820 Juta Orang di Dunia Alami Kelaparan, Apa yang Harus Dilakukan?

Perempuan lebih rentan alami kelaparan daripada laki-laki

Roma, IDN Times - Badan pangan Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB), FAO, merilis laporan mengenai ketahanan pangan pada Senin (15/7). Laporan berjudul The State of Food Security and Nutrition in the World: Safeguarding Against Economic Slowdowns and Downturns tersebut, menjabarkan krisis pangan yang dialami secara global.

FAO menyebut hingga hari ini ada lebih dari 820 juta orang di dunia mengalami kelaparan. Pada saat bersamaan, tak sedikit yang mengalami obesitas dan kelebihan berat badan karena malnutrisi. PBB telah mencanangkan agenda Pembangunan Berkelanjutan yang menargetkan level kelaparan global turun hingga nol (Zero Hunger) pada 2030.

1. Ada pertambahan angka gizi buruk dalam tiga tahun terakhir

820 Juta Orang di Dunia Alami Kelaparan, Apa yang Harus Dilakukan?unsplash.com/Ben White

Data FAO menunjukkan dalam tiga tahun terakhir prevalensi gizi buruk secara global berada di level 11 persen. Angka ini tidak berubah meski jumlah populasi dunia meningkat. Kelaparan meningkat di hampir seluruh sub kawasan Afrika dan beberapa wilayah di Amerika Selatan serta Asia Barat.

Asia Selatan menunjukkan kemajuan dalam lima tahun terakhir, tapi masih tetap menjadi sub kawasan dengan prevalensi gizi buruk tertinggi di benua Asia dengan hampir 15 persen. Asia Barat berada di belakangnya dengan prevalensi lebih dari 12 persen dan terus memburuk. 

Sedangkan di Afrika, angka gizi buruk secara konsisten bertambah mencapai hampir 260 juta jiwa pada 2018. Sebanyak lebih dari 90 persen di antaranya tinggal di sub Sahara. Kondisi di Amerika Latin tergolong lebih baik dibandingkan di kedua regional tersebut.

Baca Juga: 5 Fakta Unik Kota Mumbai di India, dari Kemiskinan hingga Bollywood

2. Angka kelebihan berat badan dan obesitas meningkat

820 Juta Orang di Dunia Alami Kelaparan, Apa yang Harus Dilakukan?unsplash.com/Jonathan Kho

Angka kelaparan terus bertambah dan menyebabkan gizi buruk, hingga memengaruhi jumlah penduduk yang mengalami kelebihan berat serta obesitas. Tren ini meningkat di seluruh kawasan, terutama di antara anak-anak usia sekolah dan orang dewasa. Menurut laporan FAO, obesitas berkontribusi dalam empat juta kematian secara global.

Fakta lain adalah mayoritas anak-anak usia sekolah di seluruh dunia tidak cukup mengonsumsi buah-buahan serta sayuran. Mereka lebih sering memakan makanan cepat saji serta minuman bersoda. Aktivitas fisik yang menunjang kesehatan juga jarang sekali dilakukan dalam kehidupan sehari-hari.

Pada 2018, diperkirakan ada sekitar 40 juta anak di bawah usia lima tahun mengalami kelebihan berat badan. Asia dan Afrika memiliki populasi dengan prevalensi kelebihan berat badan terendah (5,2 persen dan 4,9 persen).

Namun, ketika digabungkan, sepertiga dari total anak di bawah lima tahun di dunia yang mengalami kekurangan berat badan tinggal di sana (46,9 persen dan 23,8 persen). Sementara, sebanyak 672 juta orang dewasa mengalami obesitas.

Peningkatan prevalensi obesitas dari 2000 sampai 2016, menurut FAO, lebih besar dibandingkan kelebihan berat bedan. Orang-orang obesitas kebanyakan tinggal di negara dengan ketidaktahanan pangan level sedang hingga sangat buruk. Misalnya, di kawasan Amerika Latin dan Afrika.

3. Ekonomi global sangat berpengaruh dalam menyebabkan situasi ini

820 Juta Orang di Dunia Alami Kelaparan, Apa yang Harus Dilakukan?unsplash.com/nrd

Berdasarkan klasifikasi PBB, ada tiga jenis situasi pangan di dunia saat ini. Pertama, ketahanan pangan adalah kondisi saat akses terhadap pangan cukup secara kuantitas maupun kualitas. Kedua, ketidaktahanan pangan level sedang, yaitu ketika penduduk mengalami ketidakpastian dalam mendapatkan makanan.

Kemudian, mereka terpaksa mengonsumsi makanan dengan kualitas rendah atau dalam kuantitas sedikit. Ketiga, ketidaktahanan pangan level sangat buruk yang membuat masyarakat tidak mempunyai akses pangan sama sekali, atau sampai tidak makan apa pun dalam sehari.

Ketiganya sangat dipengaruhi situasi ekonomi global. Dalam laporannya, FAO menyebut tingkat kelaparan meningkat di negara-negara yang perekonomiannya melambat atau terguncang. Antara 2011 hingga 2017, peningkatan itu terjadi di 65 dari 77 negara yang mengalami masalah ekonomi tersebut.

Ini karena maju atau tidaknya perekonomian berdampak kepada jumlah pengangguran serta penghasilan. Penurunan tingkat ekonomi negara yang drastis menyulitkan dalam penyediaan akses terhadap kebutuhan primer, seperti makanan sehat dan layanan kesehatan.

4. Perempuan paling rentan mengalami ketidaktahanan pangan

820 Juta Orang di Dunia Alami Kelaparan, Apa yang Harus Dilakukan?unsplash.com/Alice Young

Temuan mengejutkan lain adalah bahwa di setiap benua, perempuan lebih rentan terhadap ketidaktahanan pangan daripada laki-laki. Perbandingan paling besar ditemukan di Amerika Latin sejak 2016 hingga 2018. Ini salah satunya menyebabkan sekitar 33 persen perempuan usia produktif di dunia menderita anemia. 

Studi FAO yang spesifik meneliti ini di 145 negara sejak 2014 hingga 2017 menunjukkan bahwa tempat tinggal, status kemiskinan, serta tingkat pendidikan sangat menentukan level ketidaktahanan pangan antara perempuan dan laki-laki. 

Contohnya, di Afrika di mana situasi ini sangat dominan, total 57,9 persen perempuan mengalami ketidaktahanan pangan level sedang (31,2 persen) dan sangat buruk (26,7 persen). Sementara, lebih sedikit laki-laki tinggal dalam kondisi yang sama yaitu total 56,1 persen (30,1 persen dan 26,1 persen).

820 Juta Orang di Dunia Alami Kelaparan, Apa yang Harus Dilakukan?IDN Times/Muhammad Rahmat Arief

5. Kebijakan yang sensitif terhadap gender sangat dibutuhkan

820 Juta Orang di Dunia Alami Kelaparan, Apa yang Harus Dilakukan?unsplash.com/Hung Nguyen Viet

Salah satu rekomendasi dalam memerangi kelaparan global adalah dengan membuat serta mengimplementasikan kebijakan berbasis kesetaraan gender. Menurut penelitian Stockholm Environment Institute, perempuan yang menjadi kepala rumah tangga cenderung lebih miskin dibandingkan laki-laki, sebab mereka mempunyai lebih sedikit aset serta kesempatan ekonomi.

Petani perempuan, secara umum, kurang mendapat akses terhadap pupuk dan peralatan bertani. Di beberapa budaya, biasanya ibu yang harus merelakan makanan untuk suami atau anak laki-lakinya ketika terjadi krisis pangan. Tanpa perubahan sistem dan kebijakan, mustahil perempuan bisa keluar dari situasi ini.

Integrasi kesetaraan gender dan kebijakan tidak hanya berarti perempuan dan laki-laki sama-sama terjamin haknya dalam memperoleh pangan berkualitas dalam jumlah cukup. Pembuatan kebijakan juga perlu melibatkan perempuan dalam sebanyak mungkin proses. Artinya, pemberdayaan perempuan menjadi target menyeluruh.

6. Perlu ada perbaikan manajemen produksi pangan

820 Juta Orang di Dunia Alami Kelaparan, Apa yang Harus Dilakukan?unsplash.com/Call Me Hangry

Proposal lainnya adalah memperbaiki bagaimana kita memproduksi pangan selama ini. Dalam diskusi World Economic Forum 2019, muncul ide tentang ekonomi melingkar yang diyakini mampu menciptakan ketahanan pangan yang dipopulerkan Ellen MacArthur Foundation melalui studi berjudul Cities and the Circular Economy for Food.

Salah satu pokok persoalannya adalah data FAO yang menemukan hampir sepertiga atau sekitar 1,3 miliar ton makanan yang diproduksi untuk konsumsi manusia di dunia terbuang sia-sia. Ini karena sistem pangan yang tidak berkelanjutan.

Misalnya, penggunaan bahan kimia berlebihan dalam bertani yang menurunkan nutrisi dalam hasil produksi dan merusak tanah itu sendiri. Dalam ekonomi melingkar, konsumen di kota diminta untuk aktif menuntut petani di wilayah dekat tempat tinggal mereka, untuk menumbuhkan produk mereka dengan cara organik. Sebagai imbalan, petani bisa menjualnya dengan harga lebih tinggi.

Cara berikutnya adalah masyarakat harus bijak dalam mengelola makanan. Contohnya, melakukan redistribusi makanan surplus kepada orang-orang membutuhkan. Salah satunya lewat bank makanan yang kini sudah cukup populer di banyak kota. Supermarket juga diminta memberi diskon makanan yang hampir kedaluwarsa.

7. Negara harus hadir dari ujung hingga pangkal

820 Juta Orang di Dunia Alami Kelaparan, Apa yang Harus Dilakukan?unsplash.com/Laurentiu Morariu

Ketahanan pangan sulit dicapai tanpa campur tangan berbagai sektor, mulai dari kesehatan, pertanian hingga pendidikan. Oleh karena itu pemerintah, pembuat kebijakan dan para politisi wajib hadir untuk memastikan penghapusan hambatan ekonomi, sosial, dan budaya bagi masyarakat dalam memperoleh pangan.

PBB merekomendasikan pemerintah menjamin sinergi antara perdagangan dan ketahanan pangan ke dalam upaya penurunan angka kemiskinan. Negara-negara juga diharapkan berkolaborasi untuk menciptakan lingkungan pangan yang membuat makanan bernutrisi lebih terjangkau secara akses dan harga secara merata.

Menurut PBB, wajib ada transformasi struktural yang pro-masyarakat miskin dan inklusif. Komunitas juga harus berada di pusat upaya untuk menurunkan kerentanan ekonomi. Dengan kata lain, kita tidak bisa melakukannya sendirian.

Baca Juga: Rokok dan Beras Jadi Penyebab Utama Penyumbang Kemiskinan RI

Topik:

  • Rochmanudin

Berita Terkini Lainnya