25 Tahun Genosida Rwanda: Begini Sejarah Kelam Afrika Itu Terjadi

Genosida Rwanda tewaskan setidaknya 800.000 orang

Kigali, IDN Times - Pemerintah dan masyarakat peringati 25 tahun genosida Rwanda yang dimulai pada Minggu (7/4). Di ibu kota Kigali, Presiden Rwanda Paul Kagame memimpin upacara peringatan dengan menyalakan api serta meletakkan rangkaian bunga di Kigali Genocide Memorial. Tak hanya warga dan pemerintah, perwakilan diplomatik dari sejumlah negara juga turut hadir.

Api yang telah dinyalakan itu akan dibiarkan terus hidup selama 100 hari sebagai ungkapan berkabung negara terhadap peristiwa tragis masa lalu. Genosida Rwanda sendiri dimulai pada 7 April hingga Juli 1994. Sebanyak 800.000 orang tewas karena salah satu konflik terkelam sepanjang sejarah Afrika tersebut.

1. Warga mengadakan doa bersama

25 Tahun Genosida Rwanda: Begini Sejarah Kelam Afrika Itu TerjadiANTARA FOTO/REUTERS/Baz Ratner

Associated Press melaporkan bahwa setelah upacara peringatan, banyak warga Rwanda yang berjalan kaki mengelilingi kota dari gedung parlemen ke Stadion Amahoro. Di sana, mereka menyalakan lilin dan mengadakan acara doa bersama untuk mengingat orang-orang yang harus kehilangan nyawa.

Di media sosial, netizen menggunakan tagar #Kwibuka25 untuk berpartisipasi dalam acara peringatan. 'Kwibuka' sendiri berarti 'mengenang' dalam bahasa resmi Rwanda, Kinyarwanda. "Pada 1994, tak ada harapan, hanya kegelapan. Hari ini, cahaya berpendar dari tempat ini. Bagaimana itu bisa terjadi? Rwanda menjadi satu keluarga sekali lagi," kata Kagame di hadapan warga dan para undangan.

2. Presiden mengatakan peristiwa tragis serupa tidak boleh terjadi lagi di Rwanda

25 Tahun Genosida Rwanda: Begini Sejarah Kelam Afrika Itu Terjaditwitter.com/UrugwiroVillage

Kagame, laki-laki 61 tahun yang sudah menjadi presiden Rwanda sejak 2001, mengingatkan warga bahwa mereka adalah bangsa yang kuat, terutama karena para korban selamat sanggup menjalani hidup hingga saat ini. Menurutnya, ketangguhan dan keberanian mereka mewakili "karakter masyarakat Rwanda yang paling murni".

"Lengan orang-orang kita, saling berangkulan, membentuk pilar dari bangsa kita. Kita mengangkat satu sama lain. Tubuh dan pikiran kita memperlihatkan luka dan amputasi, tapi kita tak sendirian. Bersama, kita menguntai benang-benang persatuan yang pernah tercerai berai menjadi kain baru," ucap Kagame.

Ia pun menegaskan bahwa tragedi tersebut harus jadi yang terakhir kalinya. "Semangat perjuangan hidup di dalam kita. Apa yang pernah terjadi tidak akan terjadi lagi," kata dia.

Baca Juga: Rwanda Resmi Peringati 25 Tahun Peristiwa Genosida

3. Etnis Tutsi dan Hutu saling berperang dan dalam masa 100 hari, sebanyak 800.000 tewas

25 Tahun Genosida Rwanda: Begini Sejarah Kelam Afrika Itu Terjaditwitter.com/UrugwiroVillage

Genosida Rwanda melibatkan etnis mayoritas Hutu dan etnis minoritas Tutsi. Dari sebanyak 800.000 korban tewas, sebagian besar adalah etnis Tutsi. Sebaliknya, mayoritas orang-orang Hutu merupakan pelaku genosida.

Tragedi itu sendiri dipantik oleh kematian Presiden Rwanda saat itu, Juvenal Habyarimana, yang tewas karena pesawatnya ditembak jatuh di atas Bandara Kigali pada 6 April 1994. Habyarimana adalah seorang Hutu. Menurut hakim Prancis yang memimpin persidangan kasus itu, Kagame bertanggung jawab.

Kala itu, ia adalah pemimpin kelompok pemberontak Tutsi, Rwandan Patriotic Front (RPF), yang sekarang sudah berstatus sebagai partai politik. Kagame bersikeras membantah tudingan itu dan berkata bahwa penembakan itu adalah perbuatan ekstremis Hutu sebagai jalan agar mereka bisa mengeksekusi rencana memusnahkan etnis Tutsi.

4. Tensi antar etnis sudah terjadi sejak masa penjajahan

25 Tahun Genosida Rwanda: Begini Sejarah Kelam Afrika Itu Terjadiunsplash.com/Jannik Skorna

Sejak abad 19 hingga berakhirnya Perang Dunia I, Liga Bangsa-bangsa memandatkan Belgia sebagai negara yang mengurus Rwanda dan Burundi. Pemerintah kolonial Belanda pun pilih kasih dan mengutamakan kelompok Tutsi dibandingkan Hutu. Bukannya memimpin dengan baik, Tutsi yang minoritas itu justru melakukan tindak-tindak opresi terhadap Hutu.

Mereka pun melakukan pemberontakan pada 1959 dan berhasil mendorong sekitar 300.000 orang Tutsi untuk melarikan diri ke luar negeri. Jumlah Tutsi kian mengecil ketika Hutu mampu merebut kekuasaan. Usai kemerdekaan Rwanda dari Belgia, pada 1973 Habyarimana ditunjuk sebagai presiden.

Lima tahun kemudian, ia menjadi satu-satunya calon presiden dalam Pemilu dan menang. Pada 1983, Habyarimana terpilih kembali. Begitu juga pada 1988. Warga dari etnis Tutsi pun merasakan apa yang dulu dirasakan Hutu ketika mereka masih berkuasa yaitu diskriminasi dan opresi.

5. Balas dendam bermotif kebencian antar etnis berlanjut ke tingkat genosida

25 Tahun Genosida Rwanda: Begini Sejarah Kelam Afrika Itu Terjaditwitter.com/UrugwiroVillage

Pada 1990, Kagame memimpin RPF yang melakukan invasi dari Uganda karena sebelumnya mereka harus menjadi pengungsi. Setelah dua tahun berkonflik, pemerintah dan RPF bernegosiasi dan pada 1993 Habyarimana menandatangani perjanjian untuk membuat pembagian kekuasaan antara pihaknya dan RPF.

Ini menyulut kemarahan ekstremis Hutu yang menilai mereka sebagai mayoritas adalah penguasa sah Rwanda sehingga tak perlu ada pembagian kekuasaan. Penembakan pesawat yang ditumpangi Habyarimana mereka percayai sebagai ulah RPF untuk membalas penolakan itu.

Alhasil, mereka pun menelusuri semua lokasi di Rwanda untuk menghabisi setiap orang Tutsi yang ditemui. Mereka dibantu oleh kelompok tentara presiden, militer, serta milisi Hutu untuk menjalankan rencana keji tersebut.

Genosida Rwanda menjadi catatan sejarah yang sangat sulit dilupakan. Begitu signifikannya peristiwa ini sampai membuat Hollywood memfilmkannya dengan judul Hotel Rwanda pada 2004.

Baca Juga: Banyak Hakim Perancis Hentikan Penyelidikan Kasus Genosida di Rwanda

Topik:

  • Dwifantya Aquina

Berita Terkini Lainnya