Sri Lanka Diguncang Protes, Presiden Umumkan Darurat Nasional Lagi! 

Presiden Rajapaksa dinilai salah membuat kebijakan 

Jakarta, IDN Times - Kemelut krisis ekonomi di Sri Lanka belum menemukan jalan keluar. Rakyat di negara tersebut terus melakukan protes dan mendesak agar Presiden Gotabaya Rajapaksa meninggalkan jabatannya.

Pada Jumat (6/5/2022), Rajapaksa mengumumkan keadaan darurat dengan alasan untuk mengendalikan situasi. Jika proposal itu disetujui oleh parlemen, maka penangkapan para demonstran yang memblokir jalan dan mogok kerja bisa dilakukan.

Para demonstran telah melakukan unjuk rasa sejak Maret. Mereka melakukan protes karena menilai pemerintah telah salah dalam mengurus negara.

Presiden Rajapaksa dan keluarganya yang berada di beberapa jabatan strategis telah didesak untuk mundur. Tapi sampai saat ini, Presiden Sri Lanka itu masih terus mempertahankan jabatannya meski ratusan ribu rakyat terus melakukan demonstrasi.

1. Pengumuman keadaan darurat kedua dalam lima minggu

Sri Lanka Diguncang Protes, Presiden Umumkan Darurat Nasional Lagi! Presiden Sri Lanka, Gotabaya Rajapaksa (Twitter.com/Gotabaya Rajapaksa)

Protes atas kondisi krisis ekonomi yang terjadi di Sri Lanka terkadang sering berbuntut aksi kekerasan. Petugas keamanan yang mencoba mengamankan situasi, kerap terlibat bentrokan dan menggunakan gas air mata serta meriam air untuk membubarkan massa.

Protes telah dimulai sejak Maret lalu. Rakyat Sri Lanka kecewa karena bahan bakar telah langka, pasokan makanan mulai sulit atau mahal, dan rumah sakit kehabisan obat-obatan vital. Negara telah kehabisan uang dan tidak mampu mengimpor barang-barang penting yang dibutuhkan.

Protes terus berlanjut sampai saat ini dan menurut CNN, serikat buruh melakukan mogok kerja nasional. Presiden Rajapaksa pada Jumat mengeluarkan pengumuman keadaan darurat untuk negaranya dengan alasan memastikan ketertiban umum.

Pengumuman keadaan darurat yang baru saja dilakukan adalah pengumuman yang kedua kalinya dalam waktu lima minggu terakhir. Sebelumnya, pada 1 April, Rajapaksa telah membuat keputusan serupa tapi dibatalkan lima hari kemudian.

Ketika presiden mengeluarkan pengumuman, polisi dan demonstran terlibat bentrokan di dekat gedung parlemen negara di ibu kota Kolombo. Polisi menggunakan gas air mata untuk membubarkan massa.

Baca Juga: WNI di Sri Lanka Berlebaran Secara Sederhana di KBRI Kolombo 

2. Pasukan keamanan dapat memenjarakan demonstran tanpa proses pengadilan

Krisis yang terjadi tahun ini dinilai sebagai krisis paling buruk sejak Sri Lanka merdeka pada 1948. Tekanan agar Rajapaksa mundur terus meningkat dari waktu ke waktu.

Dengan pengumuman keadaan darurat, Al Jazeera menjelaskan bahwa pasukan keamanan bakal memiliki wewenang untuk menangkap dan memenjarakan tersangka dalam waktu lama tanpa proses pengadilan.

Selain itu, pengerahan pasukan untuk menjaga hukum dan ketertiban selain polisi juga dimungkinkan. Juru bicara Kepresidenan mengatakan, keadaan darurat itu mulai berlaku pada Jumat tengah malam.

"Presiden menggunakan kekuasaan eksekutifnya untuk menerapkan peraturan darurat guna memastikan pemeliharaan layanan penting dan ketertiban umum," kata juru bicara itu.

Keputusan pengumuman keadaan darurat mendapatkan kritik dari oposisi. Pemimpin oposisi Sajith Premadasa mengatakan, tindakan Rajapaksa berlawanan dengan hukum karena dianggap menghalalkan segala cara untuk mengatasi krisis. 

3. Presiden Rajapaksa dinilai salah membuat kebijakan

Sri Lanka Diguncang Protes, Presiden Umumkan Darurat Nasional Lagi! ilustrasi demonstrasi (Unsplash.com/ Chris Slupski)

Sri Lanka adalah negara kepulauan yang memiliki jumlah populasi sekitar 22 juta orang. Pada Jumat, gerakan mogok massal yang dilakukan pekerja telah membuat sistem transportasi umum lumpuh dan banyak toko tutup untuk bergabung dengan demonstrasi.

Dikutip dari NDTV, bus swasta yang merupakan dua pertiga dari armada nasional ikut bergabung mogok dan tidak beroperasi.

Asosiasi Operator Bus Swasta Gemunu Wijeratne mengatakan, "kami tidak menyediakan layanan hari ini, tetapi jika sekelompok orang ingin bergabung dengan protes antipemerintah dalam radius 20 kilometer, kami akan memberikan bus kami secara gratis."

Pemimpin serikat buruh yang ikut mengorganisasi mogok kerja, Ravi Kumudesh menjelaskan, "kami dapat menunjukkan dengan tepat kesalahan kebijakan Presiden (Rajapaksa) yang telah menyebabkan ekonomi kami sangat menyedihkan ini. Dia harus pergi (meninggalkan jabatan)."

Sri Lanka bulan lalu mengumumkan telah gagal membayar utang luar negeri senilai 51 miliar dolar atau sekitar Rp739,4 triliun. Menteri Keuangan Sri Lanka, Ali Sabry, pekan ini memperingatkan bahwa negaranya harus menanggung kesulitan ekonomi yang belum pernah terjadi sebelumnya, setidaknya selama dua tahun ke depan.

Baca Juga: Imbas Krisis Valuta Asing, Sri Lanka Akan Jual Visa Jangka Panjang

Pri Saja Photo Verified Writer Pri Saja

Petani Kata

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Vanny El Rahman

Berita Terkini Lainnya