Pemerintah Selandia Baru Usulkan RUU Legalisasi Aborsi

Perempuan nantinya akan bisa membuat keputusan sendiri

Wellington, IDN Times - Pemerintah Selandia Baru mengusulkan Rancangan Undang-undang (RUU) untuk melegalkan aborsi. Pengumuman ini disampaikan oleh Perdana Menteri Jacinda Ardern dalam sebuah konferensi pers mingguan pada Senin pagi waktu setempat (5/8).

Dalam RUU itu disebutkan bahwa perempuan akan memiliki akses untuk melakukan pengguguran kandungan sampai usia kehamilan mencapai maksimal 20 minggu. Mereka tidak perlu lagi menempuh jalur hukum untuk ini.

1. Pemerintah bertujuan untuk dekriminalisasi aborsi

Pemerintah Selandia Baru Usulkan RUU Legalisasi AborsiANTARA FOTO/REUTERS/Jason Lee

Dilaporkan NZ Herald, Menteri Hukum Selandia Baru, Andrew Little, menjelaskan lebih detil tentang RUU legalisasi aborsi tersebut. Ia mengungkap bahwa peraturan itu ditujukan untuk membuat aborsi bukan sebagai aktivitas kejahatan atau bersifat kriminal, melainkan urusan kesehatan perempuan itu sendiri.

Selama ini Selandia Baru mengategorikan pengguguran kandungan sebagai sebuah kejahatan. Ada pengecualian yang diberikan, misalnya, ketika dua dokter menyatakan bahwa suatu kandungan akan membahayakan kondisi fisik atau mental perempuan. Artinya, dokter sangat berperan dalam menentukan apakah perempuan harus meneruskan kehamilan atau tidak.

Baca Juga: Daftar Hukuman Aborsi Paling Ketat di Dunia

2. Perempuan lebih dibebaskan memilih sampai jangka waktu tertentu

Pemerintah Selandia Baru Usulkan RUU Legalisasi AborsiPixabay

Seandainya RUU itu lolos, maka keputusan untuk aborsi atau tidak akan berada di tangan perempuan meski disertai konsultasi dengan dokter. Setelahnya, dokter dan staf medis yang menangani prosedur pengguguran harus "yakin dengan akal sehat bahwa aborsi merupakan tindakan yang tepat sesuai dengan kesehatan fisik serta mental perempuan yang hamil itu".

Mengetahui bahwa ini tidak akan berjalan mudah dan berpotensi mendapat protes, pemerintah memasukkan aturan yang mengizinkan otoritas terkait membuat "zona aman" di sekitar klinik. Tujuannya adalah mencegah siapa pun yang protes supaya tidak menghambat berlangsungnya prosedur.

3. Pemerintah menilai ini saatnya Selandia Baru berubah

Pemerintah Selandia Baru Usulkan RUU Legalisasi AborsiPixabay

Menurut Little, ketika disahkan, RUU itu akan membawa transformasi kepada masyarakat Selandia Baru agar sejalan dengan negara-negara maju lainnya. "Aborsi adalah prosedur medis satu-satunya yang masih dianggap sebagai kejahatan di Selandia Baru. Ini saatnya untuk berubah," ucapnya, seperti dilansir dari The Guardian.

"Aborsi yang aman seharusnya diperlakukan dan diregulasi sebagai suatu masalah kesehatan. Seorang perempuan punya hak untuk memilih apa yang terjadi kepada tubuhnya," tambah Little. Ini untuk memahami bahwa tak semua perempuan hamil karena niat sendiri. Perempuan bisa saja mengandung karena menjadi korban kekerasan seksual.

4. Tanpa keterangan dokter, perempuan tetap bisa lakukan aborsi

Pemerintah Selandia Baru Usulkan RUU Legalisasi Aborsiunsplash.com/Claudio Schwarz

Perempuan-perempuan Selandia Baru yang selama ini tidak mau meneruskan kehamilan mereka harus mendapatkan keterangan dokter jika ingin aborsi. Dengan aturan baru, mereka bisa langsung mengunjungi klinik aborsi dengan atau tanpa persetujuan dokter. Perempuan-perempuan itu ditawarkan untuk mengikuti konsultasi dan layanan dukung lainnya, walau ini tak berstatus wajib.

RUU itu disambut baik oleh aktivis pro-hak perempuan dan aborsi seperti Terry Bellamak. Ia menilai poin-poin dalam RUU seharusnya bisa lebih baik dari yang diajukan, "tapi ini masih jauh lebih baik dibandingkan status quo" dan meyakini "ini sebuah awal yang baik". 

5. Sebelumnya, Korea Selatan yang berusaha melegalkan aborsi

Pemerintah Selandia Baru Usulkan RUU Legalisasi Aborsiunsplash.com/Lucia

Selain Selandia Baru, negara maju lain yang baru saja mendorong legalisasi aborsi adalah Korea Selatan. Mahkamah Konstitusi di Seoul memutuskan aborsi adalah prosedur legal saat sidang pada Kamis (11/4). Putusan tersebut bersejarah mengingat sejak disahkannya Undang-undang Kesehatan Ibu dan Anak pada 1953, pengguguran kandungan dinyatakan melawan hukum.

Berdasarkan undang-undang itu, siapa pun yang melakukan aborsi akan diancam hukuman penjara sampai dua tahun dan denda hingga Rp25 juta. Mahkamah Konstitusi pun meminta amandemen undang-undang kepada parlemen dan memberikan waktu sampai 2020 untuk memenuhinya.

Baca Juga: Mahkamah Konstitusi Korea Selatan Legalkan Aborsi

Topik:

Berita Terkini Lainnya