Palestina Laporkan 22 Kasus COVID-19, Apakah Pemerintahnya Siap?

Otoritas Palestina (PA) dan Hamas berbeda pandangan

Yerusalem, IDN Times - Palestina melaporkan ada 22 kasus virus corona baru atau COVID-19 per Senin (9/3). Namun, situasi politik yang tidak menentu membuat penanganannya dikhawatirkan tidak terkoordinasi dengan baik.

Dilaporkan Middle East Monitor, Otoritas Palestina (PA) yang dipimpin oleh Presiden Mahmoud Abbas, mendeklarasikan status darurat selama 30 hari di Tepi Barat dan Jalur Gaza dimulai sejak Sabtu (7/3). Di hari tersebut, telah ada 19 pasien yang dinyatakan positif COVID-19 di Tepi Barat.

Namun, Hamas yang merupakan rival PA dan menguasai Jalur Gaza berpendirian lain. Kelompok tersebut menilai tidak perlu adanya penetapan status tersebut mengingat belum ada kasus COVID-19 yang ditemukan di kawasan Jalur Gaza.

1. Israel menutup Bethlehem, keputusan yang disebut diambil bersama Otoritas Palestina

Palestina Laporkan 22 Kasus COVID-19, Apakah Pemerintahnya Siap?Suasana memperlihatkan area terminal keberangkatan di Bandara Internasional Ben Gurion di Lod, dekat Tel Aviv, Israel, pada 8 Maret 2020. ANTARA FOTO/REUTERS/Rami Amichay

Pada Jumat lalu (6/3), kantor berita Wafa mengutip keterangan Menteri Kesehatan Palestina, Mai al-Kaila, yang mengungkap ada 9 kasus COVID-19 di Bethlehem yang berlokasi di Tepi Barat. Menyusul informasi tersebut, Kementerian Pertahanan Israel pun menutup kota Bethlehem.

Al Jazeera melaporkan bahwa keputusan itu diambil "melalui koordinasi dengan Otoritas Palestina". Israel memang mengontrol semua jalur keluar-masuk di Tepi Barat, tapi PA masih mempunyai otonomi terbatas di beberapa kota di kawasan tersebut.

Perdana Menteri Palestina Mohammad Shtayyeh mengumumkan ada sebanyak 30 masjid ditutup, begitu juga dengan semua sekolah dan fasilitas pendidikan. Aktivitas olahraga serta konferensi juga terpaksa dibatalkan demi mengurung virus. Israel sendiri melaporkan ada 39 kasus COVID-19.

Warga sendiri curiga ada motif politik di balik pelarangan masuknya warga Palestina ke Israel mengingat ada lebih banyak kasus COVID-19 di Israel dibandingkan Tepi Barat.

"Di sana tak ada yang memberlakukan penutupan kota. Mereka yang sakit di Bethlehem tertular dari orang-orang yang datang ke sini lewat Israel, jadi alasan di balik keputusan ini tidak jelas," ujar pemilik hotel, Fadi Katan, seperti dikutip Haaretz.

Baca Juga: Israel Tembaki Sekelompok Orang Palestina Bersenjata di Jalur Gaza

2. Israel mewajibkan warga dari Bethlehem menjalani karantina

Palestina Laporkan 22 Kasus COVID-19, Apakah Pemerintahnya Siap?Seorang pria Yahudi berdiri di samping paramedis dengan baju pelindung di tempat pemungutan suara khusus di mana warga Israel dikarantina akibat COVID-19 bisa memberikan suaranya dalam pemilihan nasional Israel, di Yerusalem,pada 2 Maret 2020. ANTARA FOTO/REUTERS/Ronen Zvulun

Sedangkan Kementerian Kesehatan Israel mengatakan bahwa orang-orang yang ke "area Bethlehem" dalam dua minggu terakhir harus mengarantina diri di dalam rumah selama 14 hari. Namun, masih belum jelas apakah ini berlaku hanya untuk warga Israel dan Palestina, atau setiap individu tidak peduli apa kewarganegaraannya.

Dikutip The Times of Israel, virus disebut bermula dari sebuah hotel di pinggiran Bethlehem di mana sekelompok turis dari Yunani kemudian dinyatakan positif terinfeksi. Otoritas setempat mengonfirmasi setidaknya ada 14 staf hotel yang tertular.

Dengan penutupan Bethlehem, sektor jasa dan pariwisata yang paling terdampak. Apalagi lebih dari satu juga orang berkunjung ke kota tersebut setiap tahunnya.

"Selama ini kami siap menghadapi situasi politik seperti perang di Gaza atau beberapa pertikaian di sejumlah titik pemeriksaan mau pun di tembok pembatas," kata Alaa Salameh, pemilik restoran di Bethlehem, kepada Reuters.

"Tapi ini, ini adalah sesuatu yang baru bagi kami," lanjutnya lagi.

Hal yang sama dirasakan warga Bethlehem lainnya.

"Sejujurnya kami terbiasa dengan langkah-langkah seperti itu, dilarang ke mana-mana, orang tinggal di rumah selama bermalam-malam, tapi untuk alasan berbeda karena kami hidup di bawah okupasi," ujarnya kepada Al Jazeera.

3. Jalur Gaza dikhawatirkan tidak siap menghadapi COVID-19

Palestina Laporkan 22 Kasus COVID-19, Apakah Pemerintahnya Siap?Seorang pria Israel memakai masker berbicara dengan paramedis berpakaian baju pelindung di dekat tempat pemungutan suara khusus di mana warga Israel yang dikarantina akibat COVID-19 bisa memberikan suara dalam pemilihan nasional Israel di Haifa, Israel, pada 2 Maret 2020. ANTARA FOTO/REUTERS/Ammar Awad

Hamas sendiri mendorong warga Palestina di Jalur Gaza untuk tidak bepergian keluar negeri. Ada sekitar 2 juta penduduk tinggal di kawasan tersebut, termasuk di pemukiman-pemukiman yang padat. Memang belum ditemukan kasus COVID-19 di sana, tapi kekhawatiran tetap ada.

The Palestine Chronicles menilai Jalur Gaza adalah salah satu area di Bumi yang paling rentan wabah tersebut.

"Sejujurnya, tak ada 'kesiapan' di Gaza--atau, sebenarnya, di mana pun di wilayah Palestina yang diduduki--yang bisa menghentikan penyebaran virus corona," tulis editor Ramzy Baroud.

"Apa yang dibutuhkan adalah suatu perubahan fundamental dan struktural yang akan mengemansipasi sistem kesehatan di Palestina dari dampak buruk pendudukan Israel dan kebijakan pemerintah Israel yang terus-menerus memberlakukan pengepungan dan 'karantina' bermotif politik--yang dikenal juga sebagai apartheid," tegasnya lagi.

Baca Juga: 16 Kasus Virus Corona Terkonfirmasi, Kota Bethlehem Ditutup Sementara

Topik:

  • Isidorus Rio Turangga Budi Satria
  • Septi Riyani

Berita Terkini Lainnya