WHO: Pendekatan Herd Immunity Itu Tidak Etis 

Ada orang yang sembuh dapat terinfeksi lagi 

Jenewa, IDN Times – Sembilan bulan lebih virus corona telah menjadi penyebab jutaan kematian banyak orang. Berbagai spekulasi untuk mengatasi virus dari Wuhan itu, terus didengungkan. Seperti misalnya pendekatan herd immunity, atau kekebalan kawanan untuk mengatasi pandemik COVID-19.

Herd immunity sendiri adalah sebuah konsep epidemiologis yang menggambarkan keadaan, suatu populasi sudah cukup kebal terhadap suatu penyakit sehingga infeksi tidak akan menyerang kelompok itu.Hal itu berarti banyak orang tidak akan kena penyakit. Entah itu yang sudah divaksin atau mengalami kekebalan alami.

Akan tetapi, cara tersebut berarti membiarkan virus menyebar, menginfeksi lalu membunuh orang-orang di sekitar kita. Kita akan melihatnya dengan mata kepala sendiri bagaimana orang-orang tidak memiliki kekebalan akan mati dan mereka yang kebal akan tetap hidup.

Pendekatan penyelesaian masalah virus corona ini dengan herd immunity, menurut WHO bukanlah hal yang tepat.

1. “Herd immunity dicapai untuk melindungi orang dari virus, bukan membuat mereka terpapar”

WHO: Pendekatan Herd Immunity Itu Tidak Etis COVID-19 dan flu di musim dingin akan membuat tambahan beban bagi petugas nakes Inggris. Ilustrasi (unsplash.com/Mufid Mainin)

Tedros Adhanom Ghebreyesus yang menjabat sebagai Kepala Organisasi Kesehatan Dunia atau WHO mengatakan bahwa pendekatan herd immunity untuk menyelesaikan pandemi COVID-19 adalah tidak etis.

Melansir dari laman berita The Guardian, gagasan herd immunity dalam epidemiologi adalah “gagasan vaksinasi, di mana suatu populasi dilindungi dari virus tertentu jika ambang batas vaksinasi tercapai,” kata Tedros menjelaskan pada jumpa pers virtual, Senin (12/10).

Karena itu, herd immunity itu adalah cara yang akan dicapai untuk melindungi orang dari virus, dan bukan malah membiarkan orang-orang terpapar oleh virus, khususnya untuk orang-orang yang memiliki sistem imun yang rentan.

Permisalan ambang batas tersebut adalah seperti campak, 95 persen divaksinasi sehingga 5 persen yang tersisa akan terlindungi dari persebaran virus. Permisalan lain adalah polio, ambang batasnya adalah 80 persen populasi dilakukan vaksinasi dan sisanya akan terlindungi dari infeksi virus.

Tedros menyampaikan, “dalam sejarah kesehatan masyarakat (pendekatan) herd immunity tidak pernah digunakan sebagai strategi untuk menyelesakan wabah, apalagi pandemi” katanya menjelaskan.

2. Terinfeksi virus corona untuk yang kedua kali

WHO: Pendekatan Herd Immunity Itu Tidak Etis Kepala WHO, Tedros Adhanom Ghebreyesu. (twitter.com/BTM News)

Bukti bahwa herd immunity tidak bisa dilakukan sebagai pilihan solutif adalah adanya korban infeksi virus yang sudah pulih tapi terinfeki lagi. Selain itu, anak-anak muda juga nyatanya tak sedikit yang terpapar virus corona.

Melansir dari laman berita Associated Press, kekebalan terhadap virus corona di seluruh dunia kurang dari 10 persen populasi (12/10). Jumlah itu sedikit sekali. Karena faktanya, lonjakan kasus infeksi terus terjadi di gelombang kedua yang menghantam Eropa. Lonjakan kasus baru juga terus terjadi di Amerika.

“Membiarkan virus berbahaya yang tidak sepenuhnya kami pahami untuk menyebar adalah sama sekali tidak etis,” kata Tedros.

Baca Juga: Tak Menjamin Akhir Pandemik, 6 Analisis Herd Immunity COVID-19

3. Kurangnya informasi perkembangan kekebalan

WHO: Pendekatan Herd Immunity Itu Tidak Etis Ilustrasi Virus Corona. IDN Times/Mardya Shakti

Saat ini, virus corona yang pertama kali diketahui berasal dari Wuhan, Tiongkok, tersebut telah membunuh satu juta lebih orang di seluruh dunia. Jumlah yang terinfeksi lebih dari 37 juta orang. Angka itu pun pernah disangsikan oleh WHO dan jumlah yang sebenarnya pasti lebih dari yang dilaporkan.

Oleh sebab itu, virus corona adalah virus yang sangat mematikan dan solusi yang harus dilakukan bukan dengan cara pendekatan yang sembarangan. Melansir dari laman Al Jazeera, Kepala WHO juga mengatakan dengan tegas bahwa “tidak ada jalan pintas dan pendekatan secara komprehensif harus dilakukan” ujarnya (12/10). Herd immunity bukanlah solusi.

Selain itu, saat ini tim ilmuwan juga masih kekurangan informasi mengenai kekebalan terhadap COVID-19. Para ilmuwan juga belum memahami seberapa kuat respon imun tubuh manusia dan berapa lama antibodi tetap berada di dalam tubuh.

Baca Juga: Juru Wabah UI: Herd Immunity Gak akan Tercapai Tanpa Vaksin 

Pri Saja Photo Verified Writer Pri Saja

Petani Kata

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Novaya

Berita Terkini Lainnya