Memahami Two-State Solution, Solusi Israel-Palestina yang Sulit Diraih

Apakah Israel dan Palestina bisa berdiri berdampingan?

Yerusalem, IDN Times - Konflik antara Israel dan Palestina sudah berlangsung selama beberapa dekade. Namun, belum juga ada tanda akan berakhir. Bahkan, sejak bulan Ramadan tahun ini, konflik kembali pecah dan kian memanas hingga kini.

Laporan dari utusan khusus PBB untuk proses perdamaian Timur Tengah menyebutkan, sekitar 181 warga Palestina menjadi korban jiwa, termasuk 52 anak-anak dan 31 wanita sejak 10 Mei 2021 hingga hari ini. Selain itu, ada 1.200 korban luka akibat serangan roket dan udara antara kedua belah pihak.

Selama ini konflik tersebut diharapkan bisa usai dengan mengadopsi konsep two-state solution. Seperti apa solusi yang ditawarkan konsep itu? Lalu mengapa solusi itu belum bisa diwujudkan hingga kini?

Baca Juga: Jadi Perhatian Dunia, Begini Awal Konflik Israel-Palestina

1. Peta konflik Israel-Palestina

Memahami Two-State Solution, Solusi Israel-Palestina yang Sulit DiraihSeorang pria Palestina berdoa ketika polisi Israel berkumpul selama bentrokan di kompleks Masjid Al-Aqsa, Jumat (7/5/2021). (ANTARA FOTO/REUTERS/Ammar Awad)

Secara sederhana, konflik Israel-Palestina bisa diibaratkan terjadi karena dua orang saling berebut sebuah wilayah. Kemudian, sesuatu yang lebih rumit muncul di mana keberadaan Palestina sebagai suatu negara berdaulat dianggap mengancam oleh Israel dan begitu juga sebaliknya.

Konflik antara Israel dan Palestina juga melahirkan kekerasan yang berlangsung bertahun-tahun. Kemudian, Israel juga secara sepihak menduduki wilayah Tepi Barat dan memblokade Gaza,di mana banyak warga Palestina di sana.

2. Apa itu two-state solution?

Memahami Two-State Solution, Solusi Israel-Palestina yang Sulit Diraih(Ilustrasi) ANTARA FOTO/REUTERS/Mohamad Torokman

Selama ini, jalan keluar untuk konflik Israel-Palestina yang paling memperoleh banyak dukungan adalah two-state solution, termasuk oleh Amerika Serikat dan PBB. Ini adalah sebuah proposal yang menawarkan solusi bagi kedua negara. Two-state solution berarti Israel dan Palestina bisa berdiri sebagai negara berdaulat dan saling berdampingan.

Artinya, masing-masing orang mendapatkan satu negara. Mereka yang mendukung two-state solution melihat kemenangan untuk dua pihak yang berkonflik tanpa saling menghancurkan: Israel tetap menjadi negara Yahudi yang demokratis dan Palestina memiliki wilayahnya sendiri yang berdaulat.

Baca Juga: Profil Hamas, Militan Palestina di Gaza yang Perangi Israel

3. Kendala terwujudnya two-state solution

Memahami Two-State Solution, Solusi Israel-Palestina yang Sulit DiraihWarga Palestina berkumpul di lokasi rumah-rumah yang hancur setelah serangan udara dan artileri Israel saat kekerasan lintas batas antara militer Israel dan militan Palestina berlanjut, di Jalur Gaza utara, Jumat (14/5/2021). ANTARA FOTO/REUTERS/Mohammed Salem.

Meski terkesan sederhana, tapi pada praktiknya two-state solution sangat tidak mudah dilaksanakan. Masalah pertama adalah tentang garis perbatasan. Baik Israel maupun Palestina memiliki versi yang berbeda.

Situasi ini diperburuk dengan langkah unilateral Israel yang membangun tembok perbatasan dan perumahan untuk warganya di Tepi Barat di saat yang bersamaan Palestina juga mengklaim wilayah tersebut.

Selain Tepi Barat, Israel dan Palestina juga memperebutkan Yerusalem. Status kota tersebut juga sangat penting bagi kedua pihak yang mengklaimnya menjadi ibu kota dan pusat kehidupan beragama. Membagi Yerusalem—seperti yang termuat dalam two-state solution—juga bukan perkara mudah sebab situs suci milik Muslim, Kristen dan Yahudi dibangun saling tumpang tindih.

Pada Desember 2017, Presiden Amerika Serikat kala itu, Donald Trump justru menyampaikan rencana untuk mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel. Keputusan Trump untuk mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel itu menghancurkan harapan diadopsinya two-state solution.

Isu penting berikutnya adalah perbedaan persepsi terkait keamanan. Bagi Palestina, menjadi negara merdeka berarti Israel harus angkat kaki dari wilayah yang menjadi miliknya. Namun, untuk Israel, keamanan berarti memastikan bahwa organisasi garis keras Palestina, Hamas, dibumihanguskan. Perlu diingat bahwa Israel menetapkan Hamas sebagai organisasi teroris karena tak ingin negara Yahudi itu berdiri.

Oleh karena itu, ketika Trump—yang berarti juga Amerika Serikat—mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel, maka posisi Israel akan semakin kuat. Hal ini terutama terjadi karena Amerika Serikat adalah pihak kunci dalam proses negosiasi antara Israel dan Palestina.

Perwakilan pemerintah Palestina di Washington, Husam Zomlot, berkata kepada Reuters bahwa, "Jika langkah itu diambil, itu akan melahirkan konsekuensi yang sangat buruk. Itu bisa mengakhiri two-state solution karena Yerusalem adalah inti dari two-state solution."

Baca Juga: Ketiga Kalinya, AS Veto Resolusi DK PBB terkait Israel-Palestina

Topik:

  • Anata Siregar

Berita Terkini Lainnya