Boris Johnson: Dipecat 2 Kali sebagai Jurnalis Sampai Jadi PM Inggris

Boris Johnson dianggap sebagai pembohong dan badut

London, IDN Times - Alexander Boris de Pfeffel Johnson atau yang lebih dikenal sebagai Boris Johnson terpilih menjadi Perdana Menteri Inggris terbaru. Johnson menggantikan Theresa May yang mundur karena prahara negosiasi Brexit di dalam negeri tak juga menemukan titik terang.

Johnson, pendukung Brexit garis keras, menang melalui pemungutan suara yang melibatkan 87,4 persen dari hampir 160.000 anggota Partai Konservatif pada Selasa waktu setempat (23/7). Sejumlah tokoh dunia mengucapkan selamat kepada Johnson. Namun, banyak yang merasa Johnson tak pantas jadi penghuni 10 Downing Street.

Baca Juga: Boris Johnson Gantikan Theresa May sebagai Perdana Menteri Inggris

1. Johnson pernah jadi wartawan, tapi diragukan integritasnya

Boris Johnson: Dipecat 2 Kali sebagai Jurnalis Sampai Jadi PM InggrisANTARA FOTO/REUTERS/Dylan Martinez

Laki-laki 55 tahun itu terlahir dari keluarga elit di Inggris. Semasa kuliah, Johnson mendapatkan beasiswa King's Scholarship untuk menuntut ilmu di sekolah ternama Eton College. Kemudian, Johnson melanjutkan studi literatur di Oxford. Di saat bersamaan, keluarganya terbilang mendominasi dunia politik di Inggris.

Setelah lulus, Johnson memilih berprofesi sebagai jurnalis. Kantor media pertama yang menerimanya adalah The Times di London. Akan tetapi, karirnya di sana tak lama setelah ditendang karena terbukti mengarang kutipan soal Raja Edward II dan orientasi seksualnya.

Namun, kedapatan melakukan fabrikasi dalam pemberitaan tidak membuatnya kehilangan kesempatan menjadi jurnalis. Dengan koneksi di masyarakat kelas menengah dan atas di Inggris, termasuk peran orangtuanya yang punya posisi penting, ia berhasil diangkat sebagai koresponden Uni Eropa di Brussels oleh The Daily Telegraph pada 1989. Di era ini, Uni Eropa sedang dalam tahap pembentukan awal.

2. Ia membuktikan, sekali lagi, tidak bisa dipercaya sebagai seorang wartawan

Boris Johnson: Dipecat 2 Kali sebagai Jurnalis Sampai Jadi PM InggrisANTARA FOTO/REUTERS/Simon Dawson

Ayah Johnson, Stanley, merupakan salah satu birokrat Inggris yang dikirim ke Belgia ketika Uni Eropa masih menjadi komunitas ekonomi. Usia Johnson saat itu masih sembilan tahun. Kesempatan yang sangat sulit diperoleh wartawan biasa ini dinilai bisa menjadi bekal Johnson dalam melaporkan tentang Uni Eropa kepada publik Inggris dengan obyektif.

Akan tetapi, tanggung jawab di umur 25 tahun itu tak dijalankan dengan baik. Sejak awal, Johnson sudah menunjukkan skeptisisme terhadap Uni Eropa sebagai lembaga supranasional. Dalam laporan koresponden Uni Eropa dari The Independent pada 1995, para pejabat di Brussels mengenal Johnson sebagai wartawan yang "menyebarkan Euro-fobia di Inggris".

"Dia suka mengada-ada, mereka mengklaim, dan tulisan-tulisannya dipenuhi dengan materi sayap kanan untuk meluncurkan perang suci melawan plot Brussels untuk menguasai dunia," tulis The Independent. Beberapa tulisan Johnson tidak menyajikan fakta, melainkan ketakutan yang dilebih-lebihkan, kadang jelas suatu kebohongan.

Misalnya, ia pernah menulis Uni Eropa akan mengubah keong menjadi ikan. Kemudian, markas Uni Eropa akan diledakkan dan Brussels akan mengancam produksi sosis Inggris. Lagi, berkat latar belakang dari keluarga elit, meski sangat bias sebagai jurnalis, lima tahun kemudian ia kembali ke negaranya untuk menjadi editor The Spectator.

3. Johnson jadi anak kesayangan Partai Konservatif di Inggris

Boris Johnson: Dipecat 2 Kali sebagai Jurnalis Sampai Jadi PM InggrisANTARA FOTO/REUTERS/Phil Noble

Dengan menegaskan posisinya sebagai Euroskeptis, Johnson menjadi kesayangan Partai Konservatif, termasuk ketika masa pemerintahan Perdana Menteri Margaret Thatcher di era 1990-an. Thatcher dikenal sebagai politisi sayap kanan Inggris yang curiga terhadap Uni Eropa karena menilai institusi tersebut akan merampas kedaulatan negara.

Di awal tahun 2000, Johnson berhasil menjadi anggota parlemen walau di dunia jurnalistik di Inggris, ia sudah dikenal sebagai orang yang tidak bisa dipercaya. Posisinya di parlemen juga diwarnai skandal. Salah satunya saat terungkap bahwa ia menyelingkuhi istri keduanya (ya, Johnson menikah dua kali) dengan rekannya di The Spectator.

Johnson sempat berbohong dengan mengatakan itu hanya rumor. Ketika terbukti, menurut laporan The Guardian, ia pun mengatakan kepada publik bahwa berbohong adalah sesuatu yang bisa diterima dan ditoleransi. The Spectator pun memecatnya sebagai kolumnis sekaligus editor.

4. Berbagai cuplikan video menunjukkan tingkahnya yang aneh

Johnson sekali lagi membuktikan banyak orang tak peduli pada rekam jejaknya. Sejak 2008 hingga 2016, ia terpilih sebagai Wali Kota London. Ia semakin dikenal sebagai politisi konyol yang suka bertingkah seperti badut. Cuplikan-cuplikan video yang memperlihatkan aksi-aksi membelalakkan mata beredar luas di media sosial usai ia terpilih sebagai kepala pemerintahan Inggris. 

Begitu juga segala lelucon serta meme tentang dia. Tak sedikit yang menyamakan Johnson dengan Donald Trump. Bukan hanya dari segi fisik, tapi juga komentar-komentar keduanya. Ketika masih berada di The Spectator, ia sempat menyebut Afrika sebagai "tempat yang dipenuhi AIDS".

5. Uni Eropa diprediksi akan sulit menganggap Johnson serius

Boris Johnson: Dipecat 2 Kali sebagai Jurnalis Sampai Jadi PM InggrisANTARA FOTO/REUTERS/Simon Dawson

Banyak warga Inggris yang sangat kecewa dengan terpilihnya Johnson. "Saya tak mengerti bagaimana seorang laki-laki bisa dipecat dua kali karena dikenal memalsukan pernyataan dan mampu mencapai posisi tertinggi," tulis seorang kolumnis The Guardian. 

Wartawan lainnya mencuitkan,"Hari ini Inggris mengirimkan pesan kepada dunia bahwa kamu bisa dipecat (dua kali), dinyatakan tak punya kapasitas oleh mantan bosmu, mengeluarkan pernyataan rasis berkali-kali, tapi selama kamu bersekolah di Eton dan Oxford, 0,3 persen populasi bisa menjadikanmu Perdana Menteri kami."

Sedangkan Politico memprediksi Uni Eropa akan kesulitan bernegosiasi serius dengan Johnson. Media Amerika Serikat itu menilai walau Uni Eropa menertawakan Trump, tapi ia masih ditakuti. "Tapi tak ada yang takut kepada Johnson," tulis Politico. Brussels diyakini semakin tegas enggan berkompromi untuk Brexit.

Ini bisa membuat Johnson bernasib sama dengan pendahulunya, bahkan mungkin lebih buruk. "Apapun kelemahannya sebagai Perdana Menteri, May, tak seperti Johnson, menikmati reputasi di kalangan pemimpin Eropa sebagai orang jujur."

Baca Juga: PM Inggris Theresa May Mundur di Tengah Ketidakpastian Brexit

Topik:

  • Anata Siregar

Berita Terkini Lainnya