Sistem dan Pelayanan Kesehatan di Gaza Jadi Kewalahan

Obat habis, rumah sakit rusak, dan tenaga medis kewalahan 

Gaza City, IDN Times - Rumah sakit kewalahan dengan gelombang korban tewas dan terluka akibat serangan dan pemboman Israel. 

Hal ini membuat kritisnya persediaan obat-obatan di Gaza, bahkan banyak obat-obatan penting yang cepat habis di wilayah pesisir yang kecil dan diblokade, juga dengan bahan bakar untuk menjaga pasokan listrik.

Dilansir Al Jazeera (20/5/2021), Seorang koresponden Wafa di Gaza melaporkan bahwa terjadi kerusakan yang signifikan ke jalan raya Saftawi, yang mana menghubungkan kota Gaza ke daerah utara kantong, dan merusak jaringan listrik, air, dan sanitasi akibat jet tempur Israel yang melakukan 30 serangan udara yang menargetkan jalan dan rumah di kota Gaza, Jabalia, dan Khan Younis.

1. Pelayanan dan infrastruktur kesehatan pasca dibombardir oleh Israel

Sistem dan Pelayanan Kesehatan di Gaza Jadi KewalahanIlustrasi infus. (Unsplash.com/Marcelo Leal)

Setiap perang berlangsung, banyak sistem dan pelayanan kesehatan yang rusak bahkan hancur, ditambah dengan tenaga medis yang menjadi korban luka-luka hingga meninggal dunia. 

Dan ketika pihak berwenang perlahan-lahan membangun kembali, tetapi terhambat oleh blokade yang dilakukan oleh Israel dan Mesir sejak Hamas mengambil alih kekuasaan pada tahun 2007.

Walaupun sejauh ini, serangan tidak merusak fasilitas kesehatan secara langsung seperti yang terjadi pada tahun 2014, dimana banyaknya rumah sakit dan klinik terkena serangan langsung dari pembomban Israel, serta sekolah-sekolah PBB yang menampung para pengungsi.

Akan tetapi, serangan Israel kali ini telah merusak setidaknya 18 rumah sakit dan klinik, ungkap Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), tidak hanya itu, dilaporkan bahwa hampir setengah dari semua obat esensial telah habis, juga tiga pusat perawatan kesehatan telah diratakan, bahkan pusat trauma dan luka bakar yang dikelola oleh Doctor Without Borders tak luput dari serangan.

Akibat lain yang membebani adalah lebih dari dua tahun protes mingguan Jumat Palestina di perbatasan dengan Israel terhadap blokade, menghasilkan korban yang terus-menerus menjadi korban dari tembakan Israel dimana lebih dari 35.000 terluka, banyak dengan cacat seumur hidup dan sekitar 100 orang masih menunggu operasi rekonstruksi dan amputasi. Hal ini menyebabkan fasilitas kesehatan berjuang untuk menangani korban perang dan kebutuhan sehari-hari dari 2 juta penduduk Gaza.

Sistem kesehatan Jalur Gaza yang sudah lemah dibuat takluk oleh perang keempat hanya dalam waktu satu dekade.

2. Korban akibat serangan Israel hingga hari ini

Sistem dan Pelayanan Kesehatan di Gaza Jadi KewalahanPM Israel, Benjamin Netanyahu (kiri) bersama Menteri Perlindungan Lingkungan, Gila Gamliel (kanan) mengunjungi pantai Ashdod Minggu (21/2) (twitter.com/gilagamliel)

Dilansir AP News (20/5/2021), Setidaknya 227 warga Palestina, termasuk 64 anak-anak telah tewas dalam serangan udara dalam 11 hari kekerasan. Selain itu, lebih dari 1.600 lainnya luka-luka.

Dari pihak Israel, 12 orang tewas terbunuh oleh roket.

Serangan dan pengeboman yang dilakukan oleh Israel, telah mengusir lebih dari 56.000 warga Gaza dari rumah mereka, melarikan diri ke 59 sekolah yang dikelola oleh UNRWA. Badan PBB tersebut pun memberikan mereka air dan perlengkapan kebersihan dasar, termasuk masker. 

Baca Juga: Ungkit Isu Israel-Palestina, Menlu Retno Sebut PBB sedang Diuji

3. Perkembangan COVID-19 di Gaza

Sistem dan Pelayanan Kesehatan di Gaza Jadi KewalahanIlustrasi virus COVID-19. (Unsplash.com/Martin Sanchez)

Saat Gaza keluar dari gelombang kedua infeksi virus COVID-19, satu-satunya laboratorium pengujian virus rusak akibat serangan udara dan telah ditutup. 

Pejabat kesehatan khawatir wabah pandemi berlanjut di antara puluhan ribu penduduk yang terlantar dan berdesakan di tempat penampungan darurat setelah melarikan diri dari serangan besar-besaran.

"Klinik perawatan kesehatan utama, menjadi salah satu situs kesehatan yang rusak, yang mana menjadi satu-satunya situs di Gaza yang melakukan tes guna mendeteksi COVID-19 dapat dianalisis. Akibat hal tersebut, pengujian virus corona terhenti," ungkap Dr. Majdi Dhair selaku kepala pengobatan pencegahan di Kementerian Kesehatan.

Dr. Dhair menambahkan, ini seperti bom waktu karena orang-orang tidak diuji, dan mereka yang terinfeksi tidak akan tahu behwa mereka teinfeksi.

Hingga Senin saat klinik itu rusak, Gaza telah mencatat lebih dari 105.000 orang terinfeksi virus corona, termasuk dengan 986 kematian, juga sekitar 80 orang berada dalam kondisi kritis karena virus tersebut.

Pejabat tinggi WHO di Gaza, Sacha Bootsma, mengungkapkan bahwa upaya vaksinasi COVID-19 di Gaza sudah terlambat dan telah berhenti. Hanya di bawah 39.000 orang atau sekitar 2% dari populasi penduduk Gaza yang telah menerima vaksinasi. Dosis yang ada pun hanya mampu untuk memvaksinasi 15.000 lagi dan akan kedaluwarsa pada bulan Juni yang mana menimbulkan kecemasan bahwa dosis tersebut tidak akan dapat digunakan pada saat dapat diberikan. 

4. Gaza membutuhkan obat-obatan dan pasokan listrik

Sistem dan Pelayanan Kesehatan di Gaza Jadi KewalahanIlustrasi obat-obatan. (Unsplash.com/Myriam Zilles)

Persediaan medis darurat sangat dibutuhkan oleh semua. Bahkan, WHO mendata ada sekitar 40 obat utama dan persediaan medis yang ditunggunya, termasuk: anestesi, antibiotik, jahitan, dan kantong darah. 

Selain itu yang dibutuhkan adalah bahan bakar. Pasokan listrik di Gaza telah turun drastis sekitar 60 persen yang memaksa rumah sakit lebih bergantung pada generator yang haus bahan bakar, ungkap Henrietta Fore selaku direktur eksekutif UNICEF.

Selama pertempuran yang terjadi, perbatasan Gaza dengan Israel telah ditutup.

Dalam satu pembukaan singkat, UNRWA berhasil membawa lima truk bahan bakar, cukup membantunya menjalankan fasilitasnya selama beberapa minggu. Akan tetapi, truk makanan dan obat-obatan lainnya tidka bisa masuk, yang dilaporkan dicegah dengan penembakan yang berkelanjutan. 

Dua hari lalu, Mesir mengirim konvoi pasokan yang meliputi: pasokan medis dan bahan bakar, tetapi bahan bakar tersebut diperkirakan akan habis pada Kamis.

"Jika perbatasan tetap ditutup, persediaan akan mulai habis dan kami membutuhkan apa yang disebut koridor kemanusiaan terbuka untuk membawa barang," ungkap Matthias Schmale selaku direktur UNRWA di Gaza.

Baca Juga: Aksi Palestina, Polisi Tutup Sementara Jalan Medan Merdeka Selatan

Rahmah N Photo Verified Writer Rahmah N

Member IDN Times Community ini masih malu-malu menulis tentang dirinya

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Novaya

Berita Terkini Lainnya