Pelaku Teror Christchurch Berniat Bakar 3 Masjid

Hari ini persidangan vonis Brenton Tarrant dimulai

Jakarta, IDN Times - Brenton Tarrant, pelaku penembakan di Christchurch, Selandia Baru, pada 2019 lalu mengaku berniat menyerang tiga masjid sekaligus. Dalam teror yang menewaskan 51 Muslim tersebut, warga negara Australia itu menyasar dua masjid yang sedang melangsungkan ibadah salat Jumat.

Melansir BBC, Tarrant juga berniat membakar tiga masjid yang ada dalam daftar sasarannya. Tujuannya untuk "membunuh sebanyak mungkin orang". Persidangan vonis terhadap Tarrant akan mulai diselenggarakan mulai Senin (24/8/2020) hingga empat hari ke depan.

1. Tarrant diancam kurungan penjara seumur hidup

Pelaku Teror Christchurch Berniat Bakar 3 MasjidANTARA FOTO/REUTERS/Edgar Su

Berdasarkan hukum Selandia Baru, Tarrant diancam hukuman penjara seumur hidup dengan periode pembebasan bersyarat, jika ia telah menjalani masa kurungan 17 tahun. Namun ada kemungkinan hakim tidak akan menggunakan hukuman itu, tapi memenjarakan seumur hidup.

Pada Maret lalu, laki-laki 29 tahun itu mengaku bersalah telah membunuh 51 orang dan melakukan percobaan pembunuhan terhadap 40 lainnya. Ia juga mengaku bersalah telah melakukan aksi terorisme. Tindakan kejinya itu terjadi pada 15 Maret 2019 di Masjid Al Noor dan Linwood.

Baca Juga: Pelaku Penembakan Christchurch Dituntut Pasal Terorisme

2. Hakim membuat aturan khusus bagi media soal peliputan

Pelaku Teror Christchurch Berniat Bakar 3 MasjidANTARA FOTO/REUTERS/Jorge Silva

Persidangan Tarrant juga berada di tengah kondisi khusus, di mana proses pembacaan pernyataan dari anggota keluarga korban dan vonis dari hakim akan berlangsung secara virtual dari ruang sidang.

Pengadilan juga menyiapkan tujuh ruang terpisah untuk anggota keluarga yang menghadiri persidangan langsung. Ini untuk memastikan jalannya sidang aman di tengah pandemik COVID-19.

Hakim rupanya juga memberlakukan aturan khusus bagi media yang meliput. Mereka dilarang menyiarkan jalannya sidang secara langsung, meski praktik ini sudah menjadi kebiasaan bagi berbagai media dalam meliput suatu kasus hukum.

Penyebabnya adalah kekhawatiran Tarrant akan menggunakan media untuk mendapatkan panggung, guna menyebarluaskan propaganda neo-Nazi. Sebelumnya, ia memperlihatkan tanda "OK" saat sidang. Gestur tersebut merupakan bagian dari sinyal supremasi kulit putih.

"Pengadilan punya tugas, secara khusus dalam konteks Undang-Undang Anti-Terorisme, untuk memastikan bahwa ia tidak digunakan sebagai platform dan mencegahnya dipakai sebagai kendaraan untuk menyebabkan kerusakan berikutnya," kata hakim pengadilan Christchurch, Cameron Mander, seperti dikutip Al Jazeera.

Bagi media yang melanggar, pengadilan akan mengajukan gugatan hukum.

3. Keluarga korban ada yang sengaja datang langsung dari luar negeri

Pelaku Teror Christchurch Berniat Bakar 3 MasjidANTARA FOTO/REUTERS/Jorge Silva

Kepada kepolisian Selandia Baru, Tarrant mengaku dirinya sudah merancang serangan terhadap komunitas Muslim di negara itu sejak beberapa tahun sebelumnya. Ia mengumpulkan informasi mengenai masjid-masjid sebelum menentukan mana yang akan jadi targetnya.

Tarrant mengungkap ia sengaja memilih hari Jumat sebagai waktu serangan, karena saat itulah masjid-masjid sedang dikunjungi banyak jemaah untuk beribadah. Dengan begitu, maka korban yang berjatuhan akan lebih banyak dibandingkan waktu biasa.

Baik korban luka maupun yang kehilangan anggota keluarganya, mereka merasa sangat trauma. "Saya mengalami kilas balik, saya melihat mayat di sekeliling saya. Darah di mana-mana," ujar Ashraf Ali, anak seorang korban meninggal dunia, kepada BBC.

Keluarga korban juga berdatangan dari luar negeri khusus untuk menjadi saksi vonis terhadap Tarrant. Mereka harus menjalani karantina 14 hari terlebih dulu, sebelum diizinkan menghadiri persidangan secara langsung.

Baca Juga: Sidang Kasus Penembakan Masjid Christchurch, Pelaku Mengaku Bersalah

Topik:

  • Rochmanudin

Berita Terkini Lainnya