Amnesty: Model Bisnis Facebook dan Google Ancam Hak Asasi Manusia 

Pengguna tidak tahu data pribadi mereka dipakai untuk apa

London, IDN Times - Internet telah menjadi bagian tak terpisahkan dalam kehidupan mayoritas orang di dunia saat ini. Facebook dan Google pun menjadi dua perusahaan teknologi yang mendominasi. Sekitar 2,45 miliar atau 70 persen pengguna aktif media sosial memakai Facebook. Lalu, 75 persen pasar aplikasi pesan instan di luar Tiongkok dikuasai oleh WhatsApp dan Facebook Messenger.

Di saat bersamaan, Google menjadi mesin pencarian nomor satu dengan lebih dari 90 persen pencarian dilakukan melalui platform tersebut, salah satunya adalah Chrome sebagai penguasa browser. YouTube, milik Google, merupakan platform video nomor satu di dunia. Sementara Android, juga milik Google, adalah sistem operasi smartphone yang paling banyak digunakan.

Menurut Amnesty International, kemampuan Facebook dan Google menguasai internet menimbulkan masalah tersendiri. Dalam laporan berjudul Surveillance Giants: How The Business Model of Google and Facebook Threatens Human Rights, Amnesty merinci bagaimana pengguna tidak punya kontrol atas data pribadi mereka yang diambil oleh Google dan Facebook.

1. Layanan gratis dibayar dengan data pribadi

Amnesty: Model Bisnis Facebook dan Google Ancam Hak Asasi Manusia Ilustrasi Facebook (IDN Times/Sunariyah)

Amnesty mengkritik bagaimana Facebook dan Google menggratiskan layanan mereka, tapi sebagai gantinya, para pengguna membayar dengan data personal. Kemudian, keduanya mengumpulkan, menganalisis, dan membaginya ke dalam sejumlah profil berdasarkan kesukaan, karakteristik, serta perilaku mereka.

Bagi Facebook dan Google ini penting, sebab menjadi modal untuk pemasangan iklan. Amnesty melihat praktik ini sebagai pelanggaran privasi di mana seharusnya pengguna bisa mengontrol kapan dan untuk apa data-data pribadi itu.

"Google dan Facebook mendominasi kehidupan modern kita – menimbun kekuatan tak tertandingi atas dunia digital dengan memanen dan melakukan monetisasi data personal dari miliaran orang," kata Kumi Naidoo, Sekretaris Jenderal Amnesty International, dalam sebuah rilis pers yang diterima IDN Times.

2. Facebook dan Google tahu tentang pengguna, tapi pengguna tidak tahu tentang mereka

Amnesty: Model Bisnis Facebook dan Google Ancam Hak Asasi Manusia Ilustrasi media sosial (IDN Times/Sunariyah)

"Kontrol tersembunyi dan membahayakan terhadap kehidupan digital kita, mengesampingkan esensi penting dari privasi dan merupakan satu dari tantangan HAM yang menentukan di era kita," tambah Naidoo.

Amnesty mengutip komentar akademisi Shoshana Zuboff untuk menggambarkan situasi ini. "Mereka tahu segalanya tentang kita; kita hampir tak tahu apa-apa tentang mereka."

Ini karena dengan status Facebook dan Google sebagai aktor penguasa pasar digital, terutama media sosial, membuat keduanya bisa memusatkan kekuatan finansial, bahkan pengaruh politik. Contohnya adalah pada 2018 ketika skandal Cambridge Analytica mencuat ke permukaan.

Belakangan baru diketahui bahwa Facebook membiarkan data-data pribadi pengguna dimanfaatkan dengan cara yang sama sekali tak dimengerti oleh publik. Tanpa mereka sadari, mereka dibombardir iklan dan pesan politik yang tak mereka ketahui asalnya.

Baca Juga: Cambridge Analytica Pakai Jutaan Data Pengguna Facebook untuk Kampanye Trump

3. Dunia digital memaksa pengguna mendefiniskan kembali apa arti privasi

Amnesty: Model Bisnis Facebook dan Google Ancam Hak Asasi Manusia Ilustrasi Media sosial (IDN Times/Sunariyah)

"Internet begitu vital bagi banyak orang untuk menikmati hak-hak mereka, tapi miliaran orang tak punya pilihan berarti selain mengakses ruang publik tersebut dengan persyaratan yang didikte oleh Facebook dan Google," tegas Naidoo.

"Kita kini terjebak. Kita harus patuh pada mesin pengintaian yang merajalela –  di mana data kita secara mudah dijadikan senjata untuk memanipulasi dan memengaruhi kita –  atau sama sekali tak menikmati keuntungan dunia digital," lanjutnya.

Naidoo yakin ini bukan "pilihan sah" dan para pengguna internet "wajib merebut kembali ruang publik yang penting, sehingga kita bisa berpartisipasi tanpa membuat hak-hak kita dilanggar.

4. Privasi berarti kontrol atas data-data pribadi tanpa intervensi dari pihak manapun

Amnesty: Model Bisnis Facebook dan Google Ancam Hak Asasi Manusia IDN Times/Vamela Aurina

Ini sesuai dengan hukum HAM internasional yang mengatur bahwa privasi harus dijamin dari campur tangan sepihak, baik dari otoritas negara maupun korporasi. Dengan kata lain, menurut Amnesty, ada tiga konsep yang saling berhubungan saat membicarakan privasi.

Ketiganya adalah bebas dari campur tangan ke kehidupan pribadi, hak untuk mengontrol informasi terhadap diri sendiri serta hak terhadap ruang publik di mana kita bisa bebas mengekspresikan identitas kita. Dengan model bisnis Facebook dan Google saat ini, Amnesty berargumen privasi itu hilang begitu saja.

Seperti dilaporkan The New York Times, pada 2007 Facebook memasang iklan bernama Beacon yang dianggap melanggar privasi pengguna dan akhirnya harus dihapus. Google juga mendapatkan protes setelah kedapatan membaca email pengguna Gmail selama bertahun-tahun untuk kepentingan iklan. Pada 2017, Google mengumumkan menghentikan praktik ini.

5. Internet membentuk opini dan pandangan pengguna dengan cara yang tak disadari

Amnesty: Model Bisnis Facebook dan Google Ancam Hak Asasi Manusia Ilustrasi Google. unsplash.com/Pawel Czerwinski

Contoh lain yang digunakan Amnesty adalah bocoran dari Edward Snowden pada 2013. Mantan karyawan National Security Agency (NSA) itu mengekspos, bagaimana badan intelijen Amerika Serikat dan Inggris melakukan pengintaian besar-besaran yang melibatkan data pribadi mereka.

Pemerintah kedua negara menggunakan perintah hukum rahasia untuk memaksa Yahoo, Google, dan Microsoft menyerahkan data-data para pengguna. Bahkan, pemerintah mampu menembus proteksi keamanan Google dan Yahoo sehingga bisa mengakses pusat data keduanya.

Pada 2018, Facebook mengumumkan bahwa machine learning mereka mampu menghasilkan 200 triliun prediksi per hari. Prediksi-prediksi itu kemudian dikelompokkan dan menjadi senjata untuk iklan bertarget, serta kampanye politik yang mampu membentuk sudut pandang pengguna.

Dalam suratnya kepada Amnesty, Facebook "sangat tidak sepakat" bahwa bisnis model mereka "berbasis pengintaian". Mereka bersikeras bahwa pengguna memakai Facebook secara sukarela. Amnesty pun meminta pemerintah untuk turun tangan dengan tetap memperhatikan masalah privasi.

"Facebook dan Google tidak seharusnya boleh mendikte bagaimana kita hidup secara online," ujar Naidoo. "Kini waktunya kita merebut kembali ruang publik vital bagi setiap orang daripada membiarkannya dikuasai segelintir perusahaan kuat tak bertanggung jawab di Silicon Valley."

Baca Juga: Ini 10 Browser Extension yang Akan Menjaga Privasimu di Dunia Maya

Topik:

  • Sunariyah

Berita Terkini Lainnya