Warga Madrid Protes, Menganggap Kebijakan Lockdown Tidak Adil
Pemerintah Madrid dianggap melakukan kebijakan diskriminatif
Warga Madrid menolak kebijakan lockdown yang dianggap diskriminatif pada hari Minggu (20/9) (twitter.com/JohnHeminge)
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Madrid, IDN Times – Lockdown (penguncian wilayah) yang akan berlaku pada Senin, 21 September akan berdampak pada 850 ribu warga ibukota Spanyol, Madrid. Otoritas setempat akan memberlakukan lockdown pada beberapa wilayah di kota tersebut.
Warga yang terdampak kebijakan penguncian wilayah, hanya diijinkan untuk keluar karena beberapa hal pokok seperti mengantar anak sekolah, pergi ke dokter atau pergi bekerja. Penguncian wilayah juga hanya terjadi di beberapa tempat, dimana terdapat infeksi lebih dari 1.000 kasus per 100 ribu penduduk.
Perdana Menteri (PM) Spanyol, Pedro Sanchez mengatakan, seperti dilansir dari laman berita Euro News, “lockdown tidak akan sampai berlaku secara nasional seperti yang terjadi pada bulan Maret,” katanya, Senin (21/9).
1. Pemberlakuan lockdown di beberapa tempat dianggap kebijakan diskriminatif
Warga kota Madrid saat siang hari pada Minggu, (21/9) turun ke jalan dan melakukan demonstrasi atas kebijakan penguncian wilayah yang diberlakukan. Mereka melakukan protes dan menganggap bahwa kebijakan tersebut tidak adil.
Kelompok yang mengorganisir aksi demonstrasi tersebut menuduh otoritas setempat menyebarkan “ketakutan dan kebencian” karena kebijakan penguncian wilayah hanya terjadi di beberapa wilayah. Dari 850.000 penduduk yang terdampak, banyak dari mereka tinggal di bagian termiskin kota dan daerah sekitarnya.
Presiden Wilayah Madrid, Isabel Diaz Ayusho mengatakan bahwa cara hidup seperti imigran di kota Madrid, telah jadi penyebab situasi epidemologis dimana terdapat infeksi 1.000 lebih per 100.000 warga.
Melansir dari laman berita The Guardian, para demonstran membuat manifesto yang isinya diantaranya adalah “Alih-alih melindungi dan merawat orang-orang paling rentan di kota dan memastikan mereka tidak menderita parah karena infeksi, pemerintah malah melakukan stigmatisasi, pengucilan dan diskriminasi teritorial,” katanya (21/9).
Demonstrasi tersebut bahkan secara spesifik meminta Ayusho mundur karena ucapannya yang menstigmatisasi sekelompok warga.
2. Spanyol adalah negara dengan kasus tertinggi di benua Eropa
Lanjutkan membaca artikel di bawah
Editor’s picks
Melansir dari laman berita BBC, Walikota Madrid Jose Luis Martines-Almeida mengatakan “tidak ada penduduk kelas satu dan kelas dua. Kita harus bersama saat ini,” katanya (21/9).
Pembatasan di Madrid dilakukan di wilayah yang memiliki infeksi kasus 1.000 per 100.000. Di wilayah tersebut, akses ke tempat umum dan taman akan dibatasi. Pertemuan bisa dilakukan maksimal 6 orang dan tempat komersial harus tutup jam 10 malam.
Jika cara-cara tersebut tidak dapat mengurangi kasus virus corona, maka lockdown total di kota Madrid kemungkinan akan dilakukan. Kepala kesahatan wilayah Madrid, mengutip dari laman berita Reuters, “Jika perlu menutup Madrid, kami akan melakukannya” (21/9).
Lonjakan kasus baru terus naik secara pasti di Spanyol. Ada 640.000 ribu kasus yang membuat negeri Matador menjadi negara dengan jumlah kasus terbanyak di Eropa. Melansir data dari John Hopkins Coronavirus Resource Center, kota Madrid memiliki kasus terbanyak dengan 180.000 kasus. Korban yang meninggal lebih dari 8.000 jiwa.
3. Warga Madrid tidak puas dengan kebijakan yang dianggap tidak adil
Penguncian wilayah yang dilakukan oleh pemerintah adalah untuk menahan agar kasus tidak terus melonjak. Namun, karena penguncian wilayah lebih banyak terjadi di distrik dengan penghasilan rendah, imigran dan miskin, maka para warga menolak kebijakan tersebut.
Warga 12 distrik dari total 37 di Madrid, melakukan aksi damai yang menuntut pelayanan kesehatan yang lebih baik. Melansir dari laman berita BBC, di distrik Vallecas, kota Madrid bagian selatan, memiliki tingkat infeksi tertinggi. Namun warga mengatakan bahwa sistem kesehatan lumpuh dan mereka merasa terstigmatisasi (21/9).
Penguncian wilayah yang menurut penduduk berbasis kelas sosial, hanya akan menambah penderitaan mereka. Serta, mereka akan kehilangan pendapatan ketika pembatasan diberlakukan.
Kepada Reuters, salah satu penduduk bernama Begona Ramos mengatakan “tidak masuk akal jika kamu dapat pergi dan melakukan apa saja di daerah kaya tapi tidak dapat melakukannya di Vallecas. Ada risiko penularan yang sama. Mereka melakukan diskriminasi,” katanya menjelaskan (21/9).
Baca Juga: Hadapi Gelombang Kedua COVID-19, Inggris Bakal Kembali Lockdown
IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.
Topik:
Editorial Team
Show All