Dianggap Gagal Sebagai Pria, Begini Curhatan Seorang Queer

Ia sering berpenampilan waria untuk pertunjukan

Tak sedikit dari kita yang masih menganggap bahwa hanya ada dua gender di dunia: perempuan dan laki-laki. Ironisnya, mereka meyakini gender bersifat alami, dibawa sejak lahir, dan tak mungkin berubah. Akibat dari dogma ini adalah laki-laki harus maskulin dan perempuan harus feminin. 

Orang-orang yang tidak sesuai dengan label tersebut pun menjadi korban. Misalnya, Amrou Al-Kadhi. Ia mengidentifikasi dirinya sebagai queer.

Artinya, ia memang terlahir dengan jenis kelamin laki-laki, tapi ia tak mau berpenampilan atau bersikap maskulin. Artinya, ia bebas berpakaian seperti yang ia kehendaki. Artinya, ia tak mau terperangkap dalam dogma.

Al-Kadhi dianggap gagal memenuhi ekspektasi masyarakat.

Dianggap Gagal Sebagai Pria, Begini Curhatan Seorang Queeramroualkadhi.com

"Semua orang mengatakan aku bukan laki-laki seutuhnya - sampai aku mulai berpakaian waria." Begitu judul tulisan Al-Kadhi yang dipublikasikan oleh media Inggris, The Independent.

Ia menambahkan,"Tiba-tiba laki-laki heteroseksual jadi gila dan memanggilku 'lad' dan 'fella'. Ironisnya, ini tak pernah terjadi sampai aku memakai gaun dan riasa." 

"Lad" atau "fella" adalah panggilan untuk laki-laki, misalnya seperti "bro". Bagi Al-Kadhi panggilan itu membutnya tak nyaman.

"Dipandang sebagai laki-laki oleh masyarakat membuatku sangat gelisah, karena aku telah dinilai gagal memenuhi ekspektasi sebagai laki-laki (di rumah, di sekolah, dan lagi di dunia secara umum). Secara tradisional aku tak 'maskulin', dan untuk banyak orang, itu adalah masalah," ungkapnya.

Al-Kadhi berpenampilan waria selama tiga kali dalam seminggu. Ini karena ia memiliki sebuah pertunjukan bersama teman-teman warianya. Menurutnya, berpakaian seperti itu membuatnya lebih bebas dan lepas dari kegelisahan.

Ia pun merasa aneh saat hari-hari biasa orang-orang melihatnya bukan sebagai laki-laki. Tapi begitu ia menjadi waria, mereka memaksanya untuk berpikir bahwa ia laki-laki dan tak sepantasnya berdandan demikian.

Al-Kadhi mengungkapkan bahwa ia tak sesuai dengan label laki-laki harus maskulin sebab menurut banyak orang ia tak bisa bermain sepak bola, cara berjalannya tidak tegap, dan suaranya tidak lantang. Ini membuatnya depresi.

"Setiap hari, target ideal tentang sikap laki-laki dipampang di depanku, dan aku dikonfrontasi dengan kegagalanku untuk memenuhinya kemanapun aku pergi. Satu-satunya saat aku dipanggil 'laki-laki' adalah saat aku dinyatakan bukan laki-laki seutuhnya," tulisnya.

Baca juga: [OPINI] Homoseksual dan Salah Kaprah yang Mengakar

Banyak orang tak suka waria karena mereka dilihat sebagai "pengganggu".

Dianggap Gagal Sebagai Pria, Begini Curhatan Seorang QueerInstagram Glamrou

"Bagi banyak orang, waria merusak ilusi nyaman mereka tentang stabilitas gender, dan ini membuat mereka tak tenteram. Bukannya membiarkan kebingungan itu agar bisa membongkar asumsi tentang doktrin gender, mereka malah memaksakannya," tulis Al-Khadi.

Cara pandang laki-laki heteroseksual, menurutnya, sudah sangat "terajut secara sistemik ke dalam masyarakat sehingga banyak laki-laki tak terima ketika keistimewaan itu dicabut". Itu adalah saat konsep maskulinitas sebagai sesuatu yang eksklusif untuk laki-laki dipertanyakan oleh keberadaan kelompok queer.

Pemilik nama waria "Glamrou" ini sendiri merasa bahwa dunia perlu melihat queer maupun waria sebagai "versi manusia dari alam semesta paralel". Ia meyakini bahwa queer punya sudut pandang lain yang ditawarkan kepada dunia. "Jadi, apa gunanya memanggilku "man" dan melempar kami keluar dari Wonderland?"

Baca juga: Di AS, Millennial Muslim Tak Persoalkan Homoseksualitas

Topik:

Berita Terkini Lainnya