Perceraian saat COVID-19 Meningkat, Ini Siasat dari Perusahaan Jepang

Gugatan cerai di Tiongkok juga bertambah saat wabah COVID-19

Tokyo, IDN Times - Karantina mandiri yang diwajibkan oleh pemerintah di tengah pandemik COVID-19 membuat banyak pasangan suami-istri harus tinggal di rumah. Persoalan yang sebelumnya bisa dihindari dengan beraktivitas di luar, kini terpaksa dihadapi. Ancaman perceraian pun membayangi, tak terkecuali di Jepang.

Dalam beberapa waktu terakhir muncul tagar #coronarikon atau yang dalam Bahasa Indonesia berarti perceraian ketika ada penularan virus corona. Tak sedikit perempuan yang mencurahkan isi hati mereka lewat media sosial tentang perbedaan mendasar dengan para suami, termasuk dalam merespons pandemik COVID-19.

1. Perusahaan di Tokyo menawarkan solusi sementara

Perceraian saat COVID-19 Meningkat, Ini Siasat dari Perusahaan JepangSuasana di distrik Sugamo, sebuah area yang populer di antara orang tua Jepang, di Tokyo, pada 15 April 2020. ANTARA FOTO/REUTERS/Issei Kato

Seperti dilaporkan The Japan Times, sebuah perusahaan berbasis di Tokyo, Kasoku, melihat situasi ini sebagai peluang untuk menawarkan jasa. Kasoku mempromosikan berbagai unit tempat tinggal sementara yang bisa disewa dalam jangka pendek.

Menurut perusahaan tersebut, bagi suami atau istri yang frustrasi karena frekuensi bertemu lebih sering sehingga level cekcok meningkat, mereka bisa menyewa unit yang disediakan. Ini untuk memberikan ruang bernapas sebentar dan berpikir bagi salah satu pihak daripada terburu-buru mengajukan gugatan cerai.

"Tujuannya adalah untuk menghindari perceraian," kata Kosuke Amano, juru bicara Kasoku. "Kami berharap pasangan terlebih dulu saling menjaga jarak dan memikirkan soal (pernikahan mereka). Tugas kami, kami akan menyediakan kamar-kamar yang bisa mereka tinggali dan sebuah lingkungan yang memungkinkan kerja jarak jauh," lanjutnya.

2. Pemilik perusahaan berpisah juga dengan kekasihnya saat pandemik COVID-19

Perceraian saat COVID-19 Meningkat, Ini Siasat dari Perusahaan JepangJalan yang hampir kosong terlihat setelah pemerintah mengumumkan status darurat akibat penyebaran virus corona di Tokyo, Jepang, pada 13 April 2020. ANTARA FOTO/REUTERS/Issei Kato

Menurut Amano, ide untuk menyediakan apa yang Kasoku sebut sebagai "pengungsian sementara" datang dari sang pemilik. Bos Kasoku rupanya mengalami sendiri perpisahan dengan kekasih yang sudah tinggal bersamanya sejak lama. Perpisahan pun terjadi ketika pemerintah Jepang memberlakukan status darurat karena virus corona.

Kasoku selama ini mengoperasikan 500 unit di seluruh negeri untuk disewakan baik kepada warga maupun turis. Dengan anjloknya tingkat kunjungan wisatawan ke Jepang, maka unit-unit yang kosong juga semakin banyak. Oleh karena itu, Kasoku memanfaatkannya untuk ditawarkan kepada yang perlu menjauh sejenak dari pasangan masing-masing.

Tren yang muncul adalah para istri merasa frustrasi dengan suami-suami mereka yang tak menganggap penyebaran virus corona sebagai sesuatu yang serius. Para istri sekaligus ibu takut sikap tersebut akan membahayakan anak-anak mereka. "Suami saya tak punya rasa waspada, dan saya cemas. Saya tak mau bersama dengan orang yang punya cara berpikir seperti itu. Ini adalah perceraian corona," curhat seorang istri di media sosial.

3. Tingkat gugatan perceraian di Tiongkok juga meningkat selama lockdown

Perceraian saat COVID-19 Meningkat, Ini Siasat dari Perusahaan JepangPelancong menggunakan pakaian pelindung saat berada di Bandara Internasional Tianhe Wuhan, Tiongkok, setelah masa karantina berakhir, pada 10 April 2020. ANTARA FOTO/REUTERS/Aly Song

Tak hanya Jepang yang dibayangi perceraian, tapi juga Tiongkok. Dengan langkah ekstrem pemerintah untuk memberlakukan lockdown total di sejumlah kawasan, pergerakan masing-masing orang semakin terbatas dengan kekhawatiran harus menghadapi ancaman hukuman keras jika melanggar.

Salah satu istri yang tinggal di Provinsi Guangdong mengaku kepada Bloomberg bahwa dua bulan karantina dengan suaminya di rumah mengakibatkan adu mulut berkepanjangan. Masalahnya mulai dari finansial hingga waktu mengurus rumah serta anak yang tidak seimbang antara dirinya dan suami.

"Dia tukang buat onar di rumah," kata perempuan tersebut. "Saya tak tahan lagi. Kami sepakat untuk bercerai, dan hal berikutnya adalah mencari pengacara," tambahnya. Berdasarkan laporan di situs resmi pemerintah, para staf di Provinsi Hunan "bahkan tidak punya waktu minum air" karena banyaknya pasangan yang mengajukan gugatan cerai pada pertengahan Maret.

"Persoalan sepele dalam hidup berakhir dengan eskalasi konflik, dan komunikasi yang buruk menyebabkan semua orang kecewa terhadap pernikahan mereka dan membuat keputusan untuk bercerai," kata Yi Xiaoyan, kepala instansi pencatatan perceraian setempat.

Baca Juga: Komunikasi dengan Jokowi, PM Jepang Minta Indonesia Ekspor APD

Topik:

  • Dwifantya Aquina

Berita Terkini Lainnya