Taliban, Ladang Opium, dan Masa Depan Afghanistan

Afghanistan bisa jadi negara yang bergantung pada narkoba

Jakarta, IDN Times – Sejumlah tokoh penting di pemerintahan Amerika Serikat (AS) dan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menyatakan kekhawatiran akan masa depan Afghanistan di bawah Taliban. Mereka menyebut Afghanistan berpotensi menjadi negara yang bergantung pada perdagangan obat terlarang atau narkotika karena ekonominya tertekan di bawah Taliban.

Kepala Kantor PBB untuk Narkoba dan Kejahatan (UNODC) untuk wilayah Kabul, Cesar Gudes, mengatakan Taliban telah mengandalkan perdagangan opium Afghanistan sebagai salah satu sumber pendapatan utama mereka.

“Lebih banyak produksi membawa obat-obatan dengan harga lebih murah dan lebih menarik, sehingga aksesibilitas lebih luas,” kata Cesar Gudes kepada Reuters.

“Dengan Taliban memasuki Kabul pada hari Minggu, ini adalah saat-saat terbaik di mana kelompok-kelompok terlarang ini cenderung memposisikan diri untuk memperluas bisnis mereka,” tambah Gudes, sebagaimana dilaporkan Al-Jazeera, Senin (16/8/2021).

Baca Juga: Janji Taliban: Afghanistan Tidak Akan Tanam Opium Lagi

1. Perjuangan AS membasmi narkoba

Taliban, Ladang Opium, dan Masa Depan AfghanistanIlustrasi Taliban (ANTARA FOTO/AFP/Noorullah Shirzada)

Amerika Serikat dilaporkan telah menghabiskan lebih dari 8 miliar dolar AS selama 15 tahun pada upaya untuk merampas keuntungan Taliban dari perdagangan opium dan heroin Afghanistan. Upaya-upaya yang dilakukan mulai dari pemberantasan opium hingga serangan udara dan serangan terhadap laboratorium yang dicurigai.

Ketika AS mengakhiri perang terpanjangnya, Afghanistan tetap menjadi pemasok opiat ilegal terbesar di dunia dan mungkin akan tetap demikian ketika Taliban mengambil alih kekuasaan di Kabul, kata para pejabat dan pakar AS dan PBB.

Hal tersebut mungkin terjadi karena di bawah Taliban, ekonomi Afghanistan begitu kacau. Banyak kehancuran terjadi selama perang, jutaan orang terpaksa harus mengungsi dari rumah mereka, banyak pemotongan bantuan asing, dan ada dampak ekonomi dan sosial dari penarikan pasukan asing pimpinan AS di negara itu. Semua itu diyakini akan membuat banyak orang Afghanistan yang miskin bergantung pada perdagangan narkotika untuk bertahan hidup.

2. Ketergantungan ekonomi pada narkoba

Taliban, Ladang Opium, dan Masa Depan AfghanistanMantan Mujahidin memegang senjata untuk mendukung pasukan Afghanistan dalam perang mereka melawan Taliban, di pinggiran provinsi Herat, Afghanistan, Sabtu (10/7/2021). ANTARA FOTO/REUTERS/Jalil Ahmad.

Beberapa pejabat PBB dan AS menyebut ketergantungan itu mengancam untuk membawa lebih banyak ketidakstabilan ketika Taliban, kelompok bersenjata lainnya, pemimpin milisi etnis, dan pejabat publik yang korup bersaing untuk keuntungan dan kekuasaan atas narkoba.

Mereka juga khawatir jatuhnya Afghanistan ke dalam kekacauan menciptakan kondisi untuk produksi opiat ilegal yang lebih tinggi, yang berpotensi menguntungkan Taliban.

Taliban melarang penanaman opium pada tahun 2000 karena mereka mencari legitimasi internasional. Namun para ahli mengatakan bahwa reaksi keras yang mereka hadapi mungkin akan mengubah pendirian mereka.

Baca Juga: Kemenlu: Ada 15 WNI yang Baru Melapor KBRI di Afghanistan

3. Bisnis obat-obatan terlarang Afghanistan

Taliban, Ladang Opium, dan Masa Depan AfghanistanHumvee milik Pasukan Khusus Afghanistan terlihat hancur selama bentrokan hebat dengan Taliban selama misi penyelamatan seorang perwira polisi yang dikepung di sebuah pos pemeriksaan, di provinsi Kandahar, Afghanistan, Selasa (13/7/2021). ANTARA FOTO/REUTERS/Danish Siddiqui.

UNODC memperkirakan lebih dari 80 persen pasokan opium dan heroin global berasal dari Afghanistan. Namun, baik AS maupun negara-negara lain jarang menyebutkan di depan umum perlunya menangani perdagangan tersebut.

“AS dan mitra internasional terus menarik diri dan tidak membahas budidaya opium,” kata seorang pejabat AS yang mengetahui tentang perdagangan narkoba Afghanistan. “Apa yang akan Anda temukan adalah bahwa itu telah meledak.”

Menurut UNODC, dalam tiga dari empat tahun terakhir, tingkat produksi opium tertinggi berasal dari Afghanistan. Bahkan ketika pandemik COVID-19 berkecamuk, penanaman opium melonjak 37 persen tahun lalu, menurut laporan bulan Mei.

“Narkotika ilegal adalah industri terbesar di negara itu kecuali untuk perang,” kata Barnett Rubin, mantan penasihat Departemen Luar Negeri AS untuk Afghanistan.

Perkiraan tertinggi sepanjang masa untuk produksi opium ditetapkan pada tahun 2017 sebesar 9.900 ton senilai sekitar 1,4 miliar dolar AS dalam penjualan oleh petani atau sekitar 7 persen dari PDB Afghanistan, menurut UNODC.

Baca Juga: Tolak Demokrasi, Taliban Ingin Terapkan Syariah Islam di Afghanistan  

Topik:

  • Hana Adi Perdana
  • Anata Siregar

Berita Terkini Lainnya