Aksi Pemblokiran TikTok: Didorong Motif Politik atau Keamanan Data?

AS berencana memblokir TikTok, India sudah lebih dulu blokir

Jakarta, IDN Times - TikTok saat ini berada dalam sorotan yang intens di Amerika Serikat. Ini lantaran Presiden Donald Trump mengungkapkan rencana untuk memblokir media sosial asal Tiongkok tersebut dengan alasan keamanan data pengguna.

Menteri Luar Negeri Mike Pompeo semakin menegaskan kemungkinan tersebut dalam wawancaranya dengan Fox News pada awal minggu ini. Tak hanya TikTok, pemerintah juga membuka peluang untuk memblokir media sosial lainnya dari Tiongkok.

Sebenarnya, desas-desus tentang upaya pemblokiran TikTok sudah muncul ke permukaan sejak tahun lalu. Setidaknya, Kongres Amerika Serikat sampai membahasnya dalam rapat dengar pendapat soal keamanan nasional pada November silam.

"Sebuah perusahaan yang dilemahkan oleh Partai Komunis Tiongkok tahu di mana anak Anda berada, seperti apa rupa mereka, bagaimana suara mereka, apa yang mereka tonton, dan apa yang mereka bagikan kepada satu sama lain," ujar Senator Josh Hawley dari Partai Republik, seperti dilansir NBC News.

Apakah rencana pemblokiran TikTok murni karena masalah data pengguna atau ada motif politik?

1. Angkatan Bersenjata Amerika Serikat blokir TikTok karena khawatir atas ancaman siber

Aksi Pemblokiran TikTok: Didorong Motif Politik atau Keamanan Data?Ilustrasi. unsplash.com/Kon Karampelas

Salah satu yang sudah memblokir TikTok adalah Angkatan Darat Amerika Serikat. Melansir Military.com, keputusan tersebut mengikuti pedoman dari Departemen Pertahanan soal ancaman siber sehingga mereka diminta menghapus TikTok untuk menghentikan tereksposnya informasi personal. Angkatan Laut juga memilih melakukan hal yang sama. 

Menurut Pentagon, pegawai negeri sipil juga diinstruksikan untuk berhati-hati terhadap aplikasi apa saja yang telah mereka unduh. ASN di sana juga diminta untuk selalu memonitor telepon genggam yang mereka miliki. Bila ditemukan pesan yang tak biasa maka segera hapus demi keamanan data pribadi. 

Seperti dilaporkan The New York Times, hasil riset firma keamanan siber Check Point pada Januari lalu menemukan bahwa TikTok memiliki kerentanan keamanan yang memungkinkan peretas mengakses data pengguna. TikTok mengetahui ini pada November 2019 dan mengklaim sudah memperbaikinya.

Baca Juga: Dinilai Bahaya, Senator AS Minta Intelijen Selidiki TikTok

2. TikTok dituding menyuplai data pengguna kepada pemerintah Tiongkok

Aksi Pemblokiran TikTok: Didorong Motif Politik atau Keamanan Data?Ilustrasi. unsplash.com/Kon Karampelas

Keputusan Pentagon dan militer Amerika Serikat didahului oleh permintaan investigasi terhadap TikTok pada Oktober 2019. Penggasnya adalah Ketua Senat Minoritas Amerika Serikat dari Partai Demokrat, Chuck Schumer, dan Senator senior dari partai yang sama, Tom Cotton.

Melalui surat tertulis kepada Direktur Badan Intelijen, Joseph Maguire, yang diunggah di situs resmi Cotton, keduanya menggarisbawahi laporan tentang pengumpulan data pengguna TikTok di Amerika Serikat. Data itu dimiliki oleh perusahaan induk ByteDance.

Schumer dan Cotton mengutip laporan komunitas intelijen Amerika Serikat bahwa Tiongkok memakai perusahaan teknologi informasi sebagai platform spionase rutin dan sistematis terhadap Amerika Serikat dan aliansinya.

ByteDance pun membantahnya. Mereka mengatakan tak mungkin TikTok melakukan hal tersebut karena perusahaannya dipimpin oleh warga AS. 

"TikTok dipimpin oleh CEO Amerika, dengan ratusan karyawan dan pemimpin kunci di bidang keselamatan, keamanan, produk dan kebijakan publik di Amerika Serikat," kata juru bicara perusahaan kepada Bloomberg.

"Kami tak pernah menyediakan data pengguna kepada Pemerintah Tiongkok, kami tidak akan melakukannya juga jika diminta," kata juru bicara itu lagi. 

Dalam sebuah laporan, The Washington Post mengungkap TikTok sengaja menyensor berbagai konten yang dianggap merugikan Tiongkok. Misalnya, demonstrasi di Hong Kong serta Tragedi Tiananmen. ByteDance kembali membantahnya.

Dengan semakin tajamnya sorotan, TikTok mengatakan perlu melakukan perubahan. "Mempertimbangkan jalan terbaik ke depan, ByteDance mengevaluasi perubahan terhadap struktur korporasi bisnis TikTok," kata perusahaan yang bermarkas di Beijing itu kepada BBC.

"Kami tetap berkomitmen penuh melindungi privasi dan keamanan pengguna ketika kami membangun platform yang menginspirasi kreativitas dan membawa kebahagiaan kepada ratusan juta orang di dunia."

Harian The Wall Street Journal juga melaporkan ByteDance berencana membuka kantor di luar Tiongkok untuk mengurangi kecurigaan Pemerintah Tiongkok melakukan intervensi terhadap TikTok.

3. Muncul spekulasi pemblokiran TikTok sarat akan motif politik

Aksi Pemblokiran TikTok: Didorong Motif Politik atau Keamanan Data?Protes warga India terhadap Tiongkok, di Kolkata, India, pada 18 Juni 2020. ANTARA FOTO/REUTERS/Rupak De Chowdhuri

Sulit untuk mengetahui pasti apakah TikTok betul-betul telah membagikan data penggunanya kepada pemerintah Tiongkok tanpa investigasi khusus. Namun, kini muncul spekulasi pemblokiran yang mengatasnamakan keamanan data tersebut sebenarnya bermuatan politik.

Misalnya, pada akhir Juni lalu Pemerintah India memblokir 59 aplikasi asal Tiongkok, salah satunya adalah TikTok. Keputusan ini diambil berdekatan dengan insiden mematikan antara kedua negara di Himalaya pada pertengahan bulan. Pemerintah mengaku pemblokiran karena masalah data.

Kemudian, Australia belakangan mempertimbangkan untuk memblokir TikTok. Sejumlah anggota parlemen meminta perwakilan TikTok untuk hadir dalam sidang Senat yang bertajuk Penyelidikan Terhadap Campur Tangan Asing Melalui Media Sosial. Sebelumnya, stasiun berita ABC melaporkan Departemen Pertahanan Australia melarang pegawainya menggunakan aplikasi tersebut.

Wacana pemblokiran itu sulit dipisahkan dari fakta bahwa hubungan Australia dan Tiongkok memanas di tengah pandemik COVID-19. Pemerintah Australia menyerukan adanya investigasi soal asal muasal virus corona yang membuat Tiongkok merasa dipojokkan.

Begitu pula dengan keinginan Amerika Serikat untuk membuat TikTok tak bisa diakses warga. Selama protes Black Lives Matter, demonstran memakai TikTok sebagai media untuk menyebarluaskan kesadaran soal rasisme di negara tersebut. Mereka juga memakai aplikasi itu untuk mengkritik Presiden Donald J. Trump.

Baca Juga: 3 Hal yang Perlu Kamu Tahu dari Konflik India-Tiongkok di Himalaya

Topik:

Berita Terkini Lainnya