Ini Alasan Rusia Didepak dari KTT G7/G8

Rusia pada awalnya tergabung ke dalam forum negara maju itu

Biarritz, IDN Times - Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Group of Seven atau G7 berlangsung sejak 24 sampai 26 Agustus 2019 di Biarritz, Prancis. Pertemuan elit ini diikuti oleh kepala pemerintahan dari tujuh negara yaitu Prancis, Inggris, Amerika Serikat, Kanada, Jerman, Jepang dan Italia.

Pertemuan ini sendiri tadinya sempat diikuti oleh Rusia. Akan tetapi, pada 2014 Rusia dikeluarkan sebagai partisipan. Dalam KTT tahun lalu, Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, berpendapat bahwa untuk selanjutnya Rusia perlu dilibatkan kembali.

1. Tidak ada perjanjian tertulis yang mendasari terbentuknya G7

Ini Alasan Rusia Didepak dari KTT G7/G8Pertemuan G7 di Biarritz, Prancis, pada 24-26 Agustus 2019. ANTARA FOTO/Andrew Harnik/Pool via REUTERS

Peter Hajnal menuliskan dalam bukunya yang berjudul The G8 System and the G20: Evolution, Role and Documentation bahwa G7 merupakan suatu "institusi internasional yang tidak ortodoks". Ini karena G7 tidak dibentuk berdasarkan perjanjian tertulis bersama dan tidak ada sekretariat khusus untuk koordinasi serta mengawasi implementasi kebijakan.

Pemerintah Inggris mengatakan bahwa G7 adalah sebuah "organisasi informal tanpa aturan atau staf Sekretariat permanen". Meski begitu, negara-negara anggota G7 berperan signifikan dalam tata dunia yang berporos pada liberalisme. Setiap tahun, kepala-kepala pemerintahan bertemu untuk membicarakan topik-topik tertentu.

2. Sejumlah peristiwa di era Perang Dingin membuat beberapa negara maju berkumpul

Ini Alasan Rusia Didepak dari KTT G7/G8Sebuah perlengkapan meja makan terlihat di pusat pers saat KTT G7. ANTARA FOTO/REUTERS/Christian Hartmann

Membicarakan G7 sudah pasti turut menyinggung sistem liberalisme yang diadopsi oleh mayoritas negara-negara Barat. Di dalamnya ada sistem perekonomian yang berakar pada Bretton Woods.

Di era Perang Dingin, sistem ini mulai goyah. Resesi ekonomi yang menimpa negara-negara Organisasi Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD) turut menjadi faktor mengapa soliditas di antara negara-negara Barat perlu diperkuat.

Negara-negara yang paling berkepentingan saat itu adalah Amerika Serikat, Inggris, Prancis dan Jerman Barat. Apalagi suasana kompetisi dengan blok timur, yaitu Uni Soviet, sangat ketat. Ditambah dengan Jepang, keempat negara bertemu pada 1973. Lima negara ini dikenal sebagai G5.

Di masa awal, Italia protes kenapa tidak diikutsertakan. Argumen pemerintah adalah bahwa secara ukuran perekonomian, populasi, serta keterlibatan dalam perdagangan internasional, Italia tergolong lolos kualifikasi. Italia dan Kanada pun akhirnya tergabung bersama G5 yang kemudian berubah jadi G7.

Baca Juga: Menteri Luar Negeri G7 Mengecam 'Tingkah Laku' Rusia

3. Keruntuhan Uni Soviet membuat perubahan dalam G7

Ini Alasan Rusia Didepak dari KTT G7/G8Presiden Rusia Vladimir Putin menghadiri sebuah wawancara. ANTARA FOTO/Sputnik/Alexei Druzhinin/Kremlin via REUTERS

Keberadaan G7 tidak bisa dilepaskan dari konteks hubungan internasional yang terjadi sepanjang perkembangannya. Karena ini para kepala pemerintahan menolak menjadikan KTT G7 sebagai forum yang kaku.

Dan ini juga yang menjadikan penambahan anggota mungkin terjadi seperti usai Perang Dingin, tepatnya di KTT G7 di Birmingham pada 1998, ketika Rusia bergabung. Keikutsertaan Rusia sendiri tidak terlalu mudah.

Sejak masih berbentuk Uni Soviet, Mikhail Gorbachev sudah mengungkapkan keinginan untuk masuk ke lingkaran inti dari G7. Gorbachev juga beberapa kali bertemu dengan para pemimpin G7, meskipun ini terjadi di luar KTT.

Baru saat KTT G7 pada 1994 lah Rusia diundang sebagai mitra penuh, walau tidak semua negara anggota menyambutnya dengan positif. Empat tahun kemudian, sentimen yang sama masih terasa.

Apalagi muncul banyak pertanyaan sejak awal tentang situasi ekonomi dan politik di negara itu yang cukup mengkhawatirkan sehingga ada skeptisisme apakah Moscow bisa berkontribusi terhadap G8. Belum lagi tonggak demokrasi di Rusia belum sekuat anggota lainnya.

4. Russia didepak dari G8 setelah menganeksasi Krimea

Ini Alasan Rusia Didepak dari KTT G7/G8Presiden Rusia Vladimir Putin mendengarkan pemimpin Krimea Sergei Aksyonov saat keduanya bertemu di Simferopol, Krimea. ANTARA FOTO/Sputnik/Alexei Druzhinin/Kremlin via REUTERS

Rusia memang volatil. Kredensial sebagai negara demokratis dengan perekonomian pasar yang diperoleh melalui G8 rupanya tidak bertahan lama. Pada Maret 2014, sertifikat itu ditangguhkan setelah Vladimir Putin memerintahkan aneksasi Krimea. Tiga tahun setelahnya, Moscow mengumumkan pengunduran diri secara permanen.

Krimea awalnya menjadi bagian dari Uni Soviet. Pasca Perang Dingin, kawasan itu masuk ke dalam teritori Ukraina yang baru merdeka. Cara yang dipakai Putin untuk mengambil paksa Krimea adalah dengan mendukung pemberontak-pemberontak pro-Rusia di sana.

Maret lalu, Putin bahkan merayakan lima tahun aneksasi Krimea dengan hadir di peluncuran pembangkit listrik baru di sana. Ukraina sendiri telah memutus pasokan energi ke Krimea usai wilayah itu diambil oleh Rusia.

Amerika Serikat, dan kemudian Uni Eropa yang berpartisipasi dalam KTT G7, menjatuhkan sanksi kepada Rusia sebagai konsekuensi dari keterlibatan Rusia dalam konflik Ukraina. Menurut data PBB, sebanyak kurang lebih 13.000 warga sipil terbunuh dalam peristiwa tersebut.

5. Hanya Italia yang mendukung usulan Trump agar Rusia diundang kembali

Ini Alasan Rusia Didepak dari KTT G7/G8Presiden Prancis Emmanuel Macron dan istrinya Brigitte Macron menyambut Kanselir Jerman Angela Merkel. ANTARA FOTO/REUTERS/Christian Hartmann

Dengan Krimea yang masih berstatus di bawah kontrol Rusia, Presiden Dewan Uni Eropa menegaskan pihaknya menolak usulan Trump. "Setahun lalu, di Kanada, Presiden Trump menawarkan untuk mengundang Rusia kembali ke G7, menyebut secara terbuka bahwa aneksasi Krimea oleh Rusia sebagian bisa dibenarkan," kata Donald Tusk, dilansir dari Reuters.

"Dalam kondisi apa pun, kami tidak bisa menyetujui logika ini," tambahnya. "Ketika Rusia dulu diundang ke G7 untuk pertama kali, negara itu diyakini bisa menempuh jalur demokrasi liberal, penegakan hukum dan HAM penuh. Apa ada di antara kita sekarang, yang bisa mengatakan dengan penuh keyakinan, bukan perhitungan bisnis, bahwa Rusia ada di jalur itu?"

Sebelumnya, Jerman, Prancis dan Inggris juga menolak usulan Trump itu. Dikutip dari The Guardian, Jepang, melalui Perdana Menteri Shinzo Abe, menyatakan sikap netral. Sementara itu, hanya Perdana Menteri Giuseppe Conte dari Italia yang mengungkapkan dukungan terhadap usulan Trump.

Baca Juga: Denmark Tolak Jual Greenland, Trump Putuskan Tunda Kunjungan

Topik:

Berita Terkini Lainnya