Rekor! UEA Borong Jet Rafale Prancis Senilai Rp275 T

AS disinyalir berpaling dari Timur Tengah

Jakarta, IDN Times - Presiden Prancis Emmanuel Macron melakukan kunjungan selama dua hari di negara-negara Teluk. Dalam kunjungannya ke Uni Emirat Arab (UEA), terjadi kesepakatan fantastis di bidang kerja sama alutsista.

UAE sepakat untuk memborong 80 jet tempur Rafale buatan perusahaan Prancis dengan nilai 19 miliar dolar AS atau sekitar Rp275 triliun. Ini adalah kesepakatan yang bersejarah, di mana pembelian tersebut adalah jumlah pesanan terbesar yang pernah diterima Prancis.

Menurut SIPRI, Institut Penelitian Perdamaian Internasional Stockholm, ekspor senjata Prancis terus mengalami peningkatan. Sebagian besar negara tujuan ekspor senjata dari Prancis adalah negara-negara Timur Tengah, dan Asia Selatan.

1. Perkuat kemitraan strategis untuk meningkatkan stabilitas regional

Presiden Prancis Emmanuel Macron sedang dalam kunjungan ke negara-negara Teluk seperti UEA, Qatar dan Arab Saudi. Perjalanan itu dilakukan Macron untuk meningkatkan hubungan kerja sama dengan negara-negara Teluk.

Pada hari Jumat (3/12/21), Macron tiba di UEA. Di sana, menurut media Prancis, France24, UEA sepakat untuk mendapatkan senjata baru yakni jet tempur dan helikopter. Nilai dari kesepakatan tersebut adalah 19 miliar dolar AS atau sekitar Rp275,9 triliun.

Dengan uang sebanyak itu, UEA akan mendapatkan jet tempur Rafale F4 generasi tercanggih dan 12 helikopter transportasi militer Caracal. 

Dalam sebuah pernyataan tentang kesepakatan, disebutkan "ini adalah hasil dari kemitraan strategis antara kedua negara, mengkonsolidasikan kapasitas mereka untuk bertindak bersama demi otonomi dan keamanan mereka."

Kesepakatan itu membuat UEA mengikuti jejak pesaingnya, yakni Qatar, yang sebelumnya telah sepakat memborong 36 pesawat tempur dari Prancis.

Dilansir Euro News, Menteri Angkatan Darat Prancis Florence Parly memuji kesepakatan UEA-Prancis. "Ini adalah berita bagus yang akan melanggengkan ratusan pekerjaan di Prancis," katanya. Dengan kesepakatan itu, diperkirakan akan membuka sekitar 7.000 pekerjaan bagi Prancis.

Beberapa analis pertahanan menyebutkan bahwa pembelian Rafale ini akan menggantikan armada jet tempur Mirage 2000. Sebagai negara yang juga bermitra dengan AS, jet tempur Rafale tidak mungkin digunakan untuk menggantikan peran F-35 buatan Amerika.

2. Kesepakatan bersejarah UEA-Prancis dinilai karena AS berpaling dari Timur Tengah

Baca Juga: Pesanan F-35 UEA Terlambat, Ini Respon Amerika Serikat

Selain AS, Prancis adalah salah satu negara penopang utama sistem persenjataan UEA. Dua negara tersebut, juga sudah menjalin hubungan lama dalam kerja sama alutsista. Tapi kesepakatan untuk pembelian jet tempur, sebelumnya telah ditolak oleh Abu Dhabi.

Penolakan itu dilakukan pada tahun 2011 lalu, ketika Paris menawarkan untuk memasok sebanyak 60 jet tempur Rafale. Saat itu, Abu Dhabi mengatakan bahwa jet tempur tersebut "tidak kompetitif."

Namun, menurut Al Jazeera, ada sinyal yang dilihat dari Timur Tengah bahwa AS mulai berpaling dari wilayah tersebut. Kongres AS ragu-ragu untuk menizinkan tambahan pasokan jet tempur F-35 ke UEA, karena hubungan negara tersebut yang erat dengan China.

Kesepakatan fantastis yang terbaru antara UEA dengan Prancis kemudian dilihat sebagai sinyal ketidaksabaran negara tersebut dalam menunggu keputusan Washington.

UEA adalah negara pelanggan terbesar kelima dalam bisnis senjata Prancis. Di Abu Dhabi, Prancis juga sudah memiliki pangkalan militer yang permanen. Jet tempur Rafale F4 yang dipesan, masih dalam pengembangan dan pada tahun 2024 akan selesai. Pengiriman ke UEA akan dimulai pada tahun 2027 mendatang.

3. Kritik dari Human Rights Watch

Rekor! UEA Borong Jet Rafale Prancis Senilai Rp275 TSorang anak Yaman kurang gizi sedang diperiksa. (Twitter.com/UNICEF Yemen)

Kesekapatan pembelian senjata yang menurut para pejabat Prancis adalah hal yang membahagiakan, tapi menurut lembaga Human Rights Watch (HRW) adalah hal yang memilukan.

Lembaga hak asasi manusia yang berkantor pusat di New York itu mengkritik kesepakatan tersebut. Ini karena didasarkan bahwa UEA diduga terlibat dalam kemelut Yaman, yang telah menyebabkan krisis kemanusiaan terburuk sepanjang sejarah modern.

Dilansir Al Jazeera, HRW mengatakan "Prancis terus melanjutkan penjualan ini meskipun UEA memainkan peran utama dalam operasi militer yang diwarnai kekejaman yang dipimpin oleh koalisi pimpinan Saudi di Yaman."

Selain itu, ada juga kekhawatiran bahwa kesepakatan pembelian senjata akan menimbulkan ketidakstabilan di kawasan tersebut. Meski begitu, Macron berusaha menepisnya. Dia mengatakan "kontrak-kontrak ini penting bagi ekonomi dan menciptakan lapangan kerja di Prancis. Apa yang baik untuk pria dan wanita Prancis, saya pertahankan dengan gigih," ujarnya dikutip Reuters.

Baca Juga: UEA-Israel Resmi Berdamai, Turki Ancam Beri Respon Tegas Terhadap UEA

Pri Saja Photo Verified Writer Pri Saja

Petani Kata

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Novaya

Berita Terkini Lainnya