Otoritas Hong Kong Curiga Kandidat Pemilu Usung Separatisme
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Hong Kong, IDN Times - Beberapa aktivis pro-demokrasi Hong Kong memutuskan untuk mengikuti Pemilu di level distrik. Akan tetapi, jalan mereka tidak mulus. Muncul kecurigaan dari anggota komite Pemilu setempat bahwa mereka mengusung kemerdekaan dari Tiongkok.
Ini disebabkan oleh penggunaan slogan "Bebaskan Hong Kong" oleh kandidat-kandidat tersebut. Alhasil, lembaga yang bertugas mengurus Pemilu di Hong Kong pun mengirimkan surat berisi permintaan agar mereka menjelaskan maksud slogan itu dan di mana posisi politik mereka.
1. Setidaknya enam kandidat mendapatkan surat tersebut
Pemilu Dewan Distrik sendiri akan berlangsung pada 24 November mendatang. Salah satu persyaratan yang wajib dipenuhi oleh para kandidat adalah kepemilikan sertifikat yang menyatakan bahwa mereka lolos seleksi. Ada sebanyak 452 kursi yang diperebutkan.
Dikutip South China Morning Post, setidaknya ada enam kandidat yang memakai slogan "Bebaskan Hong" dalam kampanye mereka dan diminta penjelasan oleh otoritas berwenang. Semuanya membantah bahwa slogan itu mengusung separatisme.
Baca Juga: Otoritas Hong Kong: Sepertiga Demonstran yang Ditangkap adalah Remaja
2. “Bebaskan Hong Kong” berarti tuntutan untuk mengembalikan hak-hak masyarakat
Salah satu kandidat yang menerima surat itu adalah Tommy Cheung Sau-yin. Cheung, mantan aktivis pelajar, mengatakan surat itu datang pada Selasa (15/10). Ia pun menegaskan "Bebaskan Hong Kong" bukan berisi ide untuk memisahkan diri dari Tiongkok.
“Apa yang saya maksud adalah mengembalikan Hong Kong yang lama di mana masyarakat menikmati berbagai jenis kebebasan dengan kandidat Pemilu yang tidak diambil haknya karena pandangan politik mereka,” kata Cheung.
Baca Juga: Ribuan Warga Hong Kong Kehilangan Pekerjaan Akibat Demonstrasi
3. Revolusi bukan selalu berarti penggulingan rezim tertentu
Editor’s picks
Cheung juga menambahkan bahwa ada kata "revolusi" yang turut digemakan oleh para kandidat pro-demokrasi. Namun, dia menolak menyamakan revolusi dengan tuntutan memerdekakan diri.
“Kata ‘revolusi’ tidak semestinya diinterpretasikan sebagai aksi-aksi berdarah yang bertujuan untuk menggulingkan sebuah rezim, melainkan merujuk kepada sebuah perubahan besar dalam struktur dan cara berpikir, seperti revolusi industri dan revolusi teknologi.”
4. Pengamat menilai otoritas Hong Kong tidak boleh menjegal para kandidat
Slogan "Bebaskan Hong Kong" sangat populer, terutama belakangan ini ketika demonstrasi anti-pemerintah berlangsung. Slogan itu pertama kalinya didengungkan oleh aktivis pro-kemerdekaan, Edward Leung Tin-kei, yang kini masih mendekam di penjara karena dituduh terlibat membuat kerusuhan pada 2016.
Akademisi Ilmu Hukum, Eric Cheung Tat-ming, menilai slogan itu sah saja.
“Saya tidak berpikir ada basis legal yang cukup bagi para petugas Pemilu untuk melarang siapa pun mencalonkan diri selama mereka mengatakan slogan itu tak merujuk kepada kemerdekaan,” ujarnya.
5. Diskualifikasi akibat dari interpretasi pandangan politik berpotensi memperparah krisis
Akademisi Ilmu Politik, Ma Ngok, berpendapat bahwa pemerintah dapat memperburuk situasi dengan melakukan diskualifikasi terhadap para kandidat yang dianggap menggunakan slogan berbahaya.
“Batasannya ada pada otoritas berwenang tanpa adanya standar objektif,” kata Ma.
Ia melihat bahwa akar dari demonstrasi adalah rasa tidak puas terhadap Dewan Legislatif Hong Kong yang tidak dipilih secara independen oleh masyarakat. Publik meyakini Beijing memilih orang-orang tertentu untuk ditempatkan di lembaga tersebut.
Baca Juga: Ribuan Warga Hong Kong Kehilangan Pekerjaan Akibat Demonstrasi
Baca Juga: Otoritas Hong Kong: Sepertiga Demonstran yang Ditangkap adalah Remaja