Selama 2021 Sudah 12 Pengungsi Tewas di Kamp Suriah

PBB khawatirkan sistem keamanan kamp 

Damaskus, IDN Times – Sebanyak 12 orang pengungsi dilaporkan oleh badan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) telah meninggal di kamp al-Hawl, Suriah. Laporan terbaru itu menyatakan bahwa korban meninggal terjadi dalam dua minggu tahun 2021, antara tanggal satu hingga tanggal 16 Januari.

Tidak jelas apa yang menyebabkan belasan pengungsi itu meninggal, tapi ada kecurigaan bahwa keamanan kamp yang lemah menjadi salah satu sebab pertiakaian antar pengungsi hingga menyebabkan korban jiwa.

Kamp ini awalnya dibangun pada tahun 1991 ketika Amerika Serikat melakukan invasi ke Irak. Kamp ditutup setelah konflik itu selesai. Namun ketika konflik di Irak kembali terjadi, kamp al-hawl dibuka lagi pada tahun 2003, menjadi satu dari tiga kamp pengungsi yang dibangun di perbatasan antara Suriah dan Irak.

1. Meninggal karena pembunuhan

Selama 2021 Sudah 12 Pengungsi Tewas di Kamp SuriahIlustrasi Garis Polisi (IDN Times/Mardya Shakti)

Konflik berkepanjangan di Suriah telah menyebabkan banyak penderitaan. Konflik yang dimulai sejak Maret 2011 tersebut, kini sudah hampir 10 tahun berjalan dan belum jelas kapan akan berakhir. Banyak pihak yang berkepetingan di Suriah, termasuk Iran, Rusia, Turki, ISIS & ISIL, juga AS dan termasuk pemerintah Suriah sendiri.

Konflik tersebut telah mengakibatkan setidaknya lebih dari 200.000 orang meninggal. Ratusan ribu yang lain melarikan diri, dan banyak yang berada di kamp pengungsian. Salah satu kamp pengungsian terbesar di Suriah adalah Kamp al-Hawl.

Melansir dari laman Anadolu, lebih dari 60.000 orang ditampung di kam al-Hawl ini. Berbagai masalah muncul di penampungan pengungsian tersebut, salah satunya adalah sistem keamanan yang lemah. Menurut PBB, 12 orang yang dilaporkan meninggal pada dua minggu tahun 2021 ini, semuanya adalah karena pembunuhan.

Namun, tidak jelas bagaimana pembunuhan itu terjadi. Satu diantara korban yang meninggal adalah seorang pengungsi perempuan yang berasal dari Irak. Kamp pengungsi al-Hawl berada dibawah kendali pasukan Kurdi SDF (Syrian Democratic Forces) yang didukung oleh AS.

2. Sistem keamanan yang lemah

Selama 2021 Sudah 12 Pengungsi Tewas di Kamp SuriahKamp pengungsian al-Hawl. (Twitter.com/Fikra Forum)

Kamp al-Hawl berada di timur laut Suriah dan jarak antara kamp tersebut dengan ibukota Damaskus, sekitar 680 kilometer. Kamp menampung orang-orang yang terlibat di dalam konflik di Suriah dan Irak, yang terdiri dari pengungsi Irak sebanyak 45 %, Suriah 40 %, dan sisanya penduduk dari negara lain yang ikut terlibat.

Sebagian besar kamp ini dihuni oleh para pengungsi perempuan dan anak-anak. Pada tahun 2019, sebuah laporan menyatakan kamp al-Hawl berada dalam tingkat bahaya radikalisasi karena pengaruh pengungsi korban dari ISIS & ISIL. Pada tahun 2020, terjadi peningkatan kekerasan dan tahun 2021 ini, kekerasan semakin meningkat diantara para penghuninya.

Juru bicara PBB dari Koordinasi Urusan Kemanusiaan, Jens Laerke, menyerukan “kepada pihak berwenang yang mengontrol keamanan kamp untuk memastikan keselamatan warga, juga pekerja kemanusiaan,” katanya seperti dikutip dari kantor berita Reuters.

PBB menginginkan kepastian keamanan untuk tetap dapat menyalurkan bantuan kemanusiaannya. Laerke menyebut bahwa “semua pengiriman (bantuan) berada dalam bahaya ketika tingkat keamanan memanas ke apa yang kita lihat sekarang” katanya menegaskan.

Baca Juga: Biden Kuasai Gedung Putih, Israel Tetap Lanjutkan Serangan ke Suriah

3. Ancaman terhadap anak-anak

Selama 2021 Sudah 12 Pengungsi Tewas di Kamp SuriahAnak-anak di kamp pengungsian. Ilustrasi (Twitter.com/Din)

Beberapa insiden yang terjadi di kamp al-Hawl, seringkali melibatkan pendukung ISIS. Serangan terhadap penjaga atau staf yang dipekerjakan oleh LSM kadang terjadi dengan menggunakan pisau atau bahkan senjata api.

Imran Reza, koordinator perwakilan PBB untuk Suriah menyatakan “keprihatinan serius mereka atas kondisi yang memburuk” di al-Hawl. Kebutuhan solutif untuk kamp didesak untuk dilakukan dalam jangka panjang.

Melansir dari laman Al Jazeera, Sonia Kush yang menjadi direktur Save the Children mengatakan ada peningkatan intensitas serangan sejak Agustus tahun 2020 hingga saat ini. Penyebab meningkatnya serangan “apakah itu karena alasan ideologis, atau perselisihan pribadi, atau kriminalitas atau kombinasi ketiganya” katanya menjelaskan.

Namun dia mencatat bahwa serangan sebagian besar dilakukan oleh pengungsi laki-laki. Sonia Kush meminta otoritas kamp untuk memberikan perlindungan khususnya anak-anak yang berada di dalamnya.

Menurut pendapat Sonia Kush, kamp bukanlah tempat alami bagi anak-anak untuk bertumbuh dan berkembang. Namun fakta bahwa mereka saat ini berada dalam kondisi seperti itu, kondisi aman dan tetap mendapatkan pendidikan serta kesempatan belajar adalah hal yang penting untuk masa depan mereka.

Baca Juga: 'White Helmets' di Suriah Dapat Dana 1,17 Juta Pound Sterling

Pri Saja Photo Verified Writer Pri Saja

Petani Kata

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Novaya

Berita Terkini Lainnya