Habiskan Rp7 Triliun dalam 100 Hari Kampanye, Bloomberg pun Mundur 

Wartawan Bloomberg tak lagi tertekan meliput Pilpres AS

Washington DC, IDN Times - Bakal calon presiden Amerika Serikat dari Partai Demokrat, Michael Bloomberg, akhirnya memilih keluar dari arena pertarungan setelah kurang lebih 100 hari berkampanye dengan menghabiskan dana Rp7 triliun. Keputusan ini diambil pada Rabu dini hari (4/3), setelah ia kalah telak di Super Tuesday sehari sebelumnya.

Dari 13 negara bagian dan satu teritori Amerika Serikat yang mengadakan pemilihan pendahuluan, salah satu orang paling kaya itu hanya mampu memenangi Samoa Amerika. Performa taipan media tersebut di berbagai poling sebelumnya juga sudah menunjukkan ia sulit bersaing dengan politikus Partai Demokrat seperti Bernie Sanders, Joe Biden maupun Elizabeth Warren.

1. Bloomberg memilih mendukung Biden

Awalnya, Bloomberg mengatakan masih menimbang-nimbang apakah akan melanjutkan kampanye meski hasilnya buruk. Ia bahkan sempat mengindikasikan tidak akan keluar perlombaan. Namun, melalui Twitter, pengusaha 78 tahun tersebut resmi menyatakan mundur dan mendukung Biden.

"Tiga bulan lalu, saya memasuki perlombaan untuk mengalahkan Donald Trump. Hari ini, saya meninggalkannya untuk alasan yang sama. Mengalahkan Trump dimulai dengan bersatu di belakang kandidat dengan kesempatan terbaik untuk melakukannya. Sudah jelas bahwa itu adalah teman saya dan seorang warga Amerika Serikat yang luar biasa, @JoeBiden," cuitnya.

Baca Juga: 5 Fakta Menarik Michael Bloomberg, Calon Presiden AS 2020

2. Pencalonan Bloomberg berdampak langsung terhadap redaksi media miliknya

Habiskan Rp7 Triliun dalam 100 Hari Kampanye, Bloomberg pun Mundur Bakal calon presiden Amerika Serikat 2020 Demokrat Michael Bloomberg menyapa sukarelawan dalam kanvas kick-off saat ia berkampanye di Manassas,Virginia, Amerika Serikat, pada 2 Maret 2020. ANTARA FOTO/REUTERS/Kevin Lamarque

Masuknya mantan Wali Kota New York City itu ke politik sampai menjadi bakal calon presiden berakibat negatif terhadap independensi ruang redaksi di media miliknya yaitu Bloomberg News. Sebelumnya, Pemimpin Redaksi Bloomberg, John Micklethwait mengumumkan bahwa semua jurnalis di bawahnya dilarang menginvestigasi sang bos (dan keluarga serta yayasannya).

Aturan yang sama juga berlaku bagi para jurnalis yang berniat mengulik fakta-fakta tentang semua rival Bloomberg di Partai Demokrat, terutama yang akan berdampak buruk bagi mereka. Begitu Bloomberg mundur, Micklethwait mengatakan kepada seluruh anggota redaksi bahwa peliputan Pilpres Amerika Serikat 2020 kembali normal.

"Sekarang dengan Mike mengatakan dia meninggalkan perlombaan untuk jadi Presiden, kita akan kembali ke peliputan Pilpres yang normal; kita akan mengikuti aturan peliputan untuk semua kandidat Presiden dari Partai Demokrat dan Presiden Donald Trump," tulisnya dalam memo yang dikutip oleh CNBC.

Trump sempat menyinggung aturan Bloomberg tersebut pada Desember lalu dengan nada mencemooh. "Mike Bloomberg mini menginstruksikan organisasi berita ranking tiganya untuk tidak menyelidikinya atau Demokrat mana pun, tapi hanya mengejar Presiden Trump saja. New York Times yang gagal berpikir ini O.K. sebab kebencian dan bias mereka begitu besar sampai tidak bisa melihat dengan jelas. Ini tidak O.K!" cuitnya.

3. Selama masa kampanye, Bloomberg dipandang hanya modal uang

Habiskan Rp7 Triliun dalam 100 Hari Kampanye, Bloomberg pun Mundur Bakal calon presiden Amerika Serikat 2020 Demokrat Senator Elizabeth Warren berbicara kepada pendukung di Monterey Park, California, Amerika Serikat, pada 2 Maret 2020. ANTARA FOTO/REUTERS/Kyle Grillot

Masa kampanye Bloomberg terbilang memang sangat singkat, apalagi mengingat pemungutan suara untuk Pilpres Amerika Serikat baru akan dilaksanakan pada November mendatang. Selama waktu yang sebentar itu, rival-rivalnya dan banyak pundit politik menilai Bloomberg hanya bisa memasuki arena karena bermodal uang.

Dikutip dari Politico, ia baru saja menghabiskan uang Rp1,6 triliun untuk membantu pemilihan beberapa anggota DPR Amerika Serikat dari Partai Demokrat. Bloomberg juga yang paling banyak menghabiskan uang untuk iklan politik menjelang Super Tuesday yang merupakan satu dari rangkaian proses pemilihan pendahuluan Partai Demokrat.

Baik Bernie maupun Warren, yang menggunakan platform progresif, menilai Bloomberg tak tahu soal masalah hidup warga Amerika Serikat biasa yang berjuang untuk bertahan hidup sehari-hari. Apalagi Bernie berniat untuk memberlakukan pajak sangat tinggi bagi para miliarder jika terpilih menggantikan Trump.

Belum lagi catatan buruknya tentang perilaku terhadap perempuan. Begitu mengikuti pencalonan kandidat Presiden, ia disorot karena sering memberikan komentar seksis kepada karyawan-karyawan perempuan, sampai muncul skandal pelecehan seksual dan penolakan terhadap legislasi hak perempuan.

Dilansir The Guardian, Bloomberg merespons dengan buruk dan mengatakan semua itu hanya guyonan belaka. Beberapa perempuan mengaku mendengar Bloomberg melontarkan celaan seperti "lesbian berwajah kuda" sampai "dasar perempuan gendut" di lingkungan kerja.

Baca artikel menarik lainnya di IDN App. Unduh di sini http://onelink.to/s2mwkb

Baca Juga: Kampanye Rp7 Triliun Michael Bloomberg Gagal Total

Topik:

  • Anata Siregar
  • Dwifantya Aquina

Berita Terkini Lainnya