kritik keras terhadap pemerintahan Kanselir Scholz. Paris juga telah berusaha mendorong Berlin agar memberi izin re-ekspor tank Leopard dari pihak ketiga. Namun sampai saat ini, izin itu belum dikeluarkan.

Meski begitu, baik Jerman dan Prancis tetap berjanji akan memberikan dukungan kepada Ukraina.

"Imperialisme Putin tidak akan menang. Kami tidak akan membiarkan Eropa kembali ke masa ketika kekerasan menggantikan politik dan benua kami dicabik-cabik oleh kebencian dan persaingan nasional," kata Scholz.

"Dukungan kami yang tak putus-putusnya untuk rakyat Ukraina akan berlanjut di setiap bidang," kata Presiden Macron.

4. Hubungan Prancis-Jerman bermasalah

Rayakan 60 Tahun Perjanjian Elysee, Ini yang Dibahas Prancis-JermanKanselir Olaf Scholz dan Presiden Emmanuel Macron (Twitter.com/Bundeskanzler Olaf Scholz)

Tak dapat dipungkiri, Prancis dan Jerman adalah duo raksasa Eropa. Tapi ada penilaian negatif dari pengamat, misalnya Jacob Ross, peneliti di Dewan Hubungan Luar Negeri Jerman di Berlin.

Dilansir RFI, Ross mengatakan bahwa Prancis memiliki kesan bahwa Jerman tidak tertarik dengan hubungan Paris-Berlin. Hubungan kedua negara juga disebut tidak sekuat dulu.

Di tataran publik, jajak pendapat menunjukkan 36 persen responden Prancis dan 39 responden Jerman mengatakan bahwa hubungan Prancis-Jerman sedang bermasalah.

Prancis telah mencoba memperbaiki hubungan dengan negara Eropa lain, seperti dengan Italia, Yunani dan Spanyol.

"Jika sulit dengan Jerman saat ini, dan tidak bergerak maju seperti yang dia (Macron) harapkan, maka dia akan mencoba mencari mitra alternatif," jelas Ross.

Pri Saja Photo Verified Writer Pri Saja

Petani Kata

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Anata Siregar

Berita Terkini Lainnya