Gelombang Panas yang Melanda Jepang Sulitkan Penanganan COVID-19

Gejala serangan panas dan COVID-19 punya kesamaan

Jakarta, IDN Times - Jepang sedang dilanda gelombang panas dalam beberapa waktu terakhir. Ini membuat para tenaga medis harus bekerja ekstra keras untuk menangani ribuan pasien yang memeriksakan diri ke rumah sakit akibat cuaca yang sangat jauh dari bersahabat.

Seperti dilaporkan Kyodo, mereka kesulitan untuk membedakan antara pasien yang memang sakit karena gelombang panas atau positif COVID-19. Jepang melaporkan rekor suhu tertinggi pada Senin 17 Agustus 2020 di mana suhu udara mencapai lebih dari 41 derajat Celcius. 

1. Banyak pasien mengalami demam tinggi

Gelombang Panas yang Melanda Jepang Sulitkan Penanganan COVID-19Seorang pria beristirahat di tepi jalan di Tokyo, Jepang, pada 16 Juli 2020. ANTARA FOTO/REUTERS/Issei Kato

Kesulitan yang dialami tidak hanya soal sistem kesehatan yang rentan ambruk akibat pandemik COVID-19 selama lebih dari enam bulan, tapi juga kesamaan gejala antara pasien yang terserang gelombang panas dan penderita COVID-19.

"Ada waktu-waktu saat kami tak bisa segera membedakan [mereka yang sakit karena penyakit yang berhubungan dengan panas dan COVID-19] ketika seorang pasien merasa tidak enak badan dengan demam tinggi, sebab ada kesamaan gejala umum pada keduanya," ujar Yasufumi Miyake selaku Kepala Layanan Medis Darurat di Rumah Sakit Teikyo.

Tenaga medis wajib mempertimbangkan dua kemungkinan yaitu apakah seorang pasien tertular virus corona atau mengalami serangan panas ketika memberikan perawatan. Alhasil, upaya yang dikeluarkan pun berkali lipat lebih besar dibanding sebelum gelombang panas terjadi.

Baca Juga: Biografi Laksamana Maeda, Perwira Jepang yang Berjasa untuk Indonesia

2. Lebih dari 12.000 orang dibawa ke rumah sakit di tengah pandemik COVID-19 dan gelombang panas

Gelombang Panas yang Melanda Jepang Sulitkan Penanganan COVID-19Seorang anak menyegarkan diri di air mancur umum Tokyo, Jepang, pada 13 Agustus 2020. ANTARA FOTO/REUTERS/Issei Kato

Berdasarkan data Badan Penanggulangan Kebakaran dan Bencana di Jepang, ada sebanyak 12.804 orang yang dilarikan ke rumah sakit di seluruh Jepang antara 10 hingga 16 Agustus. Mereka dilaporkan sakit karena cuaca panas. Angka tersebut meningkat sebanyak 6.664 dibandingkan pada minggu sebelumnya.

Miyake pun khawatir jika situasi ini berlanjut tanpa ada tindakan darurat, maka sistem kesehatan di Jepang berada dalam risiko tinggi akibat banyaknya pasien yang harus ditangani. Apalagi muncul ketakutan di tengah masyarakat bahwa memakai masker di luar ruangan bisa menambah potensi terserang panas.

3. Warga disarankan untuk selalu menjaga hidrasi tubuh dan menyalakan pendingin ruangan

Gelombang Panas yang Melanda Jepang Sulitkan Penanganan COVID-19Situasi jalan di Tokyo, Jepang, pada 30 Juli 2020. ANTARA FOTO/REUTERS/Issei Kato

Agar tidak mudah sakit karena gelombang panas, Miyake menyarankan masyarakat agar terus menjaga hidrasi tubuh dan mempertahankan suhu tubuh tetap sedingin mungkin. Artinya, mereka diharapkan untuk tidak sering keluar ruangan.

Ia juga meminta agar warga usia lanjut mendapatkan perhatian ekstra sebab mereka lebih rentan sakit saat cuaca panas menyengat. Ketika di dalam rumah, sebaiknya warga menyalakan pendingin seperti AC atau kipas angin.

Otoritas kesehatan Tokyo melaporkan ada 79 orang yang meninggal akibat gelombang panas pada Selasa 18 Agustus 2020. Sebanyak 73 di antaranya, atau sekitar 90 persen, adalah warga berumur 60 tahun atau lebih.

Baca Juga: Maling Masuk ke Museum Ninja di Jepang dan Curi Rp139 Juta

Topik:

  • Isidorus Rio Turangga Budi Satria

Berita Terkini Lainnya