Taliban Larang Pernikahan Paksa di Afghanistan

Upaya memberi keadilan bagi perempuan 

Jakarta, IDN Times - Sebuah dekrit telah dikeluarkan oleh pemerintahan Taliban di Afghanistan pada hari Jumat (3/12/21). Dalam dekrit itu disebutkan mereka melarang pernikahan paksa perempuan. Perempuan tidak diperkenankan dianggap sebagai "properti."

Dekrit juga mengatur persoalan pernikahan janda. Seorang perempuan yang suaminya meninggal, diperbolehkan menikah lagi setelah 17 minggu kemudian atau hampir empat bulan.

Meski begitu, dalam dekrit tersebut tidak diumumkan batasan usia perempuan untuk menikah. Sebelumnya, usia perempuan menikah adalah 16 tahun. 

1. Upaya memberi keadilan bagi perempuan

Hibatullah Akhunzada, salah satu pemimpin Taliban yang diyakini saat ini berada di Kandahar, mengeluarkan dekrit yang mengatur masalah perempuan. Dilansir Al Jazeera, dalam dekrit itu disebutkan "baik (perempuan dan lelaki) harus setara. Tidak ada yang bisa memaksa perempuan untuk menikah dengan paksaan atau tekanan."

Dekrit yang baru saja dikeluarkan tersebut adalah langkah baru Taliban untuk memberikan keadilan bagi perempuan. Perempuan tidak boleh dianggap sebagai "properti."

Pernikahan paksa telah umum terjadi di Afghanistan. Mereka menikahkan anak perempuan dengan imbalan mahar yang dapat digunakan untuk membayar hutang serta memberi makan keluarga mereka. Ini karena sebagian besar masyarakat Afghanistan jatuh ke kemiskinan.

Pengadilan Afghanistan juga telah diperintahkan untuk memperlakukan perempuan secara adil, terutama para janda. Kelompok Taliban juga mengatakan telah meminta menteri-menteri pemerintah untuk berkampanye memberikan kesadaran tentang hak-hak perempuan di seluruh penduduk Afghanistan.

Mahbouba Seraj, direktur eksekutif Pusat Pengembangan Keterampilan Perempuan Afghanistan menanggapi langkah Taliban itu. "Ini (perubahan) besar, ini (keputusan) sangat besar... jika dilakukan seperti yang seharusnya, ini adalah pertama kalinya mereka membuat keputusan seperti ini," ujarnya.

2. Kedilan bagi janda

Baca Juga: Iran dengan Afghanistan Bentrok di Perbatasan Gegara Salah Paham

Selain larangan pernikahan paksa, dalam dekrit yang diumumkan pada Jumat juga mengatur persoalan janda. Di Afghanistan yang telah berlangsung adat kesukuan sejak lama, seorang perempuan yang suaminya meninggal, maka dia harus menikah dengan saudara laki-laki atau kerabat suaminya.

Dilansir ABC News, Taliban sekarang menyatakan mereka menentang praktik tersebut. Mereka menjelaskan seorang janda saat ini akan diizinkan untuk menikah kembali 17 minggu setelah kematian suaminya. Selain itu, janda tersebut juga bebas memilih suaminya yang baru.

Meski keputusan yang baru saja diumumkan kali ini memberi kabar yang baik, namun nasib perempuan di sektor pendidikan dan pekerjaan masih belum jelas.

Awalnya, Taliban mengatakan bahwa mereka akan melibatkan perempuan dalam pemerintahannya. Tapi faktanya, saat ini semua kabinet yang terpilih untuk mengatur Afghanistan yang dipilih adalah lelaki.

3. Langkah untuk meredakan ketakutan internasional

Taliban adalah kelompok yang saat ini memerintah Afghanistan, setelah pasukan pemerintah kalah. Namun, upaya untuk mengatur negara tersebut sampai saat ini masih tersandung berbagai masalah.

Beberapa di antaranya adalah, mereka kebingungan menghadapi ancaman kemiskinan dan para pegawai yang belum mendapatkan gaji selama beberapa bulan. Komunitas internasional telah memutus bantuan dana miliaran dolar dan AS telah membekukan aset bank sentral Afghanistan yang disimpan di New York.

Bantuan dan pencairan aset akan dapat dilakukan dengan beberapa syarat, di antaranya Taliban menjadi pemerintahan yang inklusif, menghormati minoritas dan menghargai perempuan agar setara dengan lelaki.

Menurut Roya Rahmani, mantan duta besar Afghanistan untuk Amerika Serikat, dekrit baru tersebut "adalah langkah yang sangat cerdas dari pihak Taliban saat ini karena salah satu berita yang menarik perhatian Barat adalah fakta bahwa gadis-gadis kecil dijual sebagai properti kepada orang lain untuk memberi makan anggota keluarga lainnya," katanya dikutip Reuters.

Dan keputusan tersebut, tampaknya terlihat sebagai upaya Taliban untuk meredakan ketakutan internasional akan nasib para perempuan di Afghanistan.

Rahmani masih menunggu keputusan lain dari Taliban, yang membebaskan perempuan untuk mendapatkan pendidikan dan pekerjaan, agar memiliki keterlibatan penuh di ruang publik.

Ia mengatakan "apa yang saya tunggu-tunggu selanjutnya dari kelompok yang sama, dari orang yang sama, mereka mengirim surat keputusan tentang pendidikan dan hak kerja bagi perempuan Afghanistan, itu (akan) benar-benar fenomenal."

Baca Juga: Taliban Janji Perempuan Afghanistan Boleh Kuliah 

Pri Saja Photo Verified Writer Pri Saja

Petani Kata

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Novaya

Berita Terkini Lainnya