Amnesty: Pengungsi Rohingya di Kamp Bangladesh Rentan Virus Corona

Sedangkan ribuan dilaporkan terkatung-katung di laut

Jakarta, IDN Times - Kekhawatiran badan pengungsi PBB (UNHCR) menjadi nyata setelah dikonfirmasinya kasus virus corona pertama di kamp pengungsi Rohingya di Cox Bazar, Bangladesh.

Pada Maret lalu, UNHCR mengingatkan melalui situs resminya bahwa pandemik COVID-19 membuktikan kesehatan setiap orang berhubungan dengan kesehatan mayoritas anggota masyarakat paling termarjinalkan dan rentan.

Dan mereka, seringkali termasuk pengungsi, orang-orang tanpa kewarganegaraan serta para pengungsi internal. Di Cox Bazaar, kerentanan itu bukan hanya karena faktor usia, melainkan juga bagaimana mereka hidup sehari-hari di kamp pengungsian terbesar dan terpadat di dunia tersebut.

1. Amnesty International menyuarakan kondisi di kamp pengungsi Rohingya

Amnesty: Pengungsi Rohingya di Kamp Bangladesh Rentan Virus CoronaPara pengungsi Rohingya dari Rakhine, Myanmar, sedang dalam perjalanan ke Bangladesh. ANTARA FOTO/REUTERS/Damir Sagolj

Sejak Agustus 2017, ada hampir satu juta orang Rohingya yang melakukan eksodus ke Bangladesh untuk menyelamatkan diri dari diskriminasi oleh pemerintah dan militer Myanmar.

Pandemik membuat kesehatan dan keselamatan mereka tidak kalah terancamnya dengan saat masih berada di kampung halaman.

"Ini adalah sebuah lingkungan yang sangat menantang," kata Saad Hammadi dari Kantor Asia Selatan Amnesty International dalam konferensi pers virtual pada Jumat (15/5).

Saad menjelaskan bahwa kepadatan di kamp Cox Bazaar hampir 40.000 orang per kilometer persegi. Padahal, rata-rata kepadatan populasi global adalah 25 orang per kilometer persegi.

Baca Juga: 2 Kapal Rohingya Dicurigai Mau Masuk ke Aceh, Polairud Patroli Ketat

2. Banyak peralatan medis yang masih belum tersedia

Amnesty: Pengungsi Rohingya di Kamp Bangladesh Rentan Virus CoronaSekelompok pengungsi Rohingya dari Rakhine, Myanmar. ANTARA FOTO/REUTERS/Mohammad Ponir Hossain

Saad mengungkap bahwa meski sudah ada tempat karantina, tapi masih banyak sumber daya yang kurang, termasuk alat bantu pernapasan yang sangat krusial bagi banyak pasien COVID-19 di seluruh dunia.

"Dan kita harus mempertimbangkan orang-orang lanjut usia yang merupakan kelompok paling mudah terpengaruh dan rentan terhadap infeksi COVID-19," tambahnya.

Melansir BBC, pemerintah Bangladesh mengatakan kasus pertama COVID-19 di kamp tersebut adalah seorang pengungsi dan warga lokal yang tinggal di sekitarnya.

Keduanya telah dibawa ke fasilitas isolasi untuk mendapatkan perawatan. Sejak 14 Maret, sudah ada lockdown yang berlaku di kamp itu. Namun, para pekerja kemanusiaan menjelaskan bahwa aturan jaga jarak sulit diterapkan mengingat begitu penuhnya lokasi tersebut.

3. Amnesty berharap pemerintah Indonesia dan Australia turun tangan sebagai co-chairs Bali Process

Amnesty: Pengungsi Rohingya di Kamp Bangladesh Rentan Virus CoronaKanselir Myanmar Aung San Suu Kyi. ANTARA FOTO/REUTERS/Soe Zeya Tun

Menurut Saad, solusi dari persoalan ini terletak pada sharing burden atau berbagi beban di antara negara-negara. Konsep tersebut sudah ada di dalam Bali Process, sebuah forum kerja sama khusus untuk membahas penyelundupan orang, perdagangan manusia serta kejahatan transnasional, yang dipimpin oleh Indonesia dan Australia.

Sejak krisis pengungsi di Australia pada pertengahan 2000, Bali Process banyak menyinggung soal pengungsi. Namun, forum yang juga diikuti oleh negara-negara di kawasan Asia Pasifik itu bernasib seperti hidup segan, mati tak mau. Saad menilai ini waktunya Indonesia dan Australia sebagai co-chairs Bali Process untuk turun tangan.

Amnesty sendiri mengatakan ada kurang lebih 10.000 pengungsi Rohingya yang terkatung-katung di laut di tengah pandemik COVID-19. Muncul laporan ada dua kapal yang berada di pesisir Aceh, walau pemerintah Indonesia belum mengungkap kebenarannya.

"Indonesia dan Australia sebagai co-chairs Bali Process harus mengadakan pertemuan darurat dengan seluruh negara anggota Bali Process dan mempertimbangkan situasi darurat ini, krisis yang muncul dari Rohingya yang terapung di lautan, serta memastikan bahwa mereka bisa turun dari kapal dengan selamat," tegas Saad.

"Tidak seharusnya ini menjadi tanggung jawab Bangladesh sendiri, melihat mereka telah mengakomodasi hampir satu juta pengungsi Rohingya dan bahwa mayoritas orang Rohingya sekarang ada di Bangladesh," tambahnya.

Baca Juga: Keluyuran Tanpa Masker, 5 WNA asal Bangladesh di Lumajang Dievakuasi

Topik:

  • Isidorus Rio Turangga Budi Satria

Berita Terkini Lainnya