Ini Alasan Demonstran Antirasisme Ingin Robohkan Patung Bersejarah

Patung bisa jadi simbol rasisme yang dipelihara negara

Jakarta, IDN Times - Protes atas kematian laki-laki kulit hitam Amerika Serikat, George Floyd, di Minneapolis menjalar tak hanya ke berbagai kota di negara tersebut, tapi juga sampai ke Inggris, Jerman, Prancis, Irlandia, Australia dan Selandia Baru.

Isu yang diangkat ke publik pun tak terbatas pada kebrutalan polisi terhadap warga kulit hitam, tapi sudah meluas hingga ke rasisme sistematis dan tudingan bahwa negara terlibat dalam memelihara itu selama bertahun-tahun.

Sekarang target para demonstran adalah patung-patung dari para tokoh terkenal dalam sejarah negara mereka masing-masing. Apa alasannya?

Baca Juga: Rusuh, Ini 5 Fakta soal Protes Kematian George Floyd di Minneapolis 

1. Patung-patung pelaku perbudakan dan kolonialisme masih berdiri setelah ratusan tahun

Ini Alasan Demonstran Antirasisme Ingin Robohkan Patung BersejarahPolisi menjaga patung Winston Churchill di Parliament Square, London, Inggris, pada 9 Juni 2020. ANTARA FOTO/REUTERS/Toby Melville

Salah satu hal yang problematis mengenai sejarah adalah soal narasi milik siapa yang akan terus-menerus digaungkan kepada publik, bahkan secara institusional dalam dunia pendidikan.

Di buku-buku sejarah milik anak-anak sekolah dituliskan betapa hebat Christopher Columbus dalam menjelajahi samudera, lalu menemukan benua Amerika. Selama bertahun-tahun, namanya dihormati di Amerika Serikat. Patungnya berdiri tegak di Richmond, Virginia. 

Begitu juga dengan sosok Jefferson Davis yang menjadi Presiden dari Konfederasi Amerika. Patungnya didirikan di kota yang sama. Merujuk kepada sejarah, 11 negara bagian memisahkan diri dan membentuk konfederasi di kawasan selatan Amerika Serikat pada 1860 hingga 1861.

Mereka merasa terancam dengan terpilihnya Presiden Abraham Lincoln yang ingin mengakhiri perbudakan. Sementara, sistem perbudakan lah yang menjadi fondasi 11 negara itu. Maka wajar saat di ibu kota negara Konfederasi, yang dibangun adalah patung Davis.

Kini, warga kulit hitam yang nenek moyang mereka menjadi budak dan membangun Amerika Serikat dengan darah, keringat serta nyawa, merasa tidak wajar jika patung tersebut masih berdiri hampir 200 tahun kemudian di negara yang mengaku merdeka.

Sama halnya dengan sang penjelajah asal Italia yang bahkan memiliki patung di sejumlah kota di Amerika Serikat. Namun, lagi-lagi ini soal narasi siapa yang dipilih untuk diceritakan. Majalah Smithsonian pernah menjelaskan bahwa 15.000 tahun sebelum ia tiba, sudah ada Penduduk Asli Amerika (Native Americans) yang lebih dulu tinggal di sana. 

Brian Handwerk dari majalah tersebut mengatakan Columbus bahkan tak pernah menginjakkan kaki di Amerika Utara. Kemudian, selama penjelajahannya di kawasan Karibia dan pesisir bagian utara dari Amerika Selatan, dia memperbudak dan membunuh ribuan penduduk asli.

2. Patung-patung itu dirobohkan sebagai bentuk perlawanan terhadap ketidakadilan rasial yang dipelihara negara

Ini Alasan Demonstran Antirasisme Ingin Robohkan Patung BersejarahSpanduk bertuliskan “We Can’t Breathe” dan bendera Amerika Serikat diletakkan di Monument a la Republique di Paris, Prancis, pada 13 Juni 2020. ANTARA FOTO/REUTERS/Benoit Tessier

Setelah protes yang semakin mempopulerkan slogan Black Lives Matter berjalan selama beberapa waktu sejak kematian Floyd, demonstran berusaha merusak hingga merobohkan patung atau monumen dari para tokoh rasisme dan kolonialisme.

Tak hanya warga kulit hitam, keturunan Penduduk Asli Amerika juga turun ke jalan. Richmond Times-Dispatch melaporkan mereka berdiri berdampingan di sekitar monumen Columbus yang telah dirusak massa. "Columbus merepresentasikan genosida," bunyi salah satu tulisan pada bangunan itu.

Vanessa Bolin, anggota Richmond Indigenous Society (sebuah organisasi yang terdiri dari para keturunan Penduduk Asli), mengatakan di hadapan demonstran bahwa perjuangan kelompoknya dan warga kulit hitam memiliki kesamaan.

"Benua ini dibangun di atas darah dan tulang-belulang nenek moyang kami, tapi ini dibangun memakai punggung dan keringat dan air mata dan darah dan tulang orang Afrika."

"Kami di sini tidak untuk membajak pergerakan kalian. Kami di sini berdiri dalam solidaritas," kata Bolin.

Sementara itu, B. Frank Earnest selaku juru bicara organisasi keturunan para veteran Konfederasi Amerika mengecam aksi perobohan patung. Ia menyebut bangunan-bangunan itu sebagai karya seni publik. Ia juga menyamakan perobohan patung seperti menghilangkan anggota keluarganya.

"Orang-orang yang berjasa di bawah (komando) Robert E. Lee adalah para buyut saya atau saudara laki-laki dan sepupu mereka. Jadi, itu adalah keluarga saya (yang mereka hancurkan)," kata Earnest kepada Politico. Lee adalah salah satu jenderal di angkatan bersenjata Konfederasi Amerika.

3. Seruan untuk merobohkan patung atau monumen tokoh-tokoh tertentu bergema sampai ke negara-negara lain

Ini Alasan Demonstran Antirasisme Ingin Robohkan Patung BersejarahPenampakan patung Robert Baden-Powell di Poole, Inggris, pada 10 Juni 2020. ANTARA FOTO/REUTERS/Matthew Childs

Sama seperti narasi bahwa Columbus menemukan benua Amerika, James Cook juga selalu disebut sebagai penemu Australia. Patung untuk menghormati penjelajah Inggris tersebut berdiri di Hyde Park, Sydney. Demonstran yang menuntut keadilan rasial pun ingin merobohkannya.

Ini lantaran puluhan ribu tahun sebelum Cook berlayar dan mendarat ke Australia, sudah ada Penduduk Asli yang bermukim di sana. Profesor Stan Grant, seorang jurnalis veteran yang juga merupakan petinggi Australian/Indigenous Belonging di Charles Sturt University, menulis kolom bagus di abc.net.au untuk mengilustrasikan kelirunya doktrin penemuan tersebut.

Sebagai keturunan Penduduk Asli, ia menolak doktrin bahwa orang kulit putih, yaitu Cook, menemukan Australia. "Apa yang kami lakukan selama berpuluh-puluh tahun itu, hanya menunggu orang kulit putih untuk menemukan kami?" tanyanya dengan sarkasme.

"Australia dibangun di atas tiga kisah besar: Penduduk Asli (First Nations), tradisi Inggris dan kekayaan cerita migrasi kita. Tapi itu dimulai dari kami. Kami bukannya tidak kasatmata."

"Kami punya suara, nyawa kami penting. Lagipula, kami yang menemukan negara ini," tulisnya.

Sama seperti Inggris, Prancis pun berperan besar dalam penjajahan. Benua Afrika jadi targetnya. Sekarang, demonstran menyuarakan keinginan untuk merobohkan patung Jean-Baptiste Colbert. Ia adalah tokoh krusial dalam perbudakan di koloni Prancis. Patungnya berada di kawasan ramai wisatawan di sekitar Sungai Seine, Paris.

Sementara, Presiden Emmanuel Macron menegaskan penolakan terhadap aksi perobohan patung atau monumen. Mengutip AFP, meski tidak setuju perbudakan dan kolonialisme, Macron mengatakan Prancis takkan menghapus jejak atau nama apa pun dari sejarahnya.

Baca Juga: Demonstran #BlackLivesMatter di Inggris Robohkan Patung Penjual Budak

Topik:

  • Dwifantya Aquina
  • Dida Tenola
  • Anata Siregar

Berita Terkini Lainnya