5 Fakta Soal Resolusi Kongres untuk Batasi Wewenang Perang Presiden

DPR marah karena tidak diberitahu soal pembunuhan Soleimani

Washington DC, IDN Times - Kongres Amerika Serikat berniat meloloskan sebuah resolusi yang akan membatasi wewenang perang seorang presiden. Ini terjadi usai Donald Trump melakukan serangan militer untuk membunuh Qassem Soleimani pada 3 Januari lalu.

Keputusan eksekutif itu dilakukan tanpa pemberitahuan kepada Kongres. Padahal, Capitol Hill menilai pembunuhan Jenderal Korps Garda Revolusi Islam (IRGC) itu setara dengan pendeklarasian perang terhadap suatu negara berdaulat mengingat Soleimani adalah orang penting di Iran.

Lalu, apakah resolusi tersebut? Berikut ini adalah lima fakta terbarunya:

1. Diinisiasi Partai Demokrat

5 Fakta Soal Resolusi Kongres untuk Batasi Wewenang Perang PresidenPresiden Amerika Serikat Donald Trump berpartisipasi dalam doa sebelum berbicara dalam Evangelicals for Trump Coalition Lunch di King Jesus International Ministry di Miami, Florida, Amerika Serikat, pada 3 Januari 2020. ANTARA FOTO/REUTERS/Tom Brenner

Resolusi Kekuatan Perang itu diinisiasi Partai Demokrat di DPR. Dilansir CNN, Ketua DPR Nancy Pelosi mengatakan bahwa tujuan resolusi tersebut adalah untuk mencegah Trump berbuat sesuatu yang kebablasan terhadap Iran. Pernyataan ini disampaikan Pelosi lima hari setelah Soleimani dibunuh.

"Hari ini, untuk menghormati tugas kita menjaga keamanan warga Amerika, DPR akan bergerak maju dengan sebuah Resolusi Kekuatan Perang untuk membatasi aksi militer Presiden terkait Iran," kata Pelosi.

Menurutnya, Trump "sudah memperlihatkan secara jelas bahwa ia tak punya strategi logis untuk menjaga keamanan warga Amerika, mencapai de-eskalasi dengan Iran dan memastikan stabilitas di kawasan".

Baca Juga: Berpotensi Perang, Serangan Trump ke Iran Terjadi Tanpa Izin Kongres

2. DPR menilai pemerintah gagal menjelaskan soal pembunuhan Soleimani

5 Fakta Soal Resolusi Kongres untuk Batasi Wewenang Perang PresidenSeorang pengunjuk membawa poster mendukung pemakzulan Presidan Amerika Serikat Donald Trump saat reli di dekat rumah Senator Amerika Serikat dari Partai Republik Mitch McConnell di Louisville, Kentucky, pada 23 Desember 2019. ANTARA FOTO/REUTERS/Bryan Woolston

Alasan Pelosi menyebut Trump tak memiliki strategi yang jelas adalah karena pihaknya gagal menjawab semua pertanyaan terkait Soleimani dan Iran. Dikutip dari Vox, ketika sesi pengarahan singkat intelijen Amerika Serikat kepada DPR dan Senat pada minggu lalu, legislatif dari dua kubu merasa sangat marah.

DPR bertanya apakah Soleimani memang memberikan ancaman nyata seperti yang diklaim oleh Trump. Direktur CIA, Gina Haspel, justru menjawab dengan menyuruh DPR untuk "baca saja laporannya". Saat diminta lagi untuk menjelaskan, Haspel merespons,"Itu adalah laporan yang panjang."

Bahkan, Senator dari Partai Republik, Mike Lee, menilai itu adalah pengarahan intelijen "terburuk" selama sembilan tahun ia berkantor di Capitol Hill. Pelosi mengatakan pemberitahuan soal pembunuhan Soleimani oleh pemerintah justru "menimbulkan pertanyaan dibandingkan menjawabnya".

3. Kongres adalah pihak yang berwenang mendeklarasikan perang

5 Fakta Soal Resolusi Kongres untuk Batasi Wewenang Perang PresidenKetua Dewan Perwakilan Amerika Serikat Nancy Pelosi (D-CA) memberikan keterangan pers usai sidang pemakzulan di Capitol Hill, Washington DC, Amerika Serikat, pada 18 Desember 2019. ANTARA FOTO/REUTERS/Tom Brenner

Secara terpisah, DPR sudah meloloskan Resolusi Kekuatan Perang pada minggu lalu di mana sebanyak 224 orang setuju dan 194 sisanya menolak. Resolusi itu sesuai dengan Konstitusi Amerika Serikat yang menyatakan bahwa Presiden adalah Komandan Tertinggi dari Angkatan Darat dan Angkatan Laut, tapi Kongres yang berhak mendeklarasikan perang.

Di dalamnya diatur tentang batasan wewenang presiden dan Kongres. Eksekutif juga harus selalu menginformasikan kepada legislatif soal keputusan-keputusan militer, termasuk adanya mekanisme untuk membatalkan suatu operasi yang dimulai oleh seorang presiden dalam keadaan tertentu.

Poin penting lainnya adalah Presiden wajib memberikan laporan kepada Kongres dalam waktu 48 jam begitu kekuatan militer Amerika Serikat terlibat situasi perang. Kecuali Kongres mendeklarasikan perang atau mengizinkan penggunaan kekuatan militer dalam batas tertentu, Presiden wajib menghentikan aksi militer dalam kurun waktu 60 hari dengan tambahan 30 hari untuk menarik pasukan.

4. Buruknya komunikasi antara eksekutif dan legislatif mendorong Kongres untuk segera mengambil langkah

5 Fakta Soal Resolusi Kongres untuk Batasi Wewenang Perang PresidenWarga Iran berkumpul mengelilingi peti jenazah Mayor Jenderal Qassem Soleimani, kepala Pasukan elite Quds, yang tewas dalam serangan udara di Bandara Baghdad, di Bandara Internasional Ahvaz, Ahvaz, Iran, pada Minggu, 5 Januari 2020. (ANTARA FOTO/Hossein Mersadi/Fars news agency/WANA [West Asia News Agency] via REUTERS)

Akibat kegagalan pemerintah menjelaskan tindakannya terhadap Iran, Partai Republik di Senat pun dikabarkan setuju untuk mendukung resolusi itu. Senator Tim Kaine dari Partai Demokrat adalah salah satu pihak yang berinisiatif untuk mengikuti langkah DPR.

"Senat akan segera mempertimbangkan resolusi kekuatan perang yang diajukan Senator Kaine, yang akan mencegah eskalasi berikutnya dengan Iran," ujar Chuck Schumer, ketua minoritas di Senat yang berasal dari Partai Demokrat. Schumer menyebut beberapa anggota Partai Republik ikut mempertimbangkan, misalnya Ketua Senat Mitch McConnell.

5. Resolusi serupa pernah diloloskan dua kubu pada tahun lalu, tapi Trump berhasil melakukan veto

5 Fakta Soal Resolusi Kongres untuk Batasi Wewenang Perang PresidenDemonstran membakar bendera Amerika Serikat, Israel dan Inggris saat aksi protes menentang pembunuhan Mayor Jenderal Iran Qassem Soleimani, pemimpin IGRC, dan komandan milisi Irak Abu Mahdi al-Muhandis, yang tewas saat serangan udara di Bandara Baghdad, Irak, pada 3 Januari 2020. ANTARA FOTO/WANA (West Asia News Agency)/Nazanin Tabatabaee via REUTERS

Jika Kongres dari Partai Demokrat dan Republik berhasil meloloskan Resolusi Kekuatan Perang, maka ini akan jadi kedua kalinya Trump mendapatkan penolakan terkait keputusan militernya di Timur Tengah.

Seperti dilaporkan The New York Times, pada 2019 lalu Kongres menyepakati resolusi bersama yang memaksa Trump mengakhiri dukungan terhadap Arab Saudi yang mengintervensi perang sipil di Yaman. Ratusan ribu orang tewas dalam perang yang juga melibatkan Iran tersebut.

Namun, Trump melakukan veto dan Senat gagal membatalkannya setelah 53 anggota mendukung eksekutif, sedangkan 45 lainnya menolak. "Resolusi ini adalah upaya tak penting dan berbahaya untuk melemahkan otoritas konstitusional saya, membahayakan nyawa warga Amerika dan pasukan yang gagah berani, baik hari ini maupun di masa depan," kata Trump.

Menarik untuk dilihat apakah hasil yang sama akan terulang kembali terhadap resolusi baru tahun ini.

Baca Juga: 5 Hal Penting dari Pidato Donald Trump Soal Konflik dengan Iran

Topik:

  • Umi Kalsum

Berita Terkini Lainnya