Jepang-ASEAN Serukan Kebebasan Navigasi Laut China Selatan

Kebebasan navigasi berdasarkan hukum laut internasional

Tokyo, IDN Times - Pada hari Selasa (3/8/2021), dilaksanakannya pertemuan tingkat menteri luar negeri antara ASEAN dan Jepang secara daring. Menteri Luar Negeri Jepang Toshimitsu Motegi hadir dari Jepang dan ikut memimpin pertemuan bersama Bui Thanh Son, Menteri Luar Negeri Republik Sosialis Vietnam, di mana Vietnam menjabat sebagai Koordinator Negara ASEAN untuk Jepang. 

Pada pertemuan tersebut, Son menyambut baik kemajuan yang dicapai dalam hubungan ASEAN-Jepang selama tiga tahun terakhir, serta menyatakan niatnya untuk lebih memperdalam kemitraan strategis antara ASEAN dan Jepang.

Selain itu, pertemuan ini juga untuk menyerukan kebebasan bernavigasi di Laut China Selatan, di mana China memiliki klaim teritorial yang bertentangan dengan beberapa negara anggota ASEAN.

1. Pertemuan tingkat menteri luar negeri ASEAN-Jepang

Jepang-ASEAN Serukan Kebebasan Navigasi Laut China SelatanMenteri Luar Negeri Jepang Toshimitsu Motegi pada pertemuan tingkat menlu ASEAN-Jepang (3/8/2021). (Twitter.com/moteging)

Dilansir dari laman resmi Kementerian Luar Negeri Jepang, mofa.go.jp, Dalam pertemuan daring yang berlangsung selama satu setengah jam antara Jepang dengan rekan-rekan ASEAN-nya, Menlu Motegi menekankan penentangannya yang kuat pada upaya sepihak untuk mengubah status quo dengan kekerasan di kawasan Indo-Pasifik, khususnya di Laut China Selatan, di mana hal tersebut terus berlanjut dan meningkat.

Motegi juga menyebutkan bahwa dia telah mengeluarkan pernyataan tentang berlalunya lima tahun sejak dikeluarkannya putusan Majelis Arbitrase atas perselisihan antara Filiphina dan China, menekankan pentingnya supremasi hukum dan penyelesaian damai pada sengketa di Laut China Selatan, serta menyatakan bahwa berbagai pihak harus mematuhi putusan tersebut.

Lebih lanjut, Motegi menyatakan bahwa Code of Conduct (COC) harus konsisten dengan UNCLOS (United Nations Convention on the Law of the Sea) dan tidak boleh merugikan hak dan kepentingan yang sah dari semua pemangku kepentingan.

2. Jepang-ASEAN sepakat tentang pentingnya kebebasan navigasi di Laut China Selatan

Jepang-ASEAN Serukan Kebebasan Navigasi Laut China SelatanSuasana pertemuan menlu ASEAN-Jepang (3/8/2021). (Twitter.com/Kemlu_RI)

Jepang pun juga mendukung AOIP (ASEAN Outlook on the Indo-Pacific) yang dicetuskan ASEAN, sebuah landasan untuk mewujudkan 'Indo-Pasifik yang bebas dan terbuka'.

"Dalam krisis yang ditimbulkan oleh COVID-19, penting untuk menjaga dan memperkuat prinsip-prinsip supremasi hukum, keterbukaan, transparansi, dan inklusivitas di kawasan Indo-Pasifik," ungkap Motegi di awal pembicaraan.

"Jepang tidak akan ragu untuk memperluas kerja sama konkret untuk memajukan AOIP," Motegi menambahkan.

Pada pertemuan tersebut juga, Motegi menyinggung peringatan 50 tahun hubungan Persahabatan dan Kerja Sama ASEAN-Jepang pada tahun 2023, di mana Motegi mengungkapkan niatnya untuk menyambut para pemimpin masing-masing negara ASEAN ke Jepang pada kesempatan yang menandai peringatan ke-50, mengadakan pertemuan puncak khusus, serta membawa hubungan Jepang-ASEAN ke babak baru. ASEAN pun menyetujui hal tersebut.

Pihak ASEAN juga membuat pernyataan termasuk pentingnya kebebasan navigasi di Laut China Selatan dan pentingnya demiliterisasi, serta pentingnya penyelesaian sengketa secara damai sesuai dengan hukum internasional, khususnya UNCLOS.

Baca Juga: Biden: Dukung Trump Penolakan Klaim Laut China Selatan

3. Konflik antara China dan 4 negara ASEAN di Laut China Selatan

Jepang-ASEAN Serukan Kebebasan Navigasi Laut China SelatanMenlu Vietnam dan Koordinator Negara ASEAN untuk Jepang, Bui Thanh Son dan Menlu Jepang, Toshimitsu Motegi (3/8/2021). (Twitter.com/moteging)

Menlu Jepang, Motegi dan para menlu dari  negara-negara ASEAN (Brunei Darussalam, Kamboja, Indonesia, Laos, Malaysia, Myanmar, Filiphina, Singapura, Thailand, dan Vietnam) menyepakati pentingnya kebebasan navigasi di Laut China Selatan, di mana China memiliki klaim teritorial yang bertentangan dengan beberapa dari 10 blok tersebut.

Empat dari 10 anggota ASEAN, Brunei, Malaysia, Filiphina, dan Vietnam - serta Taiwan memiliki klaim teritorial yang tumpang tindih dengan China di Laut China Selatan, di mana kawasan perairan tersebut dilalui sebagian besar impor minyak Jepang, dikutip dari Kyodo.

Dikutip dari Al Jazeera, China sering menggunakan apa yang disebut sembilan garis putus-putus (nine-dash line) untuk membenarkan hak-hak historisnya yang nyata atas sebagian besar Laut China Selatan dan telah mengabaikan keputusan tahun 2016 yang dikeluarkan oleh Den Haag, yang menyatakan pernyataan ini tidak berdasar. 

Baca Juga: Filipina Kerahkan Jet Tempur di Laut China Selatan

Rahmah N Photo Verified Writer Rahmah N

Member IDN Times Community ini masih malu-malu menulis tentang dirinya

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Novaya

Berita Terkini Lainnya