2 Juta Lebih Hewan Mongolia Mati karena Cuaca Dingin Ekstrem
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Jakarta, IDN Times - Mongolia sedang menghadapi musim dingin dengan cuaca dingin dan salju yang ekstrem. Akibatnya, tidak sedikit hewan ternak yang mati sepanjang tahun ini. Jumlahnya meningkat tiap tahun, dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
"2,1 juta ekor ternak mati karena kelaparan dan kelelahan," kata Gantulga Batsaikhan dari Kementerian Pertanian Mongolia pada Senin (26/2/2024), dikutip dari The Straits Times.
Negara tersebut memiliki 64,7 juta hewan ternak pada akhir 2023, termasuk domba, kambing, kuda, dan sapi, menurut statistik resmi.
1. 70 persen wilayah Mongolia mengalami kondisi dzud
Meski negara tersebut terbiasa dengan cuaca buruk pada Desember-Maret, namun suhu kali ini turun hingga minus 50 derajat celcius di beberapa wilayah.
Di Mongolia, istilah cuaca ekstrem disebut dengan 'dzud', yang menggambarkan musim dingin ekstrem, ketika sejumlah besar ternak mati karena tanah membeku atau tertutup salju, dikutip dari Xinhua.
PBB menyebutkan dalam sebuah laporan baru-baru ini bahwa musim dingin kali ini lebih parah dari biasanya, dengan suhu lebih rendah dari biasanya dan hujan yang sangat lebat. Pihaknya juga mengatakan perubahan iklim meningkatkan frekuensi dan intensitas dzud.
"70 persen wilayah Mongolia mengalami kondisi dzud atau mendekati dzud," kata badan tersebut.
Mongolia telah mengalami 6 dzud dalam satu dekade terakhir. Ini termasuk musim dingin pada 2022-2023, ketika 4,4 juta ekor ternak mati. Namun, dzud pada tahun ini telah diperburuk oleh kekeringan musim panas yang menghalangi hewan untuk menimbun cukup lemak, guna bertahan hidup di musim dingin.
Dzud paling mematikan yang pernah tercatat terjadi pada musim dingin 2010-2011. Saat itu, lebih dari 10 juta hewan mati. Jumlah tersebut hampir seperempat dari total ternak di negara tersebut pada tahun itu.
Baca Juga: 5 Fakta Menarik Mongolia, Negara yang Punya Sejarah Kuat!
Editor’s picks
2. Para penggembala berharap salju mencair
Hujan salju pada 2024 merupakan yang terlebat sejak 1975. Intensitas tersebut telah menambah kesengsaraan para penggembala, serta membuat mereka terjebak di daerah yang lebih dingin dan membuat mereka tidak dapat membeli makanan atau jerami untuk hewan-hewan mereka dari kota-kota terdekat.
"Musim dingin dimulai dengan salju lebat, tetapi tiba-tiba suhu udara naik dan salju mencair. Kemudian suhu turun lagi, mengubah salju yang mencair menjadi es," kata Tuvshinbayar Byambaa, seorang penggembala.
Menurutnya, es tersebut menyulitkan ternak untuk menerobos ke rumput di bawahnya, sehingga menghalangi mereka untuk mengais rumput dan memaksa banyak penggembala meminjam uang untuk membeli pakan. Perubahan cuaca dinilai sangat mendadak akhir-akhir ini.
Tuvshinbayar dan rekan-rekan penggembalanya hanya bisa berdoa agar cuaca lebih hangat agar es mencair, sehingga dapat mencari rumput.
"Menjadi penggembala saat ini sangat sulit. Kami mengalami kekeringan dan banjir di musim panas dan dzud di musim dingin," tambahnya.
3. Mongolia adalah salah satu negara nomaden terakhir di dunia
Pemerintah negara itu telah berjanji untuk membantu warganya, dengan meluncurkan kampanye pengiriman pakan ternak jerami kepada para penggembala. Hal ini sebagai upaya mencegah hilangnya lebih lanjut komoditas penting, seperti daging dan kasmir, yang merupakan salah satu ekspor utama Mongolia.
Sebagai negara yang terkurung daratan dan bergantung pada pertambangan, promosi peternakan dipandang sebagai cara yang paling tepat guna mendiversifikasi ekonomi Mongolia.
Mongolia adalah salah satu negara yang paling jarang penduduknya di dunia. Sekitar sepertiga dari 3,3 juta populasinya adalah orang nomaden.
Baca Juga: 6 Fakta Unik Zeren, Antelop dari Mongolia yang Sangat Atletik!
IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.