Inggris Gelontorkan Rp151 Miliar untuk Pelajari Dampak COVID-19

10.000 orang akan dilibatkan dalam studi ini

Surabaya, IDN Times - Pemerintah Inggris menggelontorkan dana sebesar Rp151 miliar untuk mempelajari apa dampak-dampak jangka panjang dari COVID-19 terhadap pasien. Berdasarkan keterangan Kementerian Kesehatan, COVID-19 yang disebabkan oleh SARS-CoV-2 memperlihatkan efek kesehatan beragam terhadap sejumlah pasien.

Virus tersebut tidak hanya menyerang orang-orang yang menderita masalah pernapasan, tapi juga mereka yang sama sekali tidak memperlihatkan gejala apa pun. Oleh karena itu, pemerintah menilai fakta bahwa cara kerja virus tersebut tidak dipahami sepenuhnya membuat studi lebih lanjut sangat diperlukan.

1. Virus corona berdampak terhadap kondisi mental

Inggris Gelontorkan Rp151 Miliar untuk Pelajari Dampak COVID-19Anak-anak di sebuah sekolah di Fulham, London, Inggris, pada 9 Juni 2020. ANTARA FOTO/REUTERS/Kevin Coombs

"Seiring dengan berlanjutnya perjuangan kita melawan pandemik global ini, kami mempelajari lebih banyak soal dampak penyakit tersebut, tak hanya terhadap kesehatan langsung, tapi juga juga kesehatan fisik dan mental jangka panjang juga," kata Menteri Kesehatan Matt Hancock, seperti dikutip Reuters.

Dampak virus corona terhadap kesehatan mental sempat digarisbawahi oleh Dr. Konstantinos Petsanis pada Mei lalu. "Akibat kesehatan mental mengenai apa yang terjadi selama pandemik terhadap orang-orang, hari ini dan selanjutnya, akan benar-benar jadi sebuah masalah secara umum," kata Petsanis.

"Secara umum, perilaku stress bagi banyak orang membawa banyak masalah," tambahnya. "Hanya fakta bahwa seseorang penasaran apakah dia positif COVID itu seperti mempunyai stigma dan sesuatu yang mengancam nyawanya...dan itu berdampak, tentu saja, terhadap perilakunya," lanjur Petsanis.

Baca Juga: Ratu Elizabeth Sampaikan Pesan untuk Bersatu Atasi Virus Corona

2. 10.000 orang terlibat studi tersebut

Inggris Gelontorkan Rp151 Miliar untuk Pelajari Dampak COVID-19Warga di Leicester, Inggris, pada 29 Juni 2020. ANTARA FOTO/REUTERS/Carl Recine

Hancock mengatakan pihaknya akan melibatkan 10.000 orang dalam studi ini. University of Leicester dan sejumlah rumah sakit di London ditugaskan untuk memimpin proses tersebut.

Sampel paru-paru dan darah pasien akan diambil untuk kemudian dijadikan subyek asesmen dengan teknis-teknis khusus. Temuan dari studi akan dipakai untuk mengembangkan sejumlah bentuk perawatan personal baru.

3. Ada lebih dari 287.000 kasus COVID-19 di Inggris

Inggris Gelontorkan Rp151 Miliar untuk Pelajari Dampak COVID-19Penumpang tiba di Bandara Heathrow saat Inggris mengumumkan karantina selama 14 hari untuk kedatangan internasional untuk menekan penyebaran virus corona di London, Britain, pada 8 Juni 2020. ANTARA FOTO/REUTERS/Tobuy Melville

Menurut data yang dihimpun John Hopkins University, sampai saat ini ada 287.290 kasus COVID-19 dan 44.321 kematian di Inggris. Ini menjadikan Inggris sebagai negara dengan kasus terbanyak di Eropa.

Meski begitu, pemerintah menyudahi aturan yang mewajibkan para pelancong dari 50-an negara untuk melakukan karantina mandiri setelah tiba di Inggris. Menurut London, negara-negara seperti Prancis, Spanyol, dan Italia memiliki jumlah kasus yang rendah sehingga mulai 10 Juli kewajiban tersebut tidak lagi berlaku.

Namun, BBC melaporkan pemerintah Skotlandia yang termasuk ke dalam Britania Raya menolak untuk mengikuti pelonggaran itu. "Kami tak bisa mengizinkan diri kami sendiri diseret ke proses pembuatan keputusan pemerintah lain yang berantakan," kata Menteri Pertama Nicola Sturgeon.

Baca Juga: Bantu Jatim Tangani COVID-19, Inggris Gelontorkan Dana Rp987 Juta

Topik:

  • Anata Siregar

Berita Terkini Lainnya