Sebulan Kudeta Myanmar, Lembaga HAM Desak Dunia Jatuhkan Sanksi

Militer Myanmar disamakan dengan teroris

Jakarta, IDN Times - Satu bulan telah berlalu, sejak militer Myanmar melakukan kudeta merebut kekuasaan negara tersebut pada 1 Februari 2021. Berbagai lembaga organisasi Hak Asasi Manusia (HAM) internasional terus melayangkan kecaman, atas tindakan militer negara yang tidak hanya dianggap menghancurkan demokrasi di Myanmar, tapi juga telah menindak rakyat dengan semena-mena dalam demo yang muncul akibat kudeta.

Dalam pernyataan bersama yang dirilis pada Senin, 1 Maret 2021, Burma Human Rights Network (BHRN), Burmese Rohingya Organisation UK (BROUK), the International Federation for Human Rights (FIDH), Progressive Voice (PV), US Campaign for Burma (USCB), and Women Peace Network (WPN) menyebut tindakan militer Myanmar melanggar Hak Asasi Manusia (HAM). Mereka juga meminta bisnis dan negara asing memberlakukan sanksi.

“Sebulan setelah kudeta 1 Februari 2021, eskalasi kekerasan yang tidak proporsional dan taktik teror oleh junta militer, yang didukung oleh pengerahan unit militer terkenal untuk menekan demonstrasi damai, menggarisbawahi kebutuhan mendesak akan tindakan internasional yang substantif untuk mencegah kekerasan besar-besaran yang tidak stabil,” kata lembaga-lembaga tersebut, dalam pernyataannya.

Baca Juga: 18 Orang Tewas, AS Janji Jatuhkan Sanksi Tambahan pada Myanmar

1. Sejumlah lembaga organisasi internasional mendesak dunia bertindak

Sebulan Kudeta Myanmar, Lembaga HAM Desak Dunia Jatuhkan SanksiPengunjuk rasa menggelar aksi protes terhadap kudeta militer di Kota Yangon, Myanmar, Sabtu (6/2/2021). Mereka menuntut pembebasan pemimpin terpilih Myanmar Aung San Suu Kyi. ANTARA FOTO/REUTERS/Stringer/wsj.

Dalam pernyataannya, lembaga-lembaga itu juga menyebut penolakan junta untuk menerima misi diplomatik dan hak asasi manusia (HAM) PBB, menunjukkan penolakan mempertimbangkan resolusi damai untuk krisis dan konfrontasi yang dipicu akibat kudeta.

Untuk menghindari kekerasan yang lebih buruk dan menciptakan ruang untuk dialog dan negosiasi, mereka mendesak agar Lembaga Keuangan Internasional (IFI) segera membekukan pinjaman yang ada, menarik kembali pinjaman sebelumnya dan menilai kembali situasi pasca-kudeta.

Negara dan badan asing juga diminta memberlakukan sanksi yang ditargetkan pada militer (Tatmadaw), perusahaan dan mitra yang berafiliasi dengan Tatmadaw, termasuk embargo senjata global.

“Dan Dewan Keamanan PBB segera mengirimkan delegasi untuk mencegah kekerasan lebih lanjut, dan memastikan situasi diselesaikan secara damai,” tulis pernyataan tersebut.

2. Kudeta dinilai melanggar Konstitusi 2008

Sebulan Kudeta Myanmar, Lembaga HAM Desak Dunia Jatuhkan SanksiPengunjuk rasa memakai topeng mirip pemimpin yang digulingkan Aung San Suu Kyi, memperlihatkan salam tiga jari saat mereka berpartisipasi dalam sebuah protes terhadap kup militer di Yangon, Myanmar, Minggu (28/2/2021). ANTARA FOTO/REUTERS/Stringer

Lembaga-lembaga itu juga menyebut kudeta melanggar beberapa ketentuan dalam Konstitusi 2008 yang dirancang Tatmadaw. Pernyataan publik dan perang informasi junta mencerminkan rencana yang diperhitungkan, untuk menetralkan kekuatan demokrasi domestik dan menenangkan komunitas internasional.

“Sementara menggambarkan diri mereka sebagai versi yang lebih lembut dari junta sebelumnya, rezim Min Aung Hlaing telah menyerang ribuan pemrotes tak bersenjata,” kata lembaga itu, menyoroti kekerasan yang kerap terjadi dalam demonstrasi menolak kudeta yang sudah berlangsung selama lebih dari tiga pekan terakhir di Myanmar.

Menurut lembaga-lembaga tersebut, pada 28 Februari 2021, Tatmadaw menewaskan sedikitnya 18 orang, melukai puluhan lainnya, dan menangkap sedikitnya 479 orang. Hal tersebut merupakan peningkatan pelanggaran yang signifikan.

“Ini membuat total menjadi setidaknya 30 tewas, ratusan terluka, dan 1.132 politisi, aktivis, jurnalis, dan lainnya ditangkap, dengan sebagian besar tidak diberi akses ke penasihat hukum,” ungkap lembaga itu.

Mereka lebih lanjut menyatakan bahwa kudeta telah merugikan ekonomi Myanmar, karena melibatkan pembersihan sistematis anggota eksekutif dan badan-badan utama, termasuk Bank Sentral Myanmar.

“Kudeta dan tindakan keras telah mengganggu perekonomian, meningkatkan kekhawatiran bahwa destabilisasi politik dan ekonomi akan berdampak regional dan global, meningkatkan risiko reputasi dan operasional, dan mengakibatkan penarikan dan penangguhan investasi,” kata pernyataan lembaga-lembaga itu.

Baca Juga: Dalam Sehari, 18 Pendemo Tolak Kudeta Militer Tewas di Myanmar

3. Tindakan militer Myanmar dianggap seperti teroris

Sebulan Kudeta Myanmar, Lembaga HAM Desak Dunia Jatuhkan SanksiPengunjuk rasa memprotes kudeta militer di Yangon, Myanmar, Rabu (17/2/2021). ANTARA FOTO/REUTERS/Stringer

Kekacauan dan kekerasan yang terjadi di Myanmar juga telah membuat Komite Mewakili Pyidaungsu Hluttaw-CRPH (Parlemen Persatuan) mengeluarkan kecaman pada militer negara. Lembaga tersebut melabeli militer negara sebagai kelompok teroris.

Label tersebut diberikan karena militer telah merebut kekuasaan kedaulatan negara dengan cara kudeta, yang bertentangan dengan hukum yang ada. Mereka juga telah menahan aktivis pro-demokrasi dan pemimpin yang dipilih secara demokratis, termasuk Presiden U Win Myint dan Penasihat Negara Daw Aung San Suu Kyi.

Selain itu, militer juga telah melakukan berbagai kejahatan seperti menembak, memukuli, dan menangkap pengunjuk rasa damai di jalanan, pegawai negeri sipil yang mengikuti Gerakan Pembangkangan Sipil (CDM), aktivis, tokoh masyarakat, mahasiswa, dan masyarakat umum. Para pembangkang juga membebaskan para penjahat untuk menciptakan kekacauan dan mengancam supremasi hukum di masyarakat.

Kejahatan semacam itu sama dengan pernyataan perang terhadap warga sipil tak bersenjata, katanya. Lembaga itu juga mengecam militer karena menyebabkan banyak korban sipil berjatuhan dan kebebasan dan keamanan rakyat terancam.

“Komite Mewakili Pyidaungsu Hluttaw-CRPH (Parlemen Persatuan), yang diamanatkan oleh Pyidaungsu Hluttaw yang dipilih oleh kehendak demokratis rakyat, mengutuk dengan tegas semua kekejaman dan tindakan terorisme yang dilakukan oleh para pemberontak,” kata lembaga-lembaga itu.

“Oleh karena itu, 'Dewan Administrasi Negara (SAC)' telah dideklarasikan sebagai 'Kelompok Teroris' atas kekejaman dan tindakan terorisme, yang bertentangan dengan Undang-Undang Kontra Terorisme, yang dilakukan terhadap Republik Persatuan Myanmar dan warga negara,” sambung pernyataan mereka.

Topik:

  • Rochmanudin

Berita Terkini Lainnya