Prancis Berencana Hukum Pelaku Pelecehan Seksual di Jalan
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Pemerintah Prancis berencana untuk segera meresmikan Undang-undang yang mengatur tentang cat-calling dan pelecehan seksual lain terhadap perempuan yang terjadi di jalan. Dalam Undang-undang tersebut, para pelaku pelecehan seksual di jalanan Prancis akan dikenai hukuman langsung atas sikap agresif mereka.
Selama ini, pelecehan seksual yang terjadi jalanan belum diatur hukum.
Seperti dilaporkan Agence France-Presse (AFP), Menteri Kesetaraan Gender Prancis, Marlene Schiappa mengajukan proposal Undang-undang tersebut pada Senin (16/10). Menurutnya, kelompok kerja yang terdiri dari para politisi akan bekerjasama dengan pihak kepolisian dan kejaksaan untuk menentukan perilaku seperti apa yang tergolong pelecehan seksual.
Schiappa menyebut regulasi seperti itu sangat penting karena pelecehan seksual di jalan belum diatur sama sekali dalam hukum. Ia juga menilai seharusnya tak ada persoalan terkait definisi pelecehan seksual dan bedanya dengan perilaku menggoda (flirtation).
"Kita tahu dengan baik di titik mana kita merasa terintimidasi, tak aman atau dilecehkan di jalan," ujarnya. Schiappa mencontohkan bahwa "berbicara 10, 20 cm di depan wajahmu" atau "mengikuti seorang perempuan hingga beberapa blok", atau "memaksa meminta nomor handphone sampai 17 kali" adalah tindakan-tindakan yang termasuk ke dalam pelecehan seksual.
Baca juga: Ada Polisi Anti Pelecehan Seksual, Warga India Malah Merasa Tak Nyaman
Pelecehan seksual menjadi topik hangat dalam beberapa hari terakhir.
Sejak terungkapnya kasus pelecehan seksual, bahkan pemerkosaan, yang dituduhkan kepada produser ternama Hollywood, Harvey Weinstein, para perempuan mulai terbuka membicarakan perbuatan tak menyenangkan yang terjadi kepada mereka sendiri.
Misalnya, selebrita Hollywood, Alyssa Milano, mengirimkan cuitan:
"Jika semua perempuan yang pernah dilecehkan atau diserang secara seksual menulis 'Aku juga' sebagai sebuah status, kita mungkin memberitahu orang-orang seberapa besar persoalan ini."
Editor’s picks
Cuitannya itu memulai sebuah gerakan di media sosial. 'Aku juga' atau '#MeToo' kemudian menjadi trending topic di beberapa negara karena para perempuan mulai mengungkapkan pendapat mereka tentang pelecehan seksual.
"Ngomong-ngomong, jika kamu pernah buta terhadap berapa banyak orang yang pernah mengalami pelecehan/serangan seksual & kini kamu terkejut dengan jumlah orang yang menulis #MeToo, ingat bahwa bahkan dengan anonimitas, sebagian besar orang takkan buka suara. Jika itu tak membuat jiwamu menangis, mungkin kamu tak punya jiwa."
"Polisi berkata kepadaku bahwa pelaku "tak berniat untuk melecehkanku secara seksual" jadi itu tak menjadikan perbuatannya salah. Ini salah. Aku percaya padamu. #MeToo
#MeToo Jika aku tak menginginkannya, aku tak mau. Ayo hentikan budaya pemerkosaan dan mulai ajari laki-laki tentang izin yang baik.
#MeToo Dia berjalan bebas, aku terpenjara ingatanku. Walau ada bukti medis, aku coba melupakan, coba memaafkan. Permintaan maaf itu kebohongan. Tak ada keadilan.
"#MeToo bukan tentang kita ingin dikasihani. Kita ingin orang-orang menyadari betapa parahnya pelecehan seksual. Ini tak boleh jadi hal yang biasa dan dianggap normal."
Pada Minggu (15/10), Presiden Prancis, Emmanuel Macron, sendiri berkata bahwa ia akan mencopot gelar prestisius Legion D'Honneour yang pernah dihadiahkan kepada Weinstein.
Baca juga: [INFOGRAFIS] Pelecehan Online, Sisi Gelap Perkembangan Internet