Bantah Genosida Rohingya, Aung San Suu Kyi Hadiri Sidang Internasional
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Amsterdam, IDN Times - Kanselir Myanmar Aung San Suu Kyi dijadwalkan menghadiri persidangan di Mahkamah Internasional (ICJ) di The Hague, Belanda, untuk membantah tudingan bahwa negaranya telah melakukan genosida terhadap Rohingya Muslim.
Persidangan akan digelar selama tiga hari mulai Selasa (10/12). Mahkamah Internasional mengabulkan gugatan Gambia, sebuah negara di Afrika, yang menuntut Myanmar atas dugaan pembunuhan massal, pemerkosaan, perusakan tempat tinggal serta komunitas Rohingya di Rakhine.
Dalam Statuta ICJ disebutkan bahwa negara anggota bisa menuntut sesama anggota dengan tudingan telah melanggar peraturan internasional. Gambia menggunakan Konvensi tentang Pencegahan dan Penghukuman Kejahatan Genosida yang disahkan pada 1948.
1. Laporan PBB cenderung mendukung tudingan bahwa Myanmar melakukan genosida
Kasus yang memaksa Myanmar menghadap ICJ adalah eksodous sekitar satu juta warga Rohingya ke Bangladesh pada 2017. Mayoritas tinggal di Rakhine selama bertahun-tahun, tapi pemerintah Myanmar melabeli mereka sebagai imigran ilegal dan menolak mengakui sebagai warga negara.
Di tahun tersebut, militer Myanmar melakukan operasi militer berskala masif yang menarget kelompok Rohingya. Mereka adalah minoritas di negara yang sebagian besar penduduknya memeluk agama Buddha.
Dokumen yang diunggah di situs resmi ICJ pun menyebut militer telah melakukan operasi pembersihan sistematis dan tersebar luas terhadap Rohingya sejak Oktober 2016 sampai Agustus 2017. Ini memaksa mereka untuk menyelamatkan diri ke negara tetangga.
Investigasi PBB pun cenderung memverifikasi tudingan Gambia. Laporan Kantor Komisioner HAM PBB menemukan bahwa militer secara rutin dan sistematis menggunakan pemerkosaan, pemerkosaan massal, serta aksi kekerasan lain dan pemaksaan untuk melakukan hubungan seksual terhadap perempuan dewasa, gadis, anak laki-laki, pria dewasa serta transgender.
Baca Juga: Kata Pengungsi Rohingya di Indonesia Soal Aung San Suu Kyi
2. ICJ tak bisa menghukum Aung San Suu Kyi
Dilansir dari BBC, dalam persidangan itu akan diperlihatkan bukti-bukti apakah operasi tersebut berniat untuk menghancurkan Rohingya sebagai suatu kelompok, secara menyeluruh atau sebagian melalui pemerkosaan, pembunuhan massal serta pembakaran rumah-rumah di mana sering kali penghuninya dikunci di dalam.
ICJ tidak akan menghukum Aung San Suu Kyi karena memang tidak punya kewenangan itu. Lain dengan Mahkamah Pidana Internasional (ICC) yang punya kuasa untuk hal itu. Peran Aung San Suu Kyi sendiri besar dalam persidangan. Ia adalah pemimpin de facto Myanmar sejak terpilih pada April 2016.
Walau tak bisa memerintah militer, tapi ia dituduh punya andil dalam tragedi kemanusiaan yang menimpa Rohingya. Ia juga sempat mengatakan akan memimpin delegasi negaranya di ICJ selaku Menteri Luar Negeri. Myanmar selama ini membantah telah melakukan genosida.
3. Gambia meminta PBB melindungi Rohingya
Dalam pernyataannya, Gambia sejauh ini meminta ICJ untuk memerintahkan PBB agar melindungi Rohingya di Myanmar, Bangladesh, serta di lokasi mana pun. Permintaan ini akan bersifat mengikat secara hukum. Proses mencari kebenarannya pun diprediksi akan berjalan selama beberapa tahun ke depan.
Jika divonis bersalah, reputasi Myanmar akan hancur dan kemungkinan besar ini akan berdampak pada perekonomian negara itu. Per September 2019, lembaga pengungsi PBB menyebut ada lebih dari 900.000 pengungsi Rohingya di Bangladesh.
Pemerintah di Dhaka berencana memindahkan mereka ke pulau kecil rawan bencana. Langkah ini pun diprotes oleh berbagai organisasi kemanusiaan yang menilai keselamatan mereka justru akan kian terancam.
Baca Juga: Pengungsi Rohingya akan Dipindahkan ke Pulau Rawan Bencana