PBB: Pemutusan Internet di Myanmar untuk Tutupi Kejahatan Perang Baru

Helikopter Tatmadaw menembaki anak-anak pada April lalu

Jenewa, IDN Times - Pakar independen dari Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) Yanghee Lee mengungkap dugaan adanya pelanggaran HAM, terhadap warga sipil di Rakhine yang setara dengan kejahatan perang baru pada Selasa (2/7). Kejahatan tersebut diduga dilakukan pasukan keamanan dan kelompok oposisi pemerintah.

Sehari setelahnya, Yanghee Lee menambahkan, aktivitas-aktivitas melawan hukum itu berlangsung di balik pemutusan sambungan internet di dua negara bagian, yaitu Rakhine dan Chin. Ini menjadi lanjutan dari krisis yang terjadi antara aparat negara, tentara Arakan, dan menempatkan warga sipil, termasuk Muslim Rohingya, sebagai korban.

1. Pemerintah memutus sambungan internet pada Juni lalu

PBB: Pemutusan Internet di Myanmar untuk Tutupi Kejahatan Perang BaruANTARA FOTO/REUTERS/Cathal McNaughton

Seperti dilaporkan Reuters, pada 22 Juni lalu, pemerintah Myanmar memerintahkan perusahaan-perusahaan telekomunikasi memutus koneksi internet di dua negara bagian yang dianggap sebagai titik merah. Menurut pengakuan Telenor Group, salah satu perusahaan penyedia layanan internet yang mendapatkan perintah, Kementerian Transportasi dan Komunikasi Myanmar menyebut faktor keamanan sebagai alasan.

Pemerintah beralasan terjadi "gangguan terhadap situasi damai dan ada penggunaan internet untuk mengoordinasi aktivitas-aktivitas ilegal", sehingga pemutusan teknologi dinilai wajar. Pemerintah tidak menjelaskan lebih lanjut aktivitas ilegal yang dimaksud secara spesifik. Tetapi, saat ini pasukan militer Myanmar tengah memerangi kelompok oposisi yang memperjuangkan otonomi lebih besar di dua negara bagian.

Baca Juga: Kisah Pengungsi Rohingya: 23 Hari di Laut Hingga Ditangkap Militer

2. Pelanggaran HAM dilakukan kedua belah pihak yang bertikai

PBB: Pemutusan Internet di Myanmar untuk Tutupi Kejahatan Perang BaruAFP/Ye Aung Thu

Baik tentara Arakan maupun militer Myanmar yang juga dikenal sebagai Tatmadaw dilaporkan saling melakukan pelanggaran sepanjang pertikaian berlangsung. Lee mengatakan, "Konflik dengan tentara Arakan di Rakhine bagian utara dan sebagian Chin berlangsung selama beberapa bulan terakhir, dan dampaknya terhadap warga sipil sangat buruk."

"Banyak tindakan Tatmadaw dan tentara Arakan yang melanggar hukum humaniter internasional, serta bisa jadi setara dengan kejahatan perang dan pelanggaran terhadap HAM," kata Lee, melanjutkan.

3. Terjadi penculikan selama pemutusan akses internet

PBB: Pemutusan Internet di Myanmar untuk Tutupi Kejahatan Perang BaruAFP/Dibyangshu Sarkar

Lee menjelaskan menurut pengakuan warga sipil setempat, tentara Arakan menculik orang-orang biasa, termasuk 12 pekerja konstruksi di Paletwa dan 52 penduduk desa yang bertempat tinggal di dekat perbatasan Bangladesh. Ia melaporkan temuan ini kepada Dewan HAM PBB.

Pada saat bersamaan, Lee mengungkap kesaksian warga lain bahwa rakyat sipil, sebagian besar laki-laki dari Rakhine, ditahan dan diinterogasi Tatmadaw. Militer mencurigai penduduk sipil punya kaitan dengan tentara Arakan. Beberapa dilaporkan meninggal saat ditahan. Bahkan, pada April lalu, warga mengatakan helikopter Tatmadaw menembaki anak-anak dan laki-laki dewasa Rohingya yang sedang mengumpulkan bambu.

4. Duta Besar Myanmar menjustifikasi pemutusan layanan internet

PBB: Pemutusan Internet di Myanmar untuk Tutupi Kejahatan Perang BaruANTARA FOTO/REUTERS/Navesh Chitrakar

Kyaw Moe Tun menilai pemerintah sudah benar dalam merespons situasi di Myanmar bagian barat tersebut. "Pemerintah Myanmar bekerja tanpa lelah untuk mengakhiri perjuangan etnis dan menyudahi konflik untuk mencapai perdamaian berkelanjutan di Myanmar melalui proses damai," ujar dia. Ia menambahkan,  pemerintah sudah mendeklarasikan gencatan senjata hingga Agustus demi rekonsiliasi nasional.

Tun pun mendukung langkah pemerintah untuk memutus akses internet warga. "Kebebasan berekspresi dan media adalah salah satu area di Myanmar yang paling terlihat perubahannya. Tidak ada pembatasan terhadap penggunaan internet dan media sosial, tapi kita perlu menyeimbangkan antara keamanan dan kebebasan serta hak dan kewajiban," kata Duta Besar Permanen Myanmar untuk PBB itu.

5. Warga tidak merasa mendapat keuntungan dari putusnya jaringan internet

PBB: Pemutusan Internet di Myanmar untuk Tutupi Kejahatan Perang BaruANTARA FOTO/REUTERS/Mohammad Ponir Hassan

Sementara, salah satu pejabat Myanmar yang mengurusi masalah ini, U Myo Swe, mengatakan kepada New York Times, pemutusan sambungan internet adalah untuk kepentingan warga. "[Koneksi] internet akan kembali disambung ketika stabilitas di area itu sudah kembali," ucap dia. Pemutusan internet, yang diperintahkan Kementerian Transportasi dan Telekomunikasi, adalah untuk "keuntungan masyarakat".

Hanya saja, tidak semuanya sepakat dengan pernyataan tersebut. Tidak adanya internet berdampak kepada akses warga ke media sosial, yang memungkinkan mereka melaporkan beragam jenis pelanggaran HAM. Kaung Mrat Naing, seorang warga yang terdampak, mengaku "Tidak ada keuntungan bagi masyarakat" yang lahir dari keputusan pemerintah itu.

Sedangkan pekerja kemanusiaan juga mengalami kesulitan. Brad Adams, Direktur Asia dari Human Rights Watch, menginformasikan bahwa matinya internet "Menyulitkan para pekerja kemanusiaan dan pemantau HAM dalam waktu krisis". Tidak diketahui sampai kapan pemerintah Myanmar akan memutus jaringan internet.

Baca Juga: Amnesty International Cabut Penghargaan HAM Aung San Suu Kyi

Topik:

  • Rochmanudin

Berita Terkini Lainnya