Krisis Rohingya, Australia Sebut Tak Perlu Ada Pertemuan Bali Process

Amnesty International mau Australia dan Indonesia bertindak

Jakarta, IDN Times - Duta Besar Australia untuk Indonesia Gary Quinlan menyebut negara-negara anggota Bali Process tidak perlu bertemu untuk membahas krisis pengungsi Rohingya yang saat ini sedang terjadi. Hampir satu juta warga Rohingya sekarang tinggal di kamp pengungsi di Cox Bazar, Bangladesh, setelah lari dari Myanmar pada 2017.

Kamp itu dikategorikan sebagai yang terpadat di dunia dan ini berbahaya di tengah pandemik COVID-19, yang membutuhkan kebiasaan jaga jarak fisik dan karantina. Selain itu, krisis terbaru adalah adanya 269 pengungsi Rohingya yang melakukan perjalanan laut dengan kapal, lalu terdampar di Malaysia. Kini, mereka terlunta-lunta.

Kantor berita Anadolu melaporkan, Malaysia meminta Bangladesh segera membawa mereka kembali, tapi permintaan ini ditolak. "Bangladesh takkan menerima mereka. Bangladesh tak punya kewajiban maupun posisi untuk menerima lebih banyak Rohingya lagi," kata Menteri Luar Negeri AK Abdul Momen.

1. Australia melihat belum perlu menginisiasi pertemuan Bali Process

Krisis Rohingya, Australia Sebut Tak Perlu Ada Pertemuan Bali ProcessSekelompok pengungsi Rohingya dari Rakhine, Myanmar. ANTARA FOTO/REUTERS/Mohammad Ponir Hossain

Dalam agenda virtual membahas kemitraan Australia dan Indonesia dalam menghadapi pandemik COVID-19 pada Rabu (10/6), Quinlan mendapat pertanyaan dari seorang wartawan mengenai sikap Bali Process terhadap situasi yang dialami pengungsi Rohingya.

Ia menjawab bahwa saat ini pihaknya belum melihat perlu ada pertemuan antara negara-negara anggota.

Australia dan Indonesia merupakan co-chairs Bali Process sejak 2002. Forum internasional yang awalnya membahas penyelundupan dan perdagangan manusia, termasuk dalam konteks pengungsi serta pencari suaka, kemudian mengumumkan mengadopsi pendekatan kemanusiaan.

Menurut Quinlan, saat ini Australia dan Indonesia terus berdiskusi dan memonitor perkembangan kondisi yang terjadi kepada para pengungsi Rohingya. Ia menyebut "ini adalah situasi sangat buruk" yang menimpa mereka dan Australia berupaya "memberikan bantuan ke Cox Bazar". Ia tak memberi penjelasan apa bantuan yang dimaksud.

Baca Juga: Kisah Pengungsi Rohingya: 23 Hari di Laut Hingga Ditangkap Militer

2. Dubes Australia mengaku belum dapat informasi soal Bali Process dan krisis Rohingya dari pemerintahnya

Krisis Rohingya, Australia Sebut Tak Perlu Ada Pertemuan Bali ProcessRibuan pengungsi Rohingya berjalan kaki dari Myanmar ke Bangladesh untuk menyelamatkan diri. ANTARA FOTO/REUTERS/Cathal McNaughton

Ketika IDN Times bertanya apakah keputusan untuk tidak melakukan pertemuan Bali Process dengan negara-negara anggota berarti Australia dan Indonesia menganggap krisis Rohingya bukan persoalan prioritas, Quinlan mengaku dirinya belum mendapatkan pemaparan mengenai ini dari pemerintahnya.

"Saya tidak ingin menyesatkan Anda," kata dia.

Dia mengakui bahwa dirinya tak punya informasi tentang apa yang dilakukan Bali Process untuk meringankan masalah pengungsi Rohingya.

Ia kemudian menambahkan akan memeriksa jika ada suatu perkembangan tentang perkara ini. Quinlan mengklaim ada petugas-petugas lapangan Australia yang turun tangan untuk membantu mencari tahu dan memenuhi kebutuhan dasar pengungsi Rohingya di Bangladesh, walau ia tak menyebutkan bentuknya apa saja.

"Ini adalah prioritas. Ini yang bisa saya katakan," klaim dia, lagi. Pemerintah Indonesia juga masih bungkam soal masalah ini.

Beberapa jam kemudian, perwakilan Kedutaan Besar Australia di Indonesia menyampaikan tambahan pernyataan Quinlan melalui WhatsApp kepada IDN Times. Tanpa menyebut Rohingya, ia berkata saat ini kedua negara sedang bekerja sama untuk menentukan langkah-langkah praktis yang bisa diambil Bali Process.

Langkah itu termasuk mencari cara untuk mempertemukan kelompok kerja Bali Process yang relevan secara virtual guna membantu memahami situasi yang dialami pemerintah anggota yang terdampak dan mendukung respons mereka.

3. Amnesty International mendesak Australia dan Indonesia membantu pengungsi Rohingya, apalagi ketika pandemik

Krisis Rohingya, Australia Sebut Tak Perlu Ada Pertemuan Bali ProcessPengungsi Rohingya di kamp di Cox Bazar, Bangladesh. ANTARA FOTO/REUTERS/Navesh Chitrakar

Sementara, dalam konferensi pers virtual pada bulan lalu, Amnesty International meminta Australia dan Indonesia sebagai co-chairs Bali Process untuk segera mengadakan pertemuan darurat. Ini mengingat nasib para pengungsi Rohingya begitu memprihatinkan di tengah pandemik.

Saad Hammadi dari Kantor Asia Selatan Amnesty International menyebut kepadatan di kamp mencapai 40.000 orang per kilometer persegi. Padahal, rata-rata kepadatan global adalah 25 orang per kilometer persegi. Bantuan juga dibutuhkan untuk menyelamatkan para pengungsi Rohingya yang terpaksa melakukan perjalanan laut berbahaya.

"Indonesia dan Australia sebagai co-chairs Bali Process harus mengadakan pertemuan darurat dengan seluruh negara anggota Bali Process, dan mempertimbangkan situasi darurat ini, krisis yang muncul dari Rohingya yang terapung di lautan, serta memastikan bahwa mereka bisa turun dari kapal dengan selamat," kata Saad.

Sayangnya, baik Indonesia mau pun Australia belum menunjukkan niat kemanusiaan dan politik untuk turun tangan. "Sejauh ini kita belum melihat banyak diskusi terjadi perihal itu meski kita sudah tahu PBB mendorong co-chairs Bali Process, anggota-anggota Bali Process [untuk melakukannya], tapi kita belum mendengar hal positif apa pun," kata Saad.

"Tidak seharusnya ini menjadi tanggung jawab Bangladesh sendiri, melihat mereka telah mengakomodasi hampir satu juta pengungsi Rohingya, dan bahwa mayoritas orang Rohingya sekarang ada di Bangladesh," tambah Saad.

 

*Artikel ini diperbarui dengan tambahan pernyataan dari Duta Besar Gary Quinlan yang dikirimkan melalui WhatsApp kepada IDN Times setelah artikel awal terbit.

Baca Juga: Amnesty Minta Indonesia dan Australia Bantu Krisis Rohingya

Topik:

  • Rochmanudin
  • Dwifantya Aquina

Berita Terkini Lainnya