Jeda Protes di Hong Kong untuk Peringati Peristiwa 9/11

Media Tiongkok justru sebarkan propaganda berisi kebohongan

Hong Kong, IDN Times - Para demonstran Hong Kong memutuskan melakukan jeda protes pada Rabu (11/9). Keputusan ini diambil guna memperingati serangan 9/11 ketika empat pesawat milik maskapai penerbangan Amerika Serikat dibajak oleh Al Qaeda dan digunakan untuk menabrak Menara Kembar World Trade Center, Pentagon dan aksi teror lain di Pennsylvania.

Penghentian sementara ini juga sebagai sikap untuk mencela publikasi media milik pemerintah Tiongkok. Dalam sebuah unggahan, China Daily edisi Hong Kong menuding para pengunjuk rasa berencana membuat "teror masif" di pulau tersebut. Hal ini dibantah oleh aktivis pro-demokrasi Hong Kong.

1. Demonstran mengaku ingin menyampaikan solidaritas melawan terorisme

Jeda Protes di Hong Kong untuk Peringati Peristiwa 9/11Pengunjuk rasa membawa bendera Amerika Serikat saat demonstrasi ke Konsulat Jenderal Amerika Serikat di Hong Kong pada 8 September 2019. ANTARA FOTO/REUTERS/Anushree Fadnavis

Dalam sebuah pernyataan resmi yang dikutip oleh Channel News Asia, penyelenggara protes menegaskan,"Sebagai bentuk solidaritas melawan terorisme, semua bentuk protes di Hong Kong akan dihentikan sementara pada 11 September, ini di luar dari kemungkinan adanya aksi bernyanyi dan meneriakkan yel-yel bersama."

Ini adalah keputusan langka mengingat demonstrasi di Hong Kong sudah berlangsung sejak awal Juni dan terjadi hampir setiap hari tanpa ada interval karena alasan khusus. Peristiwa 9/11 sendiri terjadi pada 11 September 2001 dan menewaskan sebanyak lebih dari 2.900 orang.

2. Unjuk rasa sempat terjadi di depan Konsulat Jenderal Amerika Serikat

Jeda Protes di Hong Kong untuk Peringati Peristiwa 9/11Pengunjuk rasa membawa poster dan bendera Amerika Serikat saat reli di Hong Kong pada 8 September 2019. ANTARA FOTO/REUTERS/Anushree Fadnavis

Dalam usaha untuk menarik dukungan internasional, salah satu yang dilakukan oleh para demonstran adalah dengan melakukan unjuk rasa di depan kantor Konsulat Jenderal Amerika Serikat pada Minggu (8/9).

Dikutip dari CNN, ribuan pengunjuk rasa mengibarkan bendera Amerika Serikat dan meminta Presiden Donald Trump untuk mengintervensi masalah Hong Kong, termasuk dengan memberikan sanksi kepada Tiongkok.

"Kita punya nilai yang sama dengan Amerika Serikat soal kebebasan dan kemerdekaan," kata salah satu pengunjuk rasa. "Amerika Serikat merupakan negara demokrasi. Donald Trump dipilih oleh rakyatnya. Kami menginginkan hal yang sama."

Pemerintah Hong Kong pun mengingatkan "legislator asing tidak boleh campur tangan dalam bentuk apa pun terhadap urusan internal" di sana.

Baca Juga: Asosiasi Penyedia Layanan Internet Hong Kong Tolak Pemblokiran Akses

3. Media Tiongkok menyebarluaskan isu bahwa demonstran Hong Kong akan rusuh

Jeda Protes di Hong Kong untuk Peringati Peristiwa 9/11Polisi huru hara memasuki stasiun Tung Chung, di Hong Kong, pada 7 September 2019. ANTARA FOTO/REUTERS/Anushree Fadnavis

Sementara itu, China Daily memberitakan bahwa "para fanatik anti-pemerintah merencanakan serangan teror masif, termasuk melempar pipa gas, di Hong Kong pada 11 September". Pernyataan ini diunggah ke Facebook dan disertai dengan foto serangan 9/11 yang merunuhkan Menara Kembar di New York.

"Plot teror 9/11 juga mendorong serangan tanpa pilih kasih terhadap orang Kanton yang bukan warga lokal," tambah media pemerintah Tiongkok itu. Menurut unggahan tersebut, "informasi yang bocor itu adalah bagian dari strategi yang disusun oleh para demonstran radikal dalam ruang diskusi online mereka".

4. Demonstran Hong Kong membantah dan menyebutnya hoaks

Jeda Protes di Hong Kong untuk Peringati Peristiwa 9/11Seorang pengunjuk rasa pro-demokrasi ditahan polisi pada 2 September 2019. ANTARA FOTO/REUTERS/Tyrone Siu

"Kita bahkan tidak butuh untuk melakukan cek fakta untuk mengetahui bahwa ini adalah berita palsu," kata salah seorang demonstran, seperti dilansir dari Channel News Asia.

"Media milik pemerintah tidak peduli terhadap kredibilitasnya. Kapan pun sesuatu yang mereka klaim telah mereka dengar dari WhatsApp atau temannya teman, mereka akan menyebarluaskannya begitu saja."

Pengunjuk rasa yang lain menilai ini mengkhawatirkan. "Ketika mereka berusaha membingkai keseluruhan protes dengan kata-kata seperti itu, saya merasa khawatir. Mereka sedang memprediksi, bukannya melakukan reportase. Saya kira orang-orang menghentikan [protes] sementara hari ini adalah langkah yang bagus."

5. Pakar disinformasi menyebutnya sebagai propaganda pemerintah

Jeda Protes di Hong Kong untuk Peringati Peristiwa 9/11Pengunjuk rasa membawa patung Lady Liberty Hong Kong saat reli "No White Terror No Chinazi" pada 6 September 2019. ANTARA FOTO/REUTERS/Amr Abdallah Dalsh

Sedangkan Masato Kajimoto, seorang asisten profesor di University of Hong Kong, menilai apa yang dilakukan China Daily adalah sebuah "agitprop". Istilah ini dikenal dipakai oleh pemerintah Komunis Uni Soviet untuk menyebarluaskan propaganda negara melalui sejumlah medium, termasuk literatur.

Pakar literasi berita dan disinformasi tersebut menambahkan,"Propaganda yang diusung oleh negara disamarkan sebagai berita bisa sangat efektif dalam memanipulasi opini publik, tapi apa yang dihasilkan oleh unggahan tersebut justru berlawanan dengan tujuan tersebut."

Baca Juga: Usai Rekaman Suaranya Bocor, Pemimpin Hong Kong Bantah Ingin Mundur

Topik:

Berita Terkini Lainnya