Oxford dan Cambridge Dituduh Sebagai Kampus Apartheid

Beberapa kolese di bawahnya tak terima mahasiswa kulit hitam sama sekali

Mantan Menteri Pendidikan Inggris, David Lammy, menuduh University of Oxford dan University of Cambridge sebagai institusi pendidikan yang apartheid. Pasalnya, Lammy menemukan bahwa hampir satu dari tiga kolese atau lembaga pendidikan yang berada di bawah Oxford tidak menerima satupun mahasiswa kulit hitam Inggris dengan nilai A pada 2015.

Oxford dan Cambridge dianggap tak mencerminkan keberagaman populasi di Inggris.

Oxford dan Cambridge Dituduh Sebagai Kampus ApartheidAlexis Brown via Unsplash

Pada 2010 lalu, The Guardian melaporkan bahwa lebih dari 20 kolese milik University of Oxford dan University of Cambridge (biasanya digabung dengan nama Oxbridge) tidak memberi tawaran akademik kepada siswa kulit hitam.

Hanya ada satu mahasiswa kulit hitam keturunan Karibia yang diterima Oxford pada 2009. Parahnya, satu kolese Oxford tidak memiliki mahasiswa kulit hitam sama sekali dalam kurun waktu lima tahun.

Lammy yang kala itu juga sudah fokus pada isu keberagaman di dua kampus elit dunia itu mendapati bahwa 89 persen mahasiwa Oxford berasal dari keluarga menengah ke atas, sedangkan untuk Cambridge persentasenya adalah 87,6 persen.

Sementara itu, data menunjukkan bahwa pada 2015 ada 10 dari 32 kolese Oxford tak menerima seorang siswa kulit hitam, padahal nilai mereka sangat tinggi. Satu kolese hanya memiliki satu siswa kulit hitam dalam enam tahun terakhir.

Di tahun yang sama, ada enam kolese Cambridge yang tak menawarkan kesempatan sama sekali untuk mahasiswa kulit hitam. Lammy pun menilai bahwa,"Ini adalah apartheid sosial dan sangat tidak mewakili kehidupan di Inggris modern."

Baca juga: AS dan Inggris Larang Penumpang Timur Tengah Bawa Perangkat Elektronik ke Pesawat

Juru bicara Oxbridge mengatakan pihaknya fokus menyeleksi prestasi calon mahasiswa.

Oxford dan Cambridge Dituduh Sebagai Kampus ApartheidDelfi de la Rua via Unsplash

The Guardian melaporkan bahwa antara tahun 2010 hingga 2015 ada sejumlah mahasiswa kulit hitam Inggris yang diterima di Oxford. Mereka tidak memiliki nilai A dalam rapor. Namun, sebagian besar ternyata adalah alumni dari sekolah swasta yang mengikuti ujian alternatif melalui jalur internasional.

"Angka-angka tersebut menunjukkan kolese-kolese elit masih kesulitan merekrut siswa-siswa kulit hitam Inggris, terutama dari sekolah negeri," tulis The Guardian. Tak hanya perkara ras, rupanya Oxbridge juga tak memiliki mahasiswa dari beberapa wilayah terpencil di Inggris seperti Wales.

"Pertanyaan sulit harus diajukan, termasuk apakah ada bias sistemik dalam proses penerimaan mahasiswa di Oxbridge yang menghalangi anak-anak muda bertalenta dari etnis minoritas," kata Lammy. Lammy sendiri merupakan anggota parlemen dan orang kulit hitam Inggris pertama yang diterima di Harvard Law School.

Sebaliknya, juru bicara Oxford mengatakan bahwa itu bukan sepenuhnya kesalahan pihaknya. Menurutnya, perlu upaya komprehensif berjangka panjang dari semua pihak, termasuk Oxford, untuk menyelesaikan persoalan kesetaraan.

"Kami juga bekerja sama dengan organisasi-organisasi seperti Target Oxbridge dan jaringan alumni kulit hitam Oxford. Tujuannya untuk menunjukkan kepada anak-anak muda kulit hitam bahwa mereka juga bisa diterima dan berprestasi di universitas seperti Oxford," ujarnya.

Sementara itu, juru bicara Cambridge berkata pihaknya membuat keputusan berdasarkan pertimbangan akademik. "Penghalang terbesar untuk partisipasi siswa dari latar belakang kurang mampu di universitas-universitas tertentu adalah pencapaian yang rendah di sekolah," tegasnya.

Baca juga: Terjemahkan "Orang Kulit Hitam" Jadi "Negro", WeChat Diprotes

Topik:

Berita Terkini Lainnya