PBB Sebut 230 Ribu Orang Mengungsi akibat Pertempuran Myanmar

Kerusuhan di Myanmar terjadi sejak kudeta 1 Februari

Jakarta, IDN Times – Badan kemanusiaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) memperkirakan ada 230 ribu orang telah terpaksa mengungsi akibat pertempuran dan kekerasan di Myanmar tahun ini. Dalam pernyataan pada Kamis (24/6/2021), lembaga itu juga mengatakan orang-orang itu membutuhkan bantuan.

Kantor PBB untuk Koordinasi Urusan Kemanusiaan (OCHA) mengatakan operasi bantuan sedang berlangsung tetapi terhalang oleh bentrokan bersenjata, kekerasan dan ketidakamanan yang sedang berlangsung di negara itu.

Baca Juga: Meski di Ambang Perang Saudara Besar, Myanmar Tolak Resolusi PBB 

1. Tempat para pengungsi

PBB Sebut 230 Ribu Orang Mengungsi akibat Pertempuran MyanmarPendukung militer Myanmar membawa spanduk dan bendera saat reli di Yangon, Myanmar, Kamis (25/2/2021). ANTARA FOTO/REUTERS/Stringer

Menurut laporan, 177 ribu orang telah mengungsi di negara bagian Karen yang berbatasan dengan Thailand. Sebelumnya 103 ribu orang telah mengungsi bulan lalu, sementara lebih dari 20 ribu orang berlindung di 100 daerah pengungsian setelah pertempuran antara Pasukan Pertahanan Rakyat dan tentara di Negara Bagian Chin yang berbatasan dengan India.

Menurut Channel News Asia, beberapa ribu orang telah melarikan diri dari pertempuran di negara bagian Kachin dan Shan utara, wilayah dengan tentara etnis minoritas yang mapan yang memiliki sejarah panjang permusuhan dengan militer.

2. Pemicu krisis Myanmar

PBB Sebut 230 Ribu Orang Mengungsi akibat Pertempuran MyanmarPendemo memprotes kudeta militer di Yangon, Myanmar, Rabu (17/2/2021). ANTARA FOTO/REUTERS/Stringer

Myanmar telah berada dalam krisis sejak militer negara itu melakukan kudeta pada 1 Februari untuk menggulingkan pemerintah terpilih.

Langkah itu telah memicu kemarahan nasional yang telah menyebabkan protes, pembunuhan dan pemboman, dan pertempuran di beberapa front antara pasukan dan tentara sipil yang baru dibentuk.

Persatuan Nasional Karen (KNU), salah satu kelompok etnis minoritas tertua di Myanmar, menyatakan keprihatinan atas kematian warga sipil, meningkatnya kekerasan dan penggunaan kekuatan yang berlebihan oleh militer di seluruh Myanmar.

“KNU akan terus berjuang melawan kediktatoran militer dan memberikan perlindungan sebanyak mungkin kepada orang-orang dan warga sipil tak bersenjata,” katanya dalam sebuah pernyataan.

Baca Juga: Milisi Anti-Junta Sebut akan Banyak Pertempuran di Kota Besar Myanmar

3. Demo masih berlangsung di Myanmar

PBB Sebut 230 Ribu Orang Mengungsi akibat Pertempuran MyanmarKepala junta Myanmar Jenderal Senior Min Aung Hlaing, yang menggulingkan pemerintah terpilih dalam kudeta pada 1 Februari, memimpin parade militer pada Hari Angkatan Bersenjata di Naypyitaw, Myanmar, Sabtu (27/3/2021). ANTARA FOTO/REUTERS/Stringer

Protes anti-junta masih berlangsung di Negara Bagian Kachin, Dawei, Wilayah Sagaing dan ibu kota komersial Yangon pada Kamis. Dalam kesempatan itu para demonstran membawa spanduk dan membuat gerakan tiga jari untuk menentang militer.

Beberapa orang menunjukkan dukungan bagi mereka yang menentang kekuasaan militer di Mandalay, kota terbesar kedua di negara itu. Kota itu merupakan tempat terjadinya baku tembak antara tentara dan kelompok gerilya yang baru dibentuk pada Selasa. Kekerasan ini merupakan bentrokan bersenjata yang pertama di pusat kota besar sejak kudeta terjadi.

Setidaknya 877 orang telah tewas di tangan pasukan keamanan dan lebih dari 6 ribu orang ditangkap sejak kudeta, menurut Asosiasi Tahanan Politik (AAPP), sebuah kelompok advokasi yang telah dinyatakan junta sebagai organisasi ilegal.

Sementara itu upaya diplomatik oleh negara-negara Asia Tenggara untuk mengakhiri krisis dan memulai dialog telah terhenti dan para jenderal mengatakan mereka akan tetap pada rencana mereka untuk memulihkan ketertiban dan mengadakan pemilihan dalam dua tahun.

Baca Juga: Pemimpin Junta Myanmar Terbang ke Rusia Hadiri Konferensi Keamanan

Topik:

  • Anata Siregar

Berita Terkini Lainnya